Mohon tunggu...
Maulidya Nur Azizah
Maulidya Nur Azizah Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA HUKUM KELUARGA ISLAM UIN RADEN MAS SAID SURAKARTA

jangan cape untuk berbuat baik, krna tidak tahu kapan kebaikan itu berbalik ke dirimu.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hukum Perkawinan dan Keluarga

14 Maret 2024   20:16 Diperbarui: 14 Maret 2024   20:17 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

REVIEW BOOK "HUKUM PERKAWINAN DAN KELUARGA"

Penulis Dr. Dwi Atmako, S.H., M.H., Ahmad Baihaki, S.H.I., M.H

NAMA : Maulidya Nur Azizah

NIM/KELAS: 222121110/HKI4C

Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Abstract: 

Buku ini berjudul Hukum Perkawinan dan keluarga yang dirulis oleh Dr. Dwi Atmako, S.H., M.H., Ahmad Baihaki, S.H.I., M.H. Penerbit CV. Literasi Nusantara Abadi. Cetakan I: Oktober 2022. Buku ini tidak hanya menjelaskan Hukum dari segi islam saja Buku ini juga menjelaskan dari segi undang-undang yaitu UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan dibuku ini juga terdapat XIV BAB. Tujuan penelusian ini dibuat supaya mengerti atau mudah mengetahui ruang lingkup tentang Hukum perkawinan dan Keluarga secara jelas dan singkat.

Keywords: Perkawinan; perceraian; waris dan wasiat; Keluarga Sakinah.

Introduction

Salah satu peristiwa terindah dalam siklus hidup manusia adalah pernikahan.  Semua orang ingin menikah sekali dalam hidup karena momen perkawinan yang sakral. Kedua belah pihak harus mempertimbangkan secara fisik dan mental sebelum menikah. Dalam arti yang lebih luas, perkawinan adalah hubungan antara dua orang yang akan menikah dan dilindungi oleh hukum. Selain itu, perkawinan berbicara tentang menyatukan dua keluarga dari berbagai latar belakang. Selain agama, keluarga adalah lembaga sosial universal. Keluarga terdiri dari banga, negara, dan masyarakat kecil. Keluarga dan agama adalah kedua lembaga yang paling terpengaruh oleh arus globalisasi dan kehidupan modern. Dalam era globalisasi, masyarakat menjadi lebih materialistis dan individualistis, kontrol sosial semakin lemah, hubungan suami istri semakin merenggang, hubungan anak dengan orang tua semakin bergeser, dan kesakralan keluarga semakin menipis.Untuk memelihara, melindungi keluarga, dan meningkatkan kese- jahteraan serta kebahagiaan keluarga disusunlah undang-undang yang mengatur perkawinan dan keluarga yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Peraturan negara tersebut mengatur seluruh anggota masyarakat yang telah menginjak dewasa dan akan melangsungkan perkawinan.

Result and Discussion

BAB I KONSEP PERKAWINAN

Perkawinan atau pernikahan disebutkan dalam literatur fiqh Arab dengan dua kata, yaitu "nikah" dan "zawaj". Dan menurut para ahli Perkawinan adalah akad antara dua orang yaitu pria dan Wanita. Bagian 2 Kompendium Hukum Islam (KHI) menunjukkan bahwa pernikahan merupakan perjanjian yang sangat kuat (miitsaaqan 4 Hukum Perkawinan dan Keluarga ghaliizhan) untuk mematuhi perintah Allah Swt. dan melakukannya adalah sebuah ibadah.

Perkawinan dalam konsep Islam ialah kesepakatan yang kuat antara suami dan istri untuk menciptakan kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan keluarga yang penuh dengan cinta sebagaiamna cara yang diridhai Allah Swt. Hal-hal yang perlu diperhatikan masyarakat dalam perkawinan yaitu sebagai berikut:

  • Makna ikatan lahir batin
  • Antara laki-laki dan perempuan.
  • Suami dan istri membentuk keluarga yang Bahagia
  • Berdasarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dengan demikian, dapat diamati bahwa hukum perkawinan Islam bervariasi menurut alasannya. Oleh karena itu, para ulama telah mengelompokkan hukum perkawinan menjadi lima.

a. Wajib, bagi seseorang yang sudah cukup umur, mempunyai kemampuan memberi nafkah,

b. Sunnah, bagi seseorang yang mempunyai kemampuan memberi nafkah dan berkeinginan melangsungkan perkawinan meskipun mampu menahan nafsu dan tidak takut akan terjerumus ke dalam perzinaan.

c. Haram, bagi seseorang yang mempunyai maksud menyakiti hati suami/istri dan menyia-nyiakannya.

d. Mubah, bagi seseorang yang belum mampu memberi nafkah, sedangkan dirinya tidak mampu menahan nafsu dan khawatir terjatuh pada perbuatan zina.

e. Makruh, bagi seseorang yang belum sanggup memberikan nafkah, sedangkan ia mampu menahan nafsu yang mengarah pada perbuatan zina

Tujuan Pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam Bab II tentang Dasar-Dasar Perkawinan Pasal 3, tujuan perkawinan adalah mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahma.

Dalam hal ini, Al-Qu'ran terlebih dahulu telah mengulas beberapa tujuan perkawinan yang dapat dirangkum sebagaimana berikut: Untuk membentuk kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah termaktub dalam QS ar-Ruum [30]: 21, Untuk menjaga diri dari perbuatan zina terdapat pada QS Isra' [17]: 32, Untuk melaksanakan ibadah terdapat pada QS adz-Dzariyat [51]: 49.

