Indonesia terdiri dari 17.504 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dengan 5 pulau besar yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Banyaknya pulau dan provinsi di Indonesia menyebabkan heterogenitas agama, suku, dan budaya tidak bisa dihindari. Sayangnya, keragaman ini kerap kali memunculkan rasa primordialis dari suku atau golongan tertentu sehingga terjadi dominasi secara sadar maupun tidak sadar.
Salah satu contoh dominasi suku yang terjadi di Indonesia adalah Jawanisasi atau proses individu maupun etnis Jawa secara bertahap menjadi mayoritas melalui aspek budaya, bahasa, sosial maupun politik sehingga terjadi ketimpangan, khususnya pada masa pasca-kemerdekaan. Hal ini dapat dibuktikan dengan fakta bahwa presiden yang pernah memimpin Indonesia (kecuali B.J. Habibie) adalah orang Jawa.
Berawal dari perluasan Dinasti Syailendra pada abad ke-8 sampai abad ke-9 di Jawa Tengah yang diikuti dengan ekspansi Kerajaan Majapahit di abad ke-14, perkembangan suku Jawa terus berlanjut bahkan sampai hari ini.
Pada masa pasca-kemerdekaan, proses Jawanisasi yang cukup kental terjadi dibawah pemerintahan Orde Baru Soeharto (1966-1998). Lahir di Kemusuk, Bantul, Jawa Tengah, tidak hanya menjadikan Soeharto akrab dengan budaya Jawa, tetapi juga memahami dan berusaha mendalaminya.Â
Hal ini dibuktikan dengan penerbitan buku Soeharto yang berjudul Butir-Butir Budaya Jawa pada tahun 1987.
Dibawah kepemimpinan Soeharto, banyak aspek politik yang diatur dengan gaya Jawa seperti penggunaan istilah 'kabupaten' dan 'desa' secara nasional. Selain itu, pusat pemerintahan Indonesia yang terletak di pulau Jawa dan banyaknya posisi strategis (gubernur, bupati, petinggi militer, dan lainnya) yang diisi oleh orang-orang Jawa pilihan Soeharto juga menjadi faktor pendukung munculnya rasa superior dari suku Jawa atas suku lainnya.
Maka dari itu pada periode pasca-kemerdekaan, istilah Jawanisasi sering kali diartikan sebagai proses dominasi suku Jawa secara tidak proporsional dari elit pemerintahan.
Dalam kaitannya dengan Orientalisme, suku Jawa dapat dianalogikan sebagai masyarakat Barat sedangkan suku lainnya adalah masyarakat Timur. Orientalisme Barat sendiri melihat masyarakat Timur sebagai sekelompok orang irasional, tidak bermoral, jahat, dan bodoh. Sebaliknya, masyarakat Barat seperti Eropa dan Amerika dilihat sebagai kelompok orang yang rasional, bermoral, beradab dan 'normal'.
Dengan adanya pemahaman ini, sarjana Barat mewajarkan penjajahan yang dianggap sebagai proses civilization bagi masyarakat Timur. Tidak hanya membagi wilayah kekuasaan, tetapi penjajahan oleh Barat disertai dengan pemberian doktrin-doktrin intelektual maupun ideologis bagi Timur dengan harapan masyarakat Timur dapat menjadi 'manusiawi'.
Sama halnya dengan Soeharto, ia menjadikan ajaran Jawa yang dianutnya sebagai dasar kepemimpinan yang diterapkan secara nasional. Layaknya golongan kelas atas Jawa, Soeharto menjalankan masa kepemimpinannya dengan otoriter dan sewenang-wenang atau biasa disebut 'Mataramisasi'.
Namun, ada pandangan lain mengenai Orientalisme Barat terhadap Timur. Pemikiran ini muncul dari Edward Wadie Said, seorang akademisi, aktivis politik, sekaligus kritikus sastra keturunan Palestina-Amerika yang Said secara gamblang menyerukan pemenuhan hak politik rakyat Palestina demi menciptakan Palestina yang merdeka.