Mohon tunggu...
Maura Putri
Maura Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

hobi saya traveling (mencari wisata-wisata yang belum pernah dikunjungi) salah satunya wisata alam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Waktu, Luka dan Harapan Kepengurusan

25 Desember 2024   06:20 Diperbarui: 25 Desember 2024   06:20 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak bergabung dengan organisasi ini, harapan saya tinggi. Saya menginginkan pengalaman baru, pertemanan, dan kesempatan untuk berkontribusi. Ketika itu, suasana di organisasi sangat mengesankan. Saya menghayati penghargaan yang diberikan, dan setiap anggota dianggap penting.

Ketua kami sebut dia Budi, selalu penuh semangat, mendorong kami untuk aktif dan terlibat. Namun, seiring berjalannya waktu, realitas mulai memperlihatkan wajahnya yang berbeda.

Masa kepengurusan berjalan cukup lancar. Kami mengadakan berbagai kegiatan, mulai dari bakti sosial hingga seminar yang mengundang pembicara-pembicara hebat. Saya bangga dapat berpartisipasi dan memberi ide dalam setiap rapat. Ketika masa kepengurusan hampir berakhir, hubungan kami mulai renggang. Budi sebagai ketua yang dulunya dekat, berubah dingin dan menjauh, lebih sering bersama anggota lain. Setelah adanya pemilihan ketua baru dan anggota lainnya tampak tidak peduli, melupakan momen bersama. Usaha dan waktu yang diberikan seperti sia-sia. Pesan yang saya kirimkan pada Budi juga diabaikan bahkan saat bertemu dia tak menyapa. Hubungan dengan teman-teman lama juga memburuk, membuat saya meragukan keputusan bergabung dengan organisasi ini.

Dalam benak saya, terbersit pertanyaan: "Apakah semua usaha ini sia-sia? Apakah usaha selama ini benar-benar dihargai?" Ketidakpastian ini menjadi beban yang berat di dalam hati saya.  Suatu malam yang kalut, setelah selesai dengan pekerjaan rutin, saya duduk sendiri di depan laptop.  Kembali saya membuka foto kegiatan organisasi, kenangan indah terasa asing. Seolah foto tersebut menyiratkan saya yang terasing dalam cerita itu. Dalam keheningan, saya sadar pentingnya mengubah perspektif organisasi.

Keesokan harinya, saya memutuskan untuk menghadiri rapat organisasi yang akan datang, dengan tanpa harapan.  Tiba-tiba, saat rapat dimulai, ada anggota yang memberikan masukan tentang pentingnya menjaga komunikasi antar anggota. Dia mengisyaratkan betapa vitalnya dukungan satu sama lain dalam organisasi.

Mendengar pernyataan itu, setidaknya saya memiliki harapan kecil. Akhirnya, saya mulai berdiri dari tempat duduk dan memberanikan diri untuk berbicara. Saya mengungkapkan perasaan mengenai ketidakpedulian yang selama ini terjadi.  Hal itu berdampak pada semangat saya sebagai anggota organisasi untuk berkontribusi. Pendapat yang saya lontarkan menjadikan seluruh ruangan terdiam.

Mendengar pendapat tersebut seluruh anggota terlihat terkejut, sementara Budi tampak canggung. Namun, suasana berubah ketika seorang anggota lain turut memberikan dukungannya. Dia berbagi pengalamannya dan mengingatkan kami semua tentang pentingnya saling menghargai. Dari situ, perbincangan mulai mengalir, dan saya melihat bagaimana anggota lainnya berusaha untuk mendengarkan satu sama lain. Hari-hari berikutnya meski Budi tetap tak merespons, semangat baru muncul di antara anggota. Saya sadar perubahan bisa dimulai dari diri sendiri, bukan hanya dari satu orang.

Di tengah perjalanan ini, terdapat satu momen yang sangat berarti. Saat organisasi mengadakan acara bakti sosial di panti asuhan, saya melihat betapa pentingnya kehadiran kami sebagai tim. Saat kami menyampaikan donasi dan bermain dengan anak-anak, saya melihat kembali kebersamaan yang sempat hilang. Saat itu, Budi yang selama ini tampak dingin, perlahan-lahan mulai membuka diri.

“Ra. Athira, Makasih ya buat segala kontribusi yang udah kamu beri selama ini di organisasi kita. Kamu merelakan waktu dan tenaga, bahkan ngga sedikit hartamu juga ikut kamu korbankan demi organisasi ini.” Ucap Budi pada saya sore itu. Saya memiliki perasaan terharu mendengar ucapan Budi.

Keesokan harinya.

Smartphone saya bergetar. “Halo,..”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun