Mohon tunggu...
maulinaamr19012001
maulinaamr19012001 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Muhammadiyah Malang Prodi Akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Money

Peran Prinsip Akuntabilitas dan Transparansi Akuntansi Sektor Publik pada Pengelolaan Dana Desa

20 November 2021   20:46 Diperbarui: 20 November 2021   22:23 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Akuntansi sektor publik merupakan salah satu mekanisme analisis akuntansi yang difungsikan untuk mengelola dana masyarakat pada lembaga negara atau departemen khusus dibawah lembaga tersebut. Seperti misalnya pada BUMD, BUMN, LSM, Pemerintah Daerah, atau dana untuk proyek kerjasama yang melibatkan sektor publik (Setyawati & Ferdinand, 2019). Pada akuntansi sektor publik, orientasinya tentu berbeda karena bertujuan untuk melayani kepentingan publik atau masyarakat dan mengedepankan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dan dari hal ini, faktor kepercayaan publik atau publik trust sangat diperlukan. Dan berkaitan dengan kepercayaan publik ini, terdapat prinsip-prinsip akuntansi sektor publik yang perlu dilaksanakan dan dipelihara dalam sebuah pengelolaan dana, yaitu prinsip akuntabilitas dan transparansi (Nurdarmasih & Atmadja, 2019).

Prinsip akuntabilitas berkaitan dengan pertanggung jawaban publik sementara transparansi merupakan keterbukaan. Dimana kedua prinsip ini kemudian secara simultan menjadi tolak ukur dalam membentuk kepercayaan publik masyarakat terkait dengan alokasi dana, anggaran, dan sebagainya (Saremi & Mohammadi, 2015). Pengelolaan dana desa sebagai salah satu contoh dari akuntansi sektor publik tentunya juga akan menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Namun yang menjadi permasalahan, sejauh apa prinsip tersebut dapat berperan dalam pengelolaan dana desa dan pembangunan yang terjadi di desa. Terlebih lagi apabila mempertimbangkan bahwa desa merupakan unit pemerintah yang secara langsung akan berhubungan dengan masyarakat dalam lingkup yang sempit pula.

Dana desa merupakan istilah anggaran APBN yang dialokasikan untuk keperluan pembangunan daerah (mulai dari tingkat I hingga tingkat desa yang paling rendah) dan tertuang didalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa (Simarmata & Magdalena, 2015). Dan biasanya, pengelolaan dana desa ini menjadi tanggung jawab dari aparatur desa tersebut untuk melakukan penganggaran dan pelaporan penggunaan dana. Yang selanjutnya akan dipertanggungjawabkan kepada pemerintah diatasnya (Kecamatan). Pengelolaan dana ini biasanya berkaitan dengan anggaran belanja yang bertujuan untuk pembangunan, pemberdayaan, dan juga kegiatan masyarakat. Yang berarti, setiap anggaran yang dikeluarkan dari pengelolaan dana ini bertujuan untuk kepentingan publik masyarakat desa sesuai dengan tujuan pelayanan publik itu sendiri. Dalam kata lain, pengelolaan dana desa berperan sebagai tolak ukur dalam melakukan pelayanan publik bagi masyarakat desa.

Pada dasarnya, dalam urusan yang melibatkan sebuah sistem, anggaran adalah hal yang diperlukan. Anggaran ini biasanya ditujukan untuk mengukur dan mengendalikan apa saja yang dibutuhkan sebuah sistem dan darimana saja pemasukan sistem tersebut, dan bagaimana sebuah sistem harus menyeimbangkan poin pengeluaran dan juga pendapatan didalam anggaran yang dimaksud (Sitepu, 2016). Dana desa juga seringkali menjadi agenda utama untuk memperbaiki kondisi ekonomi atau minimal mempertahankan kondisi ekonomi desa agar tidak terjadi defisit (Anugra et al., 2016). Sehingga secara tidak langsung, adanya dana desa termasuk kedalam salah satu bentuk atau instrument yang digunakan pemerintah desa dalam memberikan pelayanan publik bagi masyarakat desa. Yaitu semakin seimbang atau sinkron antara anggaran pendapatan dan anggaran belanja, maka semakin besar kesempatan dalam pemberian pelayanan publik yang baik dan sesuai dengan keinginan masyarakat. 

Namun terkadang terdapat kondisi-kondisi dimana keseimbangan ini tidak dapat tercapai. Berkaitan dengan fungsi menyeimbangkan pengeluaran dan pendapatan dalam anggaran, dana desa sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan juga konsumsi desa. Dimana kedua hal ini juga selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh faktor eksternal maupun internal. Yang berarti, setiap periode (baik tahun, semester, triwulan, dsb) tidak diketahui secara pasti standar keseimbangan didalam anggaran ini. Belum lagi apabila terdapat kondisi-kondisi krisis atau darurat yang seringkali membuat peningkatan dalam hal konsumsi dan pembelanjaan untuk mengatasi kriris pada sektor tertentu tersebut sehingga menyebabkan defisit pada dana desa.

Kondisi defisit akibat yang terjadi ini pada akhirnya sering membuat sektor lain atau mungkin aspek lain yang dianggarkan oleh pemerintah desa juga akhirnya akan mengalami penurunan. Dan sebagai hasil akhir, masyarakat sering melihat dari satu sisi tentang bagaimana kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah tersebut. Sehingga pada akhirnya prinsip akuntabilitas dan juga transparansi menjadi solusi guna bentuk pertanggung jawaban sekaligus sebagai 'barang bukti' bagi masyarakat akan anggaran yang dikonsumsi pemerintah desa terlebih pada kondisi krisis yang mengakibatkan defisit anggaran (Saremi & Mohammadi, 2015). Peran lain dari prinsip akuntabilitas dan transparansi adalah adanya kemungkinan pembangunan yang dapat diukur. Yaitu dengan mengetahui bagaimana alokasi anggaran dan pertanggung jawaban alokasi anggaran tersebut, maka dapat dilihat potensi dan juga tantangan dalam pembangunan khususnya yang berkaitan dengan finansial. Dengan adanya prinsip akuntabilitas dan transparansi ini, maka segala pengukuran dalam pembangunan tersebut dapat diketahui secara lebih maksimal lagi.

Prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dana desa pada dasarnya dapat berperan untuk menentukan tingkat pelayanan publik bagi masyarakat serta mengukur pembangunan. Namun perlu dperhatikan lagi beberapa hal karena argument tersebut juga tidak sepenuhnya benar. Terlabih lagi, masyarakat masih seringkali memiliki sikap bias yang mendominasi dalam menilai kinerja pemerintah desa dan pelaksana pelayan publik termasuk terkait pembangunan desa. Sehingga yang perlu menjadi PR bagi masyarakat adalah sikap kritis namun juga logis untuk menilai bentuk pelayanan publik dan pembangunan ini, serta bagi pemerintah desa maupun aparatur desa yang terlibat untuk selalu memaksimalkan penganggaran dan menjalankan pengelolaan dana berdasarkan prinsip akuntansi sektor publik yang tepat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun