Mohon tunggu...
Anang Maulana
Anang Maulana Mohon Tunggu... -

saya suka prosa fiksi khususnya puisi,, menulis cerpen dan puisi keahlian baru di hidup saya,, namun itu suatu hal yang menarik.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pesan ( Akan Kuingat S'lalu )

14 Juni 2011   12:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:31 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suasana aneh menggelitik rasaku pagi ini. Di sebuah ruangan yang telah kudiami beberapa pekan yang lalu ini. Begitu jelas kudengar debur ombak yang menyapu butiran pasir pantai. Tatapan lekat menghampar ke ujung samudera Fasifik yang tertutup rimbun dedaunan cemara.Yang kulakukan pagi ini, tak seperti biasanya. Berdiri gontai diatas tumpuan kakiku yang rapuh. Walau harus menggunakan sepasang tongkat di kedua lenganku. Aku mencoba berdiri. Bersama pancaran cahaya matahari pagi, seolah merasuki diriku untuk menghadapi kehidupan yang teramat asing bagiku.

Ya, pagi ini akan kumulai dengan menyantap semangkuk sup yang di sajikan suster ke ruanganku. Sejak kejadian itu, peristiwa menggenaskan beberapa bulan lalu. Sebuah kecelakaan sepeda motor yang mengharuskan aku untuk dirawat. Kejadian yang hampir saja merenggut nyawaku. Dan sekarang, syarafku agak sedikit terganggu.

Entah kenapa aku bisa mengingat hampir semua yang kualami sebelumnya. Aku bisa mengingat siapa namaku dengan jelas, kejadian masa lalu yang terasa sangat pilu dan kelu untuk diingat.

***

“Dra, kamu harus berhenti minum! Itu gak baik buat kamu! Kamu gak bisa tumpahin kekesalanmu seperti ini” Bujuk Indah padaku yang sedang mabuk berat di sebuah Bar. Walau aku sedang mabuk, aku masih ingat sesosok perempuan yang selalu sabar mengingatkanku untuk berhenti menenggak minuman haram itu.

Ya, aku mulai minum semenjak kematian orang tuaku dua tahun yang lalu. Waktu itu, polisi menemukan bukti bahwa tali rem mobil mereka ada yang memotong. Sehingga saat menuruni jalanan antara Lembang-Ciater, mobil mereka menerobos jurang.

Aku shock, aku seolah kehilangan arah dalam hidupku. Dua orang yang sangat berarti dalam hidupku harus meninggalkanku.

***

Setelah dua tahun orangtuaku tiada, hanya Indah yang selalu menghiburku. Mengajariku bahwa hidup harus dijalani apapun keadaannya.Sejak saat itu, aku mulai dekat dengan Indah. Tak ada yang bisa menggantikan keberadaan Indah disisiku.

Sebagai seorang yang tidak mempunyai siapapun di dunia ini, aku sangat menjaga Indah. Dia cahayaku dalam kepekatan gelap hatiku. Setiap hari, panca inderaku tak luput dari apapun tentangnya. Hari berganti terus tanpa rasa gunda, akhirnya hubunganku dengan Indah telah mendapat persetujuan orangtuanya. Akupun bersyukur atas itu. Aku yang memimpin sebuah pabrik pengolahan teh Walini di Ciater, sangat mantap dalam memutuskan pinanganku pada Indah.

“Ndah, jika suatu hari nanti kita disatukan dalam ikatan tali yang sakral, apa kamu mau hidup denganku?” Pintaku pada Indah saat berada di kediaman keluarga Bapak Haryono – Kakek Indah.

Pada saat itu sedang berlangsung acara pesta khitanan salah satu cucu Bapak Haryono. Dengan sebuah anggukan lembut, Indah menerimaku dengan wajah merah meronanya. Betapa riang hariku saat itu. Lebih dari perasaan seseorang yang mendapat 7 Bidadari dari surga. Aku ingin rasanya beranjak untuk memebritahukan kepada semua keluarga Indah. Namun dengan meremas tanganku, Indah mengisyaratkan agar aku tidak segera menggembor-gemborkan kabar gembira itu. “Ndah ingin hari ini hanya kita yang tau Ndra.” Bisiknya malu-malu ditelingaku.

“Apapun untukmu sayangku, aku akan menahan kebahagiaan hari ini untuk kita nikmati berdua saja” Balas ku pada Indah yang diiringi cubitan manja darinya.