Prinsip-Prinsip Perkawinan adalah dasar atau norma umum yang seharusnya dipegang sekaligus diamalkan oleh pasangan dalam menempuh bahtera rumah tangga menurut hukum Islam. Berkaitan dengan hal ini, terdapat beberapa ayat Al-Quran yang membahas prinsip-prinsip perkawinan, di antaranya QS al-Baqarah [2]: 187, 228, dan 233; QS an-Nisa' [4]: 9, 19, 32, dan 58; QS an-Nahl [16]: 90; serta QS at-Talak [65]: 7.

Adapun prinsip-prinsip perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu, suami istri harus saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

Dengan demikian, prinsip perkawinan menurut hukum Islam dan hukum perkawinan dapat dikatakan serasi dan tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Asas-asas hukum perkawinan yang bersumber dari Al-Qur'an dan al-Hadis serta kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Perkawinan dan Penciptaan Hukum Islam Nomor 1 Tahun 1974 meliputi tujuh asas hukum Taurat.

Asas-asas yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  • Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
  • Asas keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan dan harus dicatat oleh petugas yang berwenang.
  •  Asas monogami terbuka.
  • Asas calon suami dan istri yang telah matang jiwa dan raganya dapat melangsungkan perkawinan dengan tetap berpegang teguh pada tujuan perkawinan sehingga tidak berpikir pada perceraian.
  • Asas mempersulit terjadinya perceraian.
  • Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri baik dalam kehidupan rumah tangga maupun masyarakat.
  •  Asas pencatatan perkawinan.

Perwalian Seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan dan ia tidak berada di bawah kekuasaan orang tua maka ketika menikah ia berada di bawah kekuasaan wali. Dalam hal ini, wali yang ditunjuk bisa berdasarkan wasiat orang tua berupa wasiat tertulis maupun lisan. Dapat pula wali ditunjuk oleh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah karena kekuasaan kedua orang tua dicabut.

Pengesahan Perkawinan (Itsbat Nikah) Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah dapat mengesahkan perkawinan secara sukarela. Ini lebih dikenal sebagai itsbat nikah. Perkara jenis ini hanya terdiri dari pihak pemohon; tidak ada pihak lawan atau sengketa. Landasan yuridis atau dasar hukum itsbat nikah mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Akan tetapi pengaturannya belum rinci sehingga nuncul Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975. Dalam hal ini, Pasal 39 ayat 4 menyatakan bahwa keputusan (atau penetapan) Pengadilan Agama harus dibuat untuk membuktikan adanya nikah, talak, cerai, atau rujuk jika Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dapat membuat duplikat Akta Nikah karena catatan KUA rusak atau hilang atau karena alasan lain. Akan tetapi, ini berkaitan dengan perkawinan sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bukan perkawinan sesudahnya. Pada tahun 2006, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menetapkan bahwa "Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat peradilan agama."

Hikmah Perkawinan adalah kelangsungan hidup manusia yang terus berlanjut dari generasi ke generasi. Perkawinan mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang percintaan menurut asas tolong-menolong dan berkewajiban melaksanakan tugas-tugas dalam rumah tangga, seperti mengurus rumah tangga, membesarkan anak, dan menciptakan suasana keluarga yang menyenangkan, baik untuk kebaikan dunia dan akhirat.

BAB II HUKUM PERKAWINAN BERASARKAN PANDANGAN ISLAM

Hukum berdasarkan Al-Qur'an 

Islam terlebih dahulu mengatur hal-hal mengenai perkawinan sebelum adanya undang-undang perkawinan yang diberlakukan di Indonesia. Beberapa surah yang menjadi dasar hukum perkawinan dijelaskan sebagai berikut: QS ar-Rum [30]: 21 dan QS an-Nur [24]: 32. Kedua ayat tersebut membicarakan perkawinan sebagai sarana untuk mewujudkan kedamaian dan ketenteraman hidup serta menumbuhkan rasa kasih sayang, khususnya antara suami dan istri serta kalangan keluarga yang lebih luas. Selanjutnya, QS al-Baqarah [2]: 187, 222, dan 223.Ayat tersebut membahas tata cara berhubungan suami istri sebagaimana yang dikehendaki dalam Islam. QS an-Nisa [4]: 35, QS at-Thalaq [65]: 1, dan QS al-Baqarah [2]: 229---230.Aturan-aturan tentang penyelesaian kemelut rumah tangga dijelaskan secara rinci dalam ayat-ayat tersebut.

Hukum Perkawinan Berdasarkan Hadis

Pada dasarnya, Al-Qur'an memberikan aturan yang rinci tentang perkawinan; namun, hadis juga mengungkapkan beberapa aturan yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan dikuatkan olehnya. Oleh karena itu, setiap orang yang akan menikah harus memahami apa yang diatur oleh Al-Qur'an dan hadis agar mereka dapat mendirikan rumah tangga yang bahagia.

Diketahui, hukum perkawinan di dalam hadis membahas hal-hal yang berkenaan dengan:

  • Walimah
  • tata cara peminangan
  • saksi dan wali dalam akad nikah;
  • hak mengasuh anak apabila terjadi perceraian; dan
  • syarat yang disertakan dalam akad nikah

Hukum Perkawinan Berdasarkan Ijma' Ulama Fiqih

Ahli fiqh munakahat banyak berbicara tentang pernikahan berdasarkan Al-Qur'an dan Al-Hadis. Mereka juga menginterpretasikan dan menganalisis hal-hal yang menjadi dasar hukum fiqih di bidang pernikahan, yaitu hukum pernikahan Indonesia.

Kemudian dalam hal jumlah rukun nikah, masing-masing para ulama memiliki perbedaan pendapat. Imam malik mengatakan bahwa rukun nikah terdiri atas lima macam, yaitu: wali dari pihak perempuan, mahar (mas kawin), calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, dan sighat akad nikah. Imam Syafi'i menyatakan hal yang sama bahwa ada lima rukun nikah yang terdiri atas calon pengantin laki-laki, calon pengantin perempuan, wali, dua orang saksi, dan sighat akad nikah. Sementara menurut Ulama Hanafiyah, rukun nikah hanya terdiri atas ijab dan qabul (akad yang dilakukan oleh pihak wali perempuan dan calon pengantin laki-laki). Adapun bagi segolongan yang lain, rukun nikah hanya ada empat, yakni sighat (ijab qabul), calon pengantin perempuan, calon pengantin laki-laki, dan wali dari pihak calon pengantin perempuan.

