Nama : 1. M.Alif Arkan Alfarisy (222121045)
       2. Maura Syelin Meysa Putri ( 222121058)
Kelas : HKI 4B
Mata Kuliah : Hukum Perdata Islam di Indonesia
TUGAS MENGANALISIS PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN DALAM UU NO 1 TAHUN 1974
 1.  ASAS SUKARELA
  Asas ini tertuang dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa perkawinan harus berdasarkan persetujuan suami istri.Tidak ada unsur pemaksaan dalam perkawinan, dimana jika ada paksaan maka terjadilah disintegrasi perekonomian dan tidak ada unsur keharmonisan dalam keluarga. Dalam asas ini untuk dapat melangsungkan pernikahan diperlakukan adanya pernikahandiperlakukan adanya keluarga masing masing calon mempelai untuk merestui pernikahan tersebut. Bagaimana jika salah satu orang tua mempelai ada yang tidak atau kurang setuju. Menurut saya jika didasarkan pada asas ini kedua mempelai harus mendiskusikan secara kekeluargaan. Karena jika salah satu dari pihak keluarga ada yang tidak setuju maka asas partisipasi keluarga tidak dilaksanakan dengan sempurna.
  2. ASAS PARTISIPASI KELUARGA
  Dalam asas ini, untuk menikah di perlukan partisipasi keluarga untuk merestui perkawinan itu. Bagi yang masih di bawah umur 21/19 tahun (pria dan wanita). Hal ini di atur dalam pasal 6 Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Peran keluarga sangatlah penting dalam  berpatisipasi di pernikahan anaknya, walaupun anak masih di bawah umur ataupun sudah layak untuk menikah, karena tanpa keluarga kita tidak akan bisa melakukan pernikahan, karena semua itu harus ada persetujuan keluarga.
  3.  ASAS PERCERAIAN DIPERSULIT
  Asas ini tertuang dalam pasal 39 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa "cerai hanya dapat diperoleh di pengadilan apabila pengadilan yang bersangkutan telah berusaha mendamaikan kedua belah pihak namun gagal". Perceraian tidak dapat dilakukan sendiri, hanya dapat dilakukan melalui pengadilan karena alasan-alasan tertentu. Dalam asas ini menyebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak artinya perceraian lebih sulit karena harus melalui pengadilan dan perceraian dapat diputuskan setelah adanya upaya rujuk oleh hakim. Kemudian perceraian juga harus didasarkan pada alasan yang baik dan dengan peraturan yang berlaku.
  4. ASAS POLIGAMI DIBATASI SECARA KETAT
  Asas ini tertuang dalam Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yaitu seorang laki-laki hanya boleh mempunyai satu isteri dalam satu perkawinan dan sebaliknya, namun pengadilan dapat memberikan kewenangan kepada seorang laki-laki untuk mempunyai isteri lebih dari satu. seorang wanita, jika dia menginginkannya. Dalam prinsip ini, seorang laki-laki boleh berpoligami hanya jika isteri atau anaknya memberi izin, dan laki-laki tersebut juga harus bertakwa baik lahir dan batin. Dalam asas ini pernikahan seorang pria hanaya boleh mempunyai satu orang istri namun pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beistri lebih dari satu apabila dikehandaki kedua belah pihak yang tentunya ada alasan  yang kuat tidak semua ijin poligami dikabulkan. Sebagai contoh, jika ada seorang istri sudah tidak bisa melayani suami yang sedang sakit keras maka suami bileh melakukan poligami jika dikehendaki oleh pihak pihak yang bersangkutan.
  5.  ASAS KEMATANGAN CALON MEMPELAI
  Pada dasarnya dapat ditemukan dalam Pasal 7 (1)(2), Pasal 7(1) Undang-undang Perkawinan tahun 1974, yang menyatakan bahwa "perkawinan hanya diperbolehkan jika seorang pria telah mencapai usia 16 tahun". Pasal 7 ayat (2) kemudian menyatakan: "Apabila terlampauinya batas minimum perkawinan, ia dapat meminta kepada pengadilan atau pejabat lain untuk pengecualian baik orang tua laki-laki maupun perempuan." Dengan ketentuan, apabila salah satu atau kedua orang tuanya telah meninggal dunia atau tidak dapat menyatakan kehendaknya, maka cukuplah memperoleh surat nikah bagi anak di bawah umur dari orang tua yang masih hidup atau orang tua yang dapat menyatakan kehendaknya. Apabila kedua orang tuanya telah meninggal dunia atau tidak mampu mengutarakan wasiatnya, maka zin tersebut diperoleh oleh wali atau kerabat wali tersebut langsung ke atas, selama mereka masih hidup dan mampu mengutarakan keinginannya.
  6. MEMPERBAIKI DERAJAT WANITA
  Asas ini mengatur tentang adanya perjanjian pranikah dan pembagian harta bersama, serta pengaturan harta benda jika terjadi perceraian. Asas ini mengandung makna adanya janji dalam perkawinan, yang didalamnya terdapat janji untuk menerima harta bersama, yang dapat memperbaiki kedudukan perempuan jika terjadi perceraian. Asas ini mengatur tentang adanya perjanjian kawin dan pembagian harta bersama dan pengaturan tentang harta yang apabila terjadi perceraian, dalam asas ini sangat menjungjung tinggi derajat seorang wanita dan juga perempuan berhak diberikan perlindungan atas kasihsayang yang dilakukan seorang suami atas penghargaan yag dilakukan dirumah secara lahir batin.
  7. ASAS PENCATATAN PERKAWINANÂ
  Jelas dari ketentuan Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974, bahwa setiap perkawinan harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang ada. Artinya setiap selesai perkawinan maka perkawinan itu harus dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila kedua pasal 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 itu saling berkaitan, maka dapat dianggap bahwa pencatatan perkawinan merupakan bagian penting yang menentukan sahnya perkawinan di luar terpenuhinya syarat-syarat perkawinan, perkawinan menurut setiap hukum, agama dan kepercayaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H