Islam mengajarkan agar setiap manusia menyadari bahwa pemilik yang sebenarnya terhadap segala sesuatu yang dilangit maupun dimuka bumi, termasuk harta yang diperoleh oleh setiap manusia bahkan diri manusia itu sendiri adalah Allah SWT. Kepemilikan manusia terhadap harta bendanya hanya bersifat relatif, sebatas hak pakai. Hak pakai inipun harus sesuai dengan peraturan-Nya. Kelak setiap manusia akan diminta pertanggungjawabannya tentang pemakaian harta benda yang dititipkan oleh Allah itu telah sesuai atau tidak dengan petunjuk dan ketentuan-Nya. Semua harta benda telah diamanatkan Allah kepada manusia agar dijadikan sarana beribadah kepada-Nya. Di samping itu, selalu diingatkan Allah bahwa harta benda tidak hanya sebagai perhiasan hidup yang menyenangkan, tetapi juga sebagai pengujian keimanan dan ketakwaan seseorang keapadanya. (Sitepu, 2017.Hal.92)
Konsumsi merupakan bentuk kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan mereka baik berupa jasa maupun barang. Dalam konteks perekonomian konsumsi memiliki peranan yang sangat penting karena tidak ada kegiatan perekonomian tanpa melibatkan konsumsi. Karena semua kegiatan ekonomi memiliki tujuan akhir yakni untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Melihat kondisi konsumsi masyarakat yang sekarang semakin konsumtif sehingga tidak sesuai dengan konsumsi dalam islam. Dalam tulisan ini akan membahas pola perilaku konsumsi muslim. Aturan konsumsi dalam islam menganut sistem keseimbangan dalam berbagai aspek. Konsumsi masyarakat dalam islam akan dilarang jika mengganggu kemaslahatan seorang individu atau masyarakat. Di dalam konsumsi islam masyarakat dilarang untuk bersikap boros dan dikikir karena itu akan mengganggu kemaslahatan seorang muslim atau masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, islam mengajarkan kepada seorang muslim untuk bersikap sederhana dalam pemenuhan kebutuhannya. Dalam ekonomi konvensional, konsumsi diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan (utility). Konsumsi dalam Islam tidak hanya bertujuan mencari kepuasan fisik, tetapi lebih mempertimbangkan aspek mashlahah yang menjadi tujuan dari syariat Islam.
Perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu 1) Keadilan; 2) Kebersihan; 3) Kesederhanaan; 4) Kemurahan hati; 5) moralitas. Islam tidak pernah melupakan unsur materi dalam memakmurkan dan meningkatkan taraf hidup manusia. Kehidupan ekonomi yang baik adalah target yang perlu dicapai dalam kehidupan tapi bukanlah tujuan akhir. Kehidupan perekonomian yang mapan adalah sarana mencapai tujuan yang lebih besar dan berarti. (Sitepu, 2016:98)
     Sejumlah ekonom Muslim diantaranya adalah Zarqa, Monzer Kahf, M.M. Metwally, Fahim Khan, M.A. Manan, M.A Choudhury, Munawar Iqbal, Bnedjilali dan Al-Zamil dan Ausaf Ahmad telah berusaha memformulasikan fungsi konsumsi yang mencerminkan faktor-faktor tambahan ini meski tidak seluruhnya, mereka beranggapan bahwa tingkat harga saja tidaklah cukup untuk mengurangi tingkat konsumsi barang mewah yang dilakukan oleh orang-orang kaya. Diperlukan cara untuk mengubah sikap, selera dan preferensi, memberikan motivasi yang tepat, serta menciptakan lingkungan sosial yang memandang buruk konsumsi seperti itu. Disamping itu perlu pula untuk menyediakan sumber daya bagi penduduk miskin guna meningkatkan daya beli atas barang-barang dan jasajasa yang terkait dengan kebutuhan dasar. Hal inilah yang coba dipenuhi oleh paradigma relegius, khususnya Islam, dengan menekankan perubahan individu dan sosial melalui reformasi moral dan kelembagaan. (Furqon, tanpa tahun:10)
Adapun kegiatan konsumsi dalam islam adalah sebagai berikut :
1. Tidak berlebih-lebihan
Seorang dilarang berlebih-lebihan dalam mengkonsumsi atau memenuhi kebutuhan hidupnya. Berlebih-lebihan dilarang dalam islam karena itu mubazir sehingga islam lebih menekankan seorang muslim untuk mengkonsumsi atau memenuhi kebutuhannya sesuai apa yang ia butuhkan bukan apa yang ia inginkan.Â
2. Mengkonsumsi barang-barang yang halal
Islam mengajarkan manusia untuk senantiasa mengkonsumsi barang-barang yang halal. Karena barang yang halal tidak akan mengganggu kemaslahatan pengkonsumsinya. Dalam konsumsi islam memang sudah dilarang jika kegiatan konsumsi tersebut mengganggu kemaslahatan seorang individu atau masyarakat.Â
    Maka setiap muslim harus berhati-hati dalam mengkonsumsi, meskipun yang dikonsumsi adalah barang halal dan bersih dalam pandangan hukum Islam. Akan tetapi konsumen muslim tidak akan melakukan permintaan pada barang yang ada sama banyak (mengannggap semubarang sama penting) sehingga pendapatannya habis, tapi harus diingat bahwa manusia memiliki kebutuhan jangka pendek (dunia) dan jangka panjang (akhirat) yang sama penting dan harus dipenuhi. (Sitepu, 2016:100)
Norma dan etika dalam konsumsi muslim (Lutfi, 2019:68-70) :