Dengan demikian, dasar hukum perkawinan yang belum disinggung oleh Al-Qur'an dan sunnah ditetapkan para ahli melalui ijtihad. Beberapa persoalan yang dasar hukumnya ditentukan melalui ijtihad, seperti perkawinan wanita hamil karena zina, akibat pembatalan pertunangan, terhadap hadiah-hadiah pertunangan, dan sebagainya.

BAB III HUKUM PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

Perubahan Undang-Undang tentang Perkawinan

Sebelum Undang-Undang Perkawinan dinyatakan berlaku secara sah pada 1 Oktober 1975, hukum perkawinan di Indonesia diatur dalam berbagai macam peraturan hukum atau sistem hukum yang berlaku untuk berbagai golongan warga negara. Berbagai peraturan hukum perkawinan yang dimaksud dideskripsikan sebagaimana berikut.

  • Hukum perkawinan adat
  • Hanya orang Indonesia yang mengikuti aturan perkawinan adat. Perkawinan adalah masalah bagi seluruh keluarga bahkan masyarakat adat bukan hanya pasangan. Misalnya, pertunangan biasanya diperlukan untuk pernikahan konvensional. Jika pertunangan tidak dapat berlanjut ke jenjang perkawinan karena salah satu pihak mengakhiri hubungan, pelanggar berhak menuntut kembali harta benda dari pihak yang bersalah dan pemuka adat yang membuat perjanjian. Dalam masyarakat hukum adat berdasarkan kekerabatan, tujuan perkawinan adalah untuk menjaga dan meneruskan keturunan melalui garis ayah atau ibu untuk mencapai kebahagiaan Keluarga.
  • Hukum perkawinan Islam
  • Hukum perkawinan Islam ini tentu berlaku bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam. Prinsip-prinsip perkawinan Islam terkandung di dalam ajaran hukum Allah dan Sunnah-Nya. Sementara hal-hal mengenai penjelasan atau perincian lebih lanjut terhadap prinsip-prinsip tersebut termaktub dalam kitab-kitab fiqih munakahat karya para mujtahid terdahulu seperti fiqih munakahat karya Imam Syafi'i.
  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau BW) yang berlaku bagi orang-orang keturunan Eropa, Cina (Tionghoa), dan Timur Asing.
  • Hukum perkawinan menurut Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen (HOCI) yang berlaku bagi orang-orang Indonesia asli(Jawa, Minahasa, dan Ambon) yang beragama Kristen. Ordonansiini mulai diundangkan pada 15 Februari 1933.
  • Peraturan perkawinan campuran (Regeling op de Gemengde Huwelijken). Peraturan ini dibuat untuk mengatasi terjadinya perkawinan antara orang-orang yang tunduk pada hukum-hukum yang berlainan, seperti perkawinan antara orang Indonesia asli dengan orang Cina atau orang Eropa atau antara orang Indonesia yang berlainan agama ataupun berlainan asalnya. Peraturan ini mulai berlaku pada 29 Desember 1896 yang termuat dalam Staatsblad 1896 Nomor 158 serta telah mengalami beberapa perubahan.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Sebagai tanggapan atas tuntutan warga, Undang-Undang Perkawinan diberlakukan kepada seluruh warga negara Indonesia pada 2 Januari 1974. Dikenal bahwa tuntutan ini telah muncul sejak Kongres Perempuan Indonesia pertama pada tahun 1928, yang bertujuan untuk meningkatkan status perempuan dalam perkawinan. Kawin paksa, poligami, dan perceraian sewenang-wenang adalah masalah utama gerakan perempuan pada saat itu. Pada tahun 1958-1959 pemerintah mencoba membuat rancangan undang-undang (RUU) dimaksudkan agar indonesia tidak mengunakan Hukum warisan dari belanda, pada tahun 1973 pemerintah mengajukan kembali RUU melalui perbicaraan 4 tingkat.

Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki latar belakang yang berhubungan dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang telah mengeluarkan Putusan Nomor 22/PUU-XV/2017. Perubahan norma dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974  tentang Perkawinan ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan yakni 19 tahun. Batas umur yang ditetapkan ini dianggap telah siap jiwa dan raga manusia untuk melakukan perkawinan tanpa berpikir ke arah perceraian dan juga melahirkan keturunan yang sehat. Diharapkan dalam kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 tahun menjadi 19 tahun bagi wanita mampu menekan laju kelahiran, menurunkan risiko kematian ibu dan anak, serta dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak, termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan setinggi mungkin. Selain itu, pertimbangan serupa disebutkan bahwa menetapkan batas minimal usia perkawinan yang berbeda antara pria dan wanita juga menimbulkan diskriminasi dalam konteks pelaksanaan hak untuk membentuk keluarga sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945, serta diskriminasi dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak anak sebagaimana dijamin dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Karena usia perkawinan minimal wanita lebih rendah dibandingkan pria, wanita secara hukum memiliki kemampuan yang lebih besar untuk membentuk keluarga.

Faktor Penyebab Berubahnya Undang-Undang

Terdapat tiga landasan yang memengaruhi alasan dibentuknya UU Yaitu: landasan filosofis, sosiologis dan yuridis. Selain itu, alasan perubahan undang-undang ini adalah untuk menjaga kesehatan reproduksi pria dan wanita. Perilaku seks remaja sebelum menikah menyebabkan sebagian besar permohonan pernikahan dini atau pernikahan di bawah umur. Sebagian besar masyarakat melihat fenomena tersebut sebagai masalah sosial yang penting. Bagaimana pasangan berperilaku seksual menunjukkan seberapa permisif mereka. Sebenarnya, masalah ini terus meningkat setiap tahun.

BAB IV RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN BERDASARKAN PANDANGAN ISLAM

Rukun dan syarat Perkawinan menurut pandangan islam yaitu adanya Calon mempelai pria, calon mempelai Wanita, Wali, Saksi, dan ijab qobul.

Dasar Hukum Akad Nikah Akad nikah adalah perjanjian agama dan hukum yang sakral. Perkawinan bagi kedua insan adalah proses menciptakan kepercayaan dan menghilangkan emosional untuk mencapai tujuan perkawinan. Tiga hal menentukan akad nikah: al-Islam, al-ihsan, dan keyakinan atau keimanan.

Sah dan Batalnya Akad Nikah Sebagaimana disebutkan sebelumnya, syarat utama untuk perkawinan adalah persetujuan dan persetujuan antara wali calon mempelai wanita dan pria dalam suatu acara yang disebut akad nikah. Perjanjian pranikah dapat dibuat dalam bahasa apa pun asalkan kedua belah pihak memahaminya. Untuk menghindari akad yang memiliki konsekuensi hukum bagi pasangan, akad dianggap sah jika memenuhi syarat-syarat berikut.

  • Kedua belah pihak harus bertanggung jawab. Pernikahan batal jika salah satu pihak terganggu kesadaran atau masih di bawah umur.
  • Ijab qabul bersama. Artinya adalah bahwa ijab qabul tidak boleh diselingi dengan pernyataan lain
  • Ucapan qabul tidak boleh menyalahi ucapan ijab kecuali jika lebih baik daripada ucapan ijab sendiri, yang menunjukkan persetujuan yang lebih tegas.
  • Pihak-pihak yang melakukan akad harus dapat mendengarkan satu sama lain.
  • Dalam mengucapkan ijab qabul, pihak-pihak harus menggunakan kata-kata yang jelas dan dapat dipahami oleh masing-masing pihak.

Ijab kabul dianggap tidak sah apabila Jika ada kondisi antara pangilan penerima sehinnga akad nikah ditunda hinnga waktu tertentu.Apabila ucapan ijab diselinggi menangguhkan dengan waktu

Dispensasi Kawin dan Wali Ahdal Jika calon mempelai di bawah umur, mereka dapat mengajukan permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah untuk dilakukan kumulatif. Setelah mendengarkan keterangan orang tua, keluarga dekat, atau walinya, Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah akan memberikan izin untuk melangsungkan perkawinan. Orang tua calon mempelai, keluarga dekat, atau orang lain dapat menentang penetapan izin melangsungkan perkawinan di Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar'iyah jika mereka tidak puas dengan keputusan tersebut. Sedangkan Wali Ahdal tidak dapat menikahkan wanita yang telah baligh dan berakal dengan laki-laki yang dipilih wanita, meskipun masing-masing pihak ingin menikah. Menurut Peraturan Menteri Agama, wali adhal dapat menikahkan mempelai wanita yang berada di bawah perwaliannya jika mereka tidak bisa atau tidak mau menikah. Pada dasarnya, hanya wali aqrab atau orang-orang yang mewakilinya yang memiliki hak untuk menjadi wali perkawinan. Hanya wali aqrab yang dapat menikahkan wanita yang dalam perwaliannya dengan orang lain. Demikian pula, ia berhak untuk melarang seseorang kawin dengan orang lain karena alasan yang tidak dapat diterima. Misalnya, pria dianggap tidak sekelas, wanita dipinang orang lain, atau pria dianggap tidak tampan atau cacat.

BAB V SYARAT DAN TATA CARA PERKAWINAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

Dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dirincikan menjadi rukun dan syarat dalam perkawinan. Adapun rukun dari perkawinan yaitu pengantin laki-laki (suami), pengantin perempuan (istri), wali, dua orang saksi (laki-laki), serta ijab dan qabul (akad nikah). Rukun tersebut dijabarkan menjadi syarat-syarat sah dalam perkawinan, yaitu syarat adanya kedua mempelai, saksi, wali, mahar, dan akad. Syarat adanya kedua mempelai:

Calon mempelai laki-laki

Betul laki-laki

Beragama Islam

Baliq

Calon mempelai wanita

Tidak masa iddah

Tidak terdapat ikatan perkawinan

 Syarat Saksi dalam Perkawinan Saksi adalah seorang pria yang diminta untuk menyaksikan pernikahan seseorang. Saksi merupakan salah satu alat bukti yang dapat menghilangkan keraguan pihak ketiga, masyarakat, maupun beberapa lembaga atau badan. Saksi terdiri dari dua orang yang harus memenuhi kriteria tertentu untuk menjadi saksi. Kriteria tersebut yaitu: Islam,Berakal,Balig, dan Laki-laki.

Syarat Wali dalam Perkawinan Seorang wali dalam perkawinan diangkat bagi seorang perempuan yang mempunyai hak atau kekuasaan untuk melaksanakan perkawinan tersebut. Keberadaan wali dalam Islam dapat dilihat dari hadis Tirmidzi yang bunyinya "Setiap wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal." Adapun ketentuan wali yaitu: islam,balig,berakal sehat, laki-laki, adil. Pasal 19 hingga 23 dari Konstitusi Hukum Islam (KHI) juga mengatur masalah wali nikah. Wali nasab dan wali hakim adalah dua kategori wali nikah, menurut penjelasan. Wali yang dekat dengan mempelai wanita disebut wali nasab.