***

Akhirnya pesta pertunanganku akan dilaksanakan hari ini, hari dimana akan menjadi langkah awal hidupku dengan Indah. Aku tak sabar menunggu Indah untuk jadi milikku. Keluarga Indah semua berkumpul. Mereka juga menantikan hari ini.

Saudara ayahku ada yang datang untuk mewakili keluarga – Uwa Asep. Seorang purnawirawan TNI angkatan darat, adik dariayahku. Dia sangat bangga melihat keponakannya yang sukses dan sebentar lagi akan meminang gadis cantik. Indah.

Acara akan segera dimulai, aku bersiap dengan bermandikan keringat di tengah-tengah keluarga Indah, Uwa asep juga tentunya. Namun setelah beberapa menit kami menunggu Indah, kami dikejutkan oleh teriakan Indry, kakak Indah.

Aku dengan segera meloncat dari tengah-tengah keluarga Indah menuju ke asal suara Indry berteriak. Sesampainya di asal suara Indry, kamar Indah. Aku langsung gemetar, kupeluk Indah yang tergeletak dengan tubuh mengejang di tepian tempat tidur. Dengan sekuat tenaga, kularikan Indah ke Rumah Sakit.

***

Indah menderita kanker otak, sewaktu di SMA dulu dia pernah jatuh karena kejahilan teman sekelasnya sehingga ia terjatuh dari tangga dengan ketinggian 3 meter. Indah mengalami gangguan dengan syarafnya sehingga pada saat-saat tertentu ia bisa mengalami gerakan yang melemah dan akhirnya semua syaraf berkontarksi sehingga semua otot dan nadinya mengejang. Jika tidak mendapat pertolongan sesegera mungkin bisa mengakibatkan kematian bagi penderitanya. Itu informasi yang kudapat dari keluarga Indah. Sungguh seperti tersambar petir mendapat kabar bahwa Indah menderita kanker otak.

Aku sangat cemas menunggu proses operasi yang dilakukan oleh tim dokter Rumah Sakit Hassan Sadikin, Bandung. Apalagi setelah mengetahui bahwa Indah mengalami kanker otak.

Lampu ruang operasi akhirnya padam, setelah kurang lebih tujuh jam aku menunggu proses operasiIndah. Aku sangat cemas, bukan hanya aku, seluruh keluarga Indah juga sangat mengkhawatirkannya. Segera kuhampiri dokter yang keluar dari ruang operasi itu dengan harapan bahwa Indaha akan selamat. Namun kulihat raut wajahnya tidak menunjukkan harapanku.

“Operasi telah kami lakukan dengan sangat maksimal, namun saya sungguh minta maaf. Indah tidak bisa kami selamatkan. Tabahkan hati kalian, dan terima kenyataan ini. Kami sangat menyesal” ucap dokter dengan raut wajah yang menyiratkan penyesalan mendalam.

Dengan semua tenaga yang masih aku miliki, aku teriak sejadi-jadinya. Aku berlari memeluk tubuh Indah yang terbaring lemas. Tepatnya jasad Indah. Semua air mataku tumpah ruah di ruang operasi itu. Entah harus bagaimana lagi aku menjalani hidup tanpa kehadiran Indah.

***

Pagi itu, di pemakaman umum daerah Lembang Tengah. Indah akan di istirahatkan dengan tenang disana. Mataku masih sembab dan tak mampu lagi untuk meneteskan air mata. Berat rasanya melihat jasad Indah harus berbaring lemah di galian tanah pemakaman ini. Setelah semua pergi dari makam Indah, hanya tinggal aku dan Indry yang masih menatap kosong gundukan tanah di hadapan kami. Kami saling membisu. Berharap hal yang baru saja terjadi adalah mimpi yang tak kan pernah terjadi.

Aku mulai beranjak dari pemakaman ini. Lalu kupacu Yamaha R6 milikku melintasi kepadatan kota Lembang. Aku kalap, kupacu mesin tungganganku melebihi batas maksimal menuruni lembah Tangkuban Perahu. Aku tak bisa mengendalikan laju roda dua R6 saat melintasi tikungan tepat terjadinya kecelakaan orangtuaku dulu. Lalu semua gelap. Tiba-tiba ada cahaya putih tepat di depan wajahku. Aku tatap lekat-lekat cahaya itu. Setelah sekian lama aku menatapnya, ya. Aku menatap Indah berbalutkan kain putih dengan rambut indahnya yang tergerai bebas di tiup angin. Ketika aku berteriak memanggil namanya daningin ikut dengannya, ku cobamenjulurkan tangan ku untuk meraih tangannya. Namun Indah hanya menggeleng dan perlahan hilang dari pandanganku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun