Stres adalah aspek universal dalam kehidupan manusia. Tidak peduli seberapa seimbangnya kita berusaha menjalani hidup, stres selalu muncul sebagai tantangan yang harus dihadapi. Dalam ranah tantangan kehidupan, baik itu beban dari urusan profesional, keruwetan masalah keuangan, atau kompleksitas hubungan antarpribadi, respon fisik terhadap stres bisa beragam. Salah satu reaksi yang umum muncul ketika seseorang mengalami stres adalah keinginan untuk mencari kenyamanan, dan seringkali, kenyamanan tersebut dapat ditemukan dalam camilan lezat.
Sejak masa kanak-kanak, kita seringkali dihubungkan dengan camilan sebagai bentuk hadiah atau pelipur lara. Banyak dari kita mengingat bagaimana ibu kita memberi kita sepotong kue atau cokelat saat kita merasa kecewa atau stres. Namun, mengapa camilan menjadi pilihan yang begitu umum ketika kita menghadapi stres? Artikel ini akan menjelaskan hubungan rumit antara stres dan keinginan untuk menikmati camilan yang lezat, sambil juga menjelajahi faktor-faktor yang mendorong perilaku tersebut.
Respon Tubuh terhadap Stres
Untuk memahami mengapa stres seringkali mengarah pada kebiasaan ngemil, penting untuk memahami bagaimana tubuh kita merespons stres. Ketika kita merasa terancam atau tekanan, sistem saraf simpatis kita mengaktifkan respons "berjuang atau lari". Respon tubuh terhadap stres adalah manifestasi yang indah dari sifat bawaan tubuh, ditandai dengan peningkatan denyut jantung, pernapasan yang lebih cepat, dan pelepasan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin.
Saat respons ini terjadi, tubuh membutuhkan energi tambahan. Akibatnya, otak kita merasa lapar atau menginginkan makanan yang mengandung gula atau lemak. Makanan-makanan ini dianggap sebagai sumber energi yang cepat tersedia. Pikiran kita didorong oleh keinginan untuk ngemil ketika kita menemukan diri kita dalam tekanan, dan ini hanya salah satu motifnya. Otak sedang membutuhkan bahan bakar tambahan untuk menghadapi situasi yang menantang, oleh karena itu terjadi keinginan untuk mengambil sejumput camilan.
Namun, respons tubuh terhadap stres tidak selalu sejalan dengan kebutuhan fisik kita. Terkadang, stres dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam respons tubuh kita. Ketika seseorang mengalami stres yang parah, ada yang kehilangan nafsu makan, sementara yang lain merasa ingin makan berlebihan, terutama camilan tinggi gula dan lemak.
Hubungan Emosional dengan Camilan
Selain respon biologis tubuh terhadap stres, ada juga aspek emosional yang berperan dalam keinginan untuk ngemil. Stres seringkali memicu perasaan seperti kecemasan, kesedihan, atau kemarahan. Camilan dapat menjadi cara untuk mengatasi perasaan ini dan memberikan kenyamanan sementara.
Ketika kita menikmati camilan yang lezat, otak kita melepaskan senyawa tertentu yang dapat meningkatkan suasana hati kita. Sebagai contoh, cokelat terkenal mengandung phenylethylamine, senyawa yang dapat meningkatkan perasaan bahagia. Ini dapat membuat suasana hati kita merasa lebih baik dalam jangka pendek, meskipun efek ini bersifat sementara.
Namun, penting untuk diingat bahwa dampak-dampak ini bersifat sementara dan tidak akan mengatasi penyebab sebenarnya dari stres. Seiring berjalannya waktu, kebiasaan ngemil sebagai respons terhadap stres dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti penambahan berat badan, obesitas, dan masalah terkait makanan.
Asosiasi Positif dengan Camilan