Syarat Mahar dalam Perkawinan Menjelaskan mengenai bentuk dan jumlah mahar yang di berikan dalam perkawinan dan berkaitan dengan perbedaan mahar antara masing masing mempelai. Syarat akad menjelaskan tentang bagian-bagian dalam melaksanakan ijab qabul.

BAB VI JENIS-JENIS PERKAWINAN

Nikah mut'ah adalah akad yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap wanita dengan memakai lafaz "tamattu, istimta" atau sejenisnya. Seluruh imam mazhab menetapkan bahwa nikah mut'ah adalah haram.Nikah Muhallil disebut dengan istilah kawin cinta buta, yaitu seorang laki-laki mengawini wanita yang telah ditalak 3 kali sehabis masa iddahnya. Setelah itu, ia menalaknya agar mantan suaminya yang pertama dapat menikah kembali dengan wanita tersebut. Nikah jenis ini hukumnya haram, bahkan termasuk dosa besar dan mungkar. Nikah siri adalah jenis pernikahan di mana laki-laki dan wanita menikah tanpa memberi tahu orang tua yang berhak menjadi wali. Di Indonesia, jenis pernikahan ini dikenal sebagai nikah yang dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat agama tetapi tidak didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kedua mempelai tidak akan menerima akta nikah agama. Walaupun nikah siri ini sah secara agama, tetapi secara administratif pernikahan tersebut tetap tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Nikah kontrak perbedaan nikah mut'ah terletak pada alasan di balik penggunaan lafaz yang sama saat menikah, seperti "aku menikahimu untuk satu bulan". Nikah mut'ah dilakukan untuk alasan darurat, seperti perjalanan jauh atau perang, tetapi nikah kontrak tidak memiliki alasan keterpaksaan atau darurat. Hukuman nikah kontrak ini adalah haram, dan perjanjian batal. Poliandri adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang perempuan kepada lebih dari seorang laki-laki. Hukum dari pernikahan jenis ini yaitu haram. Poligami adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki kepada lebih dari satu orang wanita. Islam memperbolehkan seorang laki-laki untuk menikah lebih dari sekali, tetapi dengan syarat laki-laki tersebut dapat berlaku adil bagi semua istri-istrinya. Isogami adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang wanita yang bertempat tinggal di wilayah yang sama, serta etnis dan kesukuannya sama. Isogami melarang bagi laki-laki atau wanita menikah dengan orang yang berbeda suku atau etnis. Eksogami adalah perkawinan yang dilakukan oleh laki-laki dan wanita yang memiliki perbedaan suku, etnis, dan tempat tingal. Monogami adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan wanita. Kawin paksa diartikan sebagai menikahkan seorang wanita atau lakilaki dengan cara dipaksa oleh orangtua atau walinya dengan pasangan pilihan walinya.

BAB VII PERJANJIAN DALAM PERKAWINAN

Perjanjian perkawinan adalah kesepakatan bersama yang dilakukan ketika calon suami dan calon istri menikah. Jika salah satu dari mereka gagal atau melanggarnya, keduanya dapat menuntut pembatalan pernikahan sebagai sanksi karena gagal melakukan kontrak pernikahan. Peraturan Hukum Perjanjian Perkawinan didalam Pasal 139 KUH Perdata dijelaskan bahwa dengan mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami istri tersebut berhak menyiapkan beberapa penyimpangan dari peraturan undang-undang sekitar persatuan harta kekayaan. Asalkan perjanjian tersebut tidak menyalahi tata susila yang baik atau tata tertib umum, macam-macam bentuk perjanjian perkawinan yang menyangkut mengenai harta yaitu sebagai berikut.Perjanjian perkawinan pemisahan harta kekayaan, Perjanjian perkawinan persatuan untung rugi.

BAB VIII HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI DALAM RUMAH TANGGA

Secara umum, ada dua jenis hak yang diperoleh istri dari suaminya, yaitu materi dan nonmateri.

  • Mahar, merupakan pemberian dari pengantin laki-laki kepada pengantin wanita dan diwajibkan oleh hukum. Bentuk dan jenis mahar tidak diatur dalam hukum perkawinan Islam.
  • Seorang istri berhak mendapatkan nafkah dari suaminya, bahkan nafkah istri lebih didahulukan sebelum anak-anak. Kebutuhan wanita yang dimaksud seperti makanan dan minuman, perumahan dan peralatan, obat-obatan, serta pelayan atau pembantu.

Kewajiban Istri

  • Menggauli suaminya secara layak sesuai dengan kodratnya.
  • Memberikan rasa tenang serta cinta dan kasih sayang dalam rumah tangga kepada suaminya.
  • Taat dan patuh kepada suaminya selama suaminya tidak menyuruh berbuat maksiat.

 

Hak Suami

Seorang suami memiliki hak yang merupakan kewajiban terhadap istrinya. Yang dimaksud dalam konteks ini adalah kewajiban istri untuk menaati suaminya. Pelestarian istri kepada suaminya adalah pelaksanaa hak suami terhadap istrinya. Ketika seorang wanita dan seorang laki-laki menikah, wanita itu memiliki hak dari laki-laki tersebut. Surga seorang istri ada di tangan seorang suami. Dari hak suami tersebut mengalir hak dan kewajiban lain. Misalnya, kewajiban istri untuk menghormati suaminya, menaati suaminya, dan menyerahkan dirinya sebagai kepala keluarga.

Kewajiban Suami

Merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki untuk menciptakan kehidupan rumah tangga yang rukun dan damai. Secara struktural, hal tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

  • Hak istri menerima mahar
  • Hak istri digauli dengan baik
  • Hak hadanah
  • Hak istri dalam masa iddah

BAB IX PUTUSNYA PERKAWINAN

Dasar hukum putusnya Perkawinan Putusnya hubungan perkawinan dengan perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan karena suami telah menyatakan talak terhadap istrinya perkawinan tersebut dilaksanakan menurut agama Islam. Talak terpisah ditujukan untuk suami yang menikah menurut Islam dan menceraikan istrinya.Putusnya sebuah pernikahan tentunya bukan tanpa alasan. Pastinya ada beberapa penyebab hancurnya sebuah pernikahan. Perceraian tidak boleh dilakukan hanya karena alasan yang tidak mendasar.

Pembatalan perkawinan tidak seharusnya dilaksanakan karena pembatalan perkawinan sama dengan perceraian, artinya memisahkan ikatan perkawinan yang telah sah menurut agama dan negara. Istilah pembatalan nikah tidak dikenal dalam Islam. Hukum Islam hanya mengenal istilah fasakh nikah merusak atau membatakan. Pembahasan tentang pembatalan perkawinan secara lengkap dan terperinci telah dijelaskan dalam Pasal 22 UU No. 1 tahun 1974. Dinyatakan dengan tegas bahwa "Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan"

Perceraian  

Alasan Perceraian yaitu: Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan, Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain. Salah satunya Prosedur perceraian adalah UU No. 1 tahun 1974 dan KHI, yang menetapkan prosedur perceraian yang harus diikuti oleh pasangan yang akan bercerai.

BAB X MACAM-MACAM PERCERAIAN 

  • Talak merupakan ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan
  • Faskh merupakan salah satu bentuk pemutusan hubungan pernikahan yang dapat digunakan oleh suami maupun istri untuk melakukan perceraian.
  • Ila' upaya pihak suami untuk bersumpah kepada pihak istri bahwa tidak akan lagi mencampuri.
  • Syiqaq dalah perceraian yang dimulai dengan pertengkaran terus-menerus antara suami dan istri.
  • Li'an ucapan tertentu yang digunakan untuk menuduh istri yang telah melakukan perbuatan mengotori dirinya (berzina) sehingga menjadi alasan suami untuk menolak anak.
  • Zhihar tidak termasuk dalam perbuatan talak atau cerai sebagaimana putusnya perceraian yang sudah dijelaskan sebelumnya
  • Taklik Talak berasal dari ucapan suami yang disampaikan (dibacakan) ketika selesai ijab qabul antara suami dengan wali dari istri saat akad nikah.

BAB XI HARTA BERSAMA DALAM RUMAH TANGGA

Harta bersama dalam perkawinan dapat diartikan sebagai harta milik bersama suami dan istri yang diperoleh oleh mereka berdua selama dalam perkawinan. Pembagian harta bersama tergantung pada kesepakatan suami dan istri. Kesepakatan tersebut dalam Al-Qur'an disebut dengan istilah Ash Shulhu, yaitu perjanjian untuk melakukan perdamaian antara kedua belah pihak setelah mereka berselisih. Harta bersama menurut Pasal 119 KUH Perdata pada pokoknya dikemukakan bahwa terhitung sejak saat perkawinan dilangsungkan.

BAB XII POSISI ANAK DALAM KELUARGA

Pemeliharaan dan Nafkah Anak Dalam Pasal 41 huruf a dan b dijelaskan bahwa nafkah merupakan kewajiban ayah, jika ayah tidak mampu maka ibu berkewajiban untuk memberi nafkah anak. Pada dasarnya, Pemeliharaan anak merupakan kepentingan pertumbuhan mental, fisik, dan spiritual anak. Oleh karena itu, ibu lebih layak dan berhak untuk memelihara anak di bawah usia dua belas tahun. Jika ibu dianggap tidak cakap atau berperilaku buruk yang menghambat pertumbuhan anak, anak tersebut dapat diberikan kepada ayahnya.

Pengangkatan Anak adalah pengangkatan anak yang mengakibatkan anak angkat keluar dari hubungan nasab ayah sendiri dan masuk ke dalam hubungan nasab ayah angkatnya. Adoption biasanya dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keturunan dalam perkawinannya. Anak angkat yang diadopsi memiliki hubungan dengan ayah angkat seperti anak kandungnya. Anak angkat dan ayah angkat memiliki hubungan waris. Hak anak angkat untuk mewarisi harta warisan ayah angkat sering berakibat terhalangnya hak waris keluarga asli dari ayah angkat. Pengangkatan anak dalam islam dipernolehkan dengan alas an pengangkataan anak itu untuk kepentingan dan kesejahteraan anak.

BAB XIII KELUARGA SAKINAH

Berdasarkan Hukum Islam Pengertian Keluarga Sakinah

Secara etimologis, Keluarga dapat diartikan sebagai unit terkecil dari masayarakat yang di dalamnya terdapat kepala rumah tangga dan beberapa orang lainnya hidup bersama di bawah satu atap dengan saling bergantung satu sama lain.Dalam literatur Arab, keluarga diistilahkan dengan al-ahl (jamaknya ahluna dan ahwal). menurut al-Khalil, ahl artinya seseorang yang berarti istrinya. Istilah ta'ahhul berarti menikah atau berkeluarga. Ahl juga berarti seseorang yang paling istimewa dalam urusannya. Sebagaimana ahl albait yang berarti para penghuni rumah dan ahl al-Islam yang berarti setiap orang yang memeluk agama Islam.

Tujuan Keluarga Sakinah

1. Menanamkan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.

2. Memberdayakan ekonomi umat .

3. Menurunkan tingkat perselisihan perkawinan dan perceraian.

4. Membina dan membangun silsilah sakinah.

5. Meningkatkan pembinaan persalinan sehat dan pemberian makan masyarakat.

6. Meningkatkan kesehatan keluarga, masyarakat, serta lingkungan melalui pendekatan agama.

7. Meningkatkan upaya penanggulangan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS.

8. Meningkatkan sikap hidup dan perilaku masyarakat.

Ciri-Ciri Keluarga Sakinah

  • Aspek lahiriah

            a. Tercukupi kebutuhan hidup atau kebutuhan ekonomi sehari-hari.

            b. Kebutuhan biologis antara suami dan istri tersalurkan dengan baik dan sehat.

            c. Mempunyai anak serta dapat membimbing dan mendidik.

            d. Terpeliharanya kesehatan setiap anggota keluarga.

e. Setiap anggota keluarga dapat melaksanakan fungsi dan peranannya dengan optimal.

  • Aspek batiniah (psikologis)

            a. Setiap anggota keluarga dapat merasakan ketenangan dan kedamaian

            b. Dapat menghadapi dan menyelesaikan masalah keluarga dengan baik.

            c. Terjalin hubungan yang penuh pengertian dan saling menghormati.

  • Aspek spiritual (keagamaan)

            a. Setiap anggota keluarga mempunyai dasar pengetahuan agama yang kuat.

            b. Meningkatkan ibadah kepada Allah Swt.

  • Aspek sosial

Aspek ini ditandai dengan keluarga yang dapat diterima, bergaul, dan berperan dalam lingkungan sosialnya dengan tetangga maupun dengan masyarakat luas.

Indikator Keluarga Sakinah

visi keluarga sakinah adalah kerja hati yang diikat terhadap pasangah hidup kita. Dalam menciptakannya dibutuhkan faktor-faktor berikut.

  • Perhatian Perhatian adalah tindakan merawat seluruh anggota keluarga sebagai landasan terpenting dari hubungan keluarga yang baik.
  • Pengetahuan Kebutuhan untuk memperluas pengetahuan tanpa henti untuk memperluas wawasan diperlukan untuk kehidupan keluarga yang hidup.
  • Pengenalan terhadap semua anggota keluarga Perkenalan diri dan anggota keluarga lainnya             bertujuan untuk memudahkan pemahaman
  • Sikap menerima Penerimaan berarti bahwa setiap anggota keluarga harus mendapat tempat dengan segala kelemahan dan kelebihannya.
  • Peningkatan usaha Setelah menerima keluarga secara apa adanya, penting untuk    meningkatkan upaya untuk mengembangkan secara optimal semua aspek yang diperlukan keluarga.
  • Penyesuaian harus selalu mengikuti setiap perubahan dari pihak orangtua maupun anak.

Keluarga Sakinah Berdasarkan Al-Qur'an

Ayat yang sangat populer didedikasikan sebagai dalil keluarga sakinah adalah QS ar-Rum [30]: 21, didalam islam sangat mementingkan perkembangan individu dan keluarga. Akhlak yang baik dalam setiap keluarga akan menciptakan masyarakat yang baik dan harmonis. Rumah disebut dengan maskan karena menjadi tempat untuk meraih ketenangan setelah sebelumnya penghuni di dalamnya bergerak, bahkan boleh jadi mengalami guncangan di luar rumah. Perkawinan sebagai perbuatan hukum antara suami istri tujuannya yaitu untuk membina keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa

Keluarga Sakinah Berdasarkan Hadis

klasifikasi keluarga sakinah adalah jika dalam kehidupan menunjukkan unsur-unsur berikut.

  • Faktor kesejahteraan jiwa
  • Faktor kesejahteraan fisik
  • Faktor pengeluaran dan pendapatan keluarga

secara umum faktor-faktor yang menyebabkan kesedihan antara lain sebagai berikut.

  • Watak yang keras
  • Perbuatan aniaya
  • Ucapan buruk

Berdasarkan Qira'ah Mubadalah

Pengertian Mubadalah kata mubadalah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari suku kata ba-da-la yang berarti mengganti, mengubah, dan menukar. Relasi pembahasan ini adalah suami istri dalam mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan penuh rahmat.

Keluarga Sakinah Berdasarkan Mubadalah

Terdapat empat pilar dalam mewujudkan keluarga sakinah, yaitu sebagai berikut.

  • Pernikahan adalah ikatan yang kuat (mitsaqan ghalizhan) yang harus dipelihara Bersama
  • Pernikahan adalah ikatan berpasangan (zawaj)
  • Segala perilaku dalam berkeluarga harus didasarkan pada kesalingan untuk kebaikan (mu'asyarah bil ma'ruf).
  • Pengelolaannya didasarkan pada kemauan bersama (taradhin) dan rembug bersama dalam musyawarah

Berdasarkan Kementerian Agama

Terdapat asas-asas yang berlaku dalam perkawinan, yaitu sebagai berikut.

  • Perkawinan bertujuan membentuk keluarga atau rumah tangga dan di lingkungan kekerabatannya yang rukun, damai, bahagia, dan kekal.
  • Perkawinan tidak sah dilaksanakan hanya menurut hukum agama dan kepercayaan, tetapi juga harus dapat pengakuan dari anggota kerabat lainnya
  • Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita yang kedudukannya masing-masing ditentukan hukum adat setempat.
  • Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orangtua dan anggota kerabat atau masyarakat adat.
  • Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau masih anak-anak (kawin gantung).
  • Perkawinan harus dengan izin orangtua, baik kawin gantung atau perkawinan yang sudah cukup umur.
  • Perceraian ada yang diperbolehkan dan ada yang tidak karena dapat membawa renggangnya hubungan kedua kelompok kekerabatan mereka.'

BAB XIV HUKUM WARIS DAN WASIAT

Konsep  Pengertian Waris

Bentuk jamaknya adalah mawarist yang berarti harta peninggalan orang meninggal yang akan dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya dari pihak keluarga. Ada beberapa istilah penting yang harus dipahami dalam kewarisan, yaitu sebagai berikut.

  • Waris, yaitu orang yang berhak menerima pusaka (peninggalan) orang yang telah meninggal.
  • Warisan, yaitu harta peninggalan, pusaka, dan surat wasiat.
  • Pewaris, yaitu orang yang memberi pusaka---orang yang meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta kekayaan, pusaka, maupun surat wasiat.
  • Ahli waris, yaitu sekalian orang yang menjadi waris atau orangorang yang berhak menerima harta peninggalan pewaris.
  • Mewarisi, yaitu mendapat harta pusaka. Biasanya segenap ahli waris adalah mewarisi harta peninggalan pewarisnya.
  • Proses pewarisan. Istilah ini mempunyai dua pengertian, yaitu berarti penerusan atau penunjukkan para waris ketika pewaris masih hidup; dan berarti pembagian harta warisan setelah pewaris meninggal.

Ahli fikih telah mendalami masalah-masalah yang berpautan dengan warisan, kemudian menjadikannya suatu ilmu yang berdiri sendiri dan menamakannya sebagai ilmu mawaris atau ilmu fara'idh. Adapun orang yang pandai dalam bidang ilmu tersebut dinamakan faaridi, fardii, faraaidli, firridl.

Dasar Hukum Waris

Dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Selanjutnya, dalam Pasal 36 undang-undang tersebut ditentukan mengenai harta bersama, suami istri dapat betindak atas persetujuan kedua belah pihak.

Konsep Wasiat

Pengertian Wasiat Istilah wasiat adalah hikmah, kesaktian magis, atau pesan terakhir orang yang meninggal dunia. wasiat adalah penghibahan benda, piutang, atau manfaat oleh seseorang kepada orang lain dengan ketentuan bahwa orang yang diberi wasiat memiliki hibah tersebut setelah kematian orang yang berwasiat

Hukum Wasiat

Hukum tersebut antara lain sebagai berikut.

  • Wasiat hukumnya wajib, jika seseorang menanggung kewajiban syar'i yang ia khawatirkan akan tersia-siakan apabila tidak diwasiatkan
  • Wasiat hukumnya sunah, jika dilakukan dalam ibadah-ibadah atau diberikan kepada karib kerabat yang miskin dan orang-orang miskin Hukum Perkawinan dan Keluarga yang saleh.
  • Wasiat hukumnya haram, jika menimbulkan kerugian bagi ahli waris.
  • Wasiat hukumnya makruh, jika harta orang yang berwasiat sedikit, sedangkan ia memiliki seorang ahli waris atau beberapa orang ahli waris yang membutuhkannya.
  • Wasiat hukumnya mubah, jika wasiat ditujukan kepada kerabat kerabat atau tetangga-tetangga yang penghidupan mereka sudah tidak kekurangan.

Rukun Wasiat 

Adapun rukun wasiat yaitu sebagai berikut.

  • Orang yang berwasiat (mushi), dengan syarat sebagai berikut.

                        a. Berakal sehat.

                        b. Balig.

                        c. Atas kehendak sendiri.

                        d. Harta yang sah atau miliknya sendiri.

  • Orang yang menerima wasiat (musha lahu), dengan syarat sebagai berikut.

                        a. Jelas identitasnya.

                        b. Harus ada ketika pembuatan pernyataan wasiat.

                        c. Cakap menjalankan tugas yang diberikan oleh pemberi wasiat.

  • Sesuatu yang diwasiatkan (musha bihi), dengan syarat sebagai berikut.

                        a. Milik pemberi wasiat.

                        b. Sudah berwujud.

                        c. Dapat dimiliki.

                        d. Tidak melebihi 1/3.

                        e. Sighat wasiat dengan syarat.

f. Kalimat yang dapat memberi pengertian wasiat dan disaksikan oleh saksi yang adil atau pejabat (notaris)

Konsep Wasiat Wajibah

Wasiat wajibah adalah wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau tidak bergantung pada kemauan atau kehendak yang meninggal dunia. Wasiat wajibah juga dapat diartikan sebagai suatu pemberian yang wajib kepada ahli waris atau kaum keluarga, terutama cucu yang terhalang dari menerima harta warisan karena ibu atau ayah mereka meninggal sebelum kakek atau nenek mereka meninggal atau meninggal bersamaan.

Yurisprudensi Tentang Waris Bagi Nonmuslim

Yurisprudensi dijadikan sebagai pedoman untuk hakim memutus suatu perkara. Berikut beberapa Putusan Mahkamah Agung.

1. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 368.K/AG/1995.

2. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 51.K/AG/1999 tanggal 29 September 1999.

3. Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 16.K/AG/2010.

4. Putusan Kasasi Nomor 721 K/AG/2015

Kesimpulan

Perkawinan adalah perjanjian suci yang membentuk keluarga anatar seorang laki-laki dan seorang Perempuan. Perkawinan terlaksana karena adanya religious, artinya aspek keagamaan menjadi dasar pokok dalamkehidupan rumah tangga. Dasar perkawinan terdapat 3 keutuhan yang perlu dimiliki setiap orang yang akan melakukan pernikahan, yakni iman, islam, dan Ikhlas. Dan juga pernikahan ini bisa menyatukan dua keluarga dari latar belakang yang berbeda 

Oleh karena itu, untuk menghindari perceraian dan untuk membangun keluarga yang sakinah serta ada undang-undang yang mengatur perkawinan karna itu kita harus mempertimbangkan dengan cermat dalam memilih pasangan dan dalam memutuskan untuk menikah agar tidak ada perceraian dikemudian hari.

Inspirasi 

Mampu memahami konsep-konsep hukum keluarga islam dengan mengimplementasikan setiap askpek dan hikmah yang dapat dipelajari dan menerapkan dikehidupan sehari-hari. Dan menjadikan hukum keluarga

Bibliography

Dr. Dwi Atmoko, S.H., M.H. Ahmad Baihaki, S.H.,M.H. Hukum Perkawinan dan Keluarga, Kota Malang CV. Literasi Nusantara Abadi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun