NAMA KELOPOK :Â
- Julianda_222121098
- Maulidya Nur A_222121110
- Ratu Bilqies Natasya Alsyawa_222121119
1. Mengapa Perkawinan wanita hamil terjadi dalam masyarakat ?
Kondisi hamil diluar nikah disebabkan karna maraknya pergaulan bebas, tipisnya keimanan, maupun gaya pacaran anak zaman sekarang yang semakin brutal dan tidak beraturan. Diera sekarang pernikahan wanita hamil sudah bisa ditemui banyak di lingkungan masyarakat. Bahkan banyak remaja bahkan anak usia dini pengajukan dispensasi nikah hanya karena hamil duluan atau hamil diluar nikah. kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pernikahan wanita dalam keadaan hamil banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.Â
2. Apa yang menjadi penyebab terjadi perkawinan wanita Hamil ?
Banyaknya kasus pernikahan hamil di luar nikah salah satunya kasusnya di kota bekasi, Jawa Barat . Humas Pengadilan Agama Bekasi, Uman, mengatakan, total sebanyak 14 kasus terhitung sejak Januari hingga April 2023.Â
Alasan pengajuan dispensasi kawin lanjut Uman beragam, ada yang dikarenakan faktor ekonomi, dijodohkan hingga hamil di luar nikah. "Ada (faktor hamil di luar nikah, dijodohkan, ekonomi), tapi pengadilan melihatnya tentang kelayakannya untuk berumahtangga,"
3. Bagaimana argument pandangan para ulama tentang tentang perkawinan Wanita hamil ?Â
Sebagian ulama mengatakan tidak dibenarkan (haram) menikahi wanita dalam keadaan hamil karena ada ayat Al-Quran yang sudah jelas menerangkan hukumnya serta beberapa pendapat ulama mazhab. Dalam perspektif Mazhab Hanafi, Maliki, Shafi'i, dan Hanbali.
-  Mazhab Hanafi, dikenal dengan pendekatannya yang rasional dan fleksibel. Dalam konteks perkawinan wanita hamil, Hanafi menekankan maslahah (kepentingan umum) dan maqashid al-shariah (tujuan syariah). Pemahaman ini memungkinkan penyesuaian hukum terhadap keadaan khusus, seperti perkawinan wanita hamil, dengan memperhatikan kepentingan dan kehormatan individu. Prinsip-prinsip ini dapat membuka jalan bagi pendekatan yang lebih inklusif terhadap perkawinan dalam kondisi tersebut.Â
- Mazhab Maliki, yang cenderung mengakomodasi hukum adat dan kebiasaan setempat, dapat memberikan pandangan yang lebih kontekstual terkait perkawinan wanita hamil. Dengan mempertimbangkan normanorma lokal, Maliki dapat menawarkan solusi yang lebih sesuai dengan realitas sosial dan budaya, sambil tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar Islam.
- Mazhab Shafi'i, yang berbasis pada nash (teks hukum) dari AlQur'an dan Hadis, memberikan dasar yang kokoh untuk menghadapi perkawinan wanita hamil. Pemahaman yang cermat terhadap ajaran agama memungkinkan Mazhab Shafi'i untuk menentukan hak dan kewajiban secara spesifik, termasuk perlindungan terhadap hak-hak wanita hamil dan hak anak yang akan lahir.Â
- Mazhab Hanbali ,yang cenderung memiliki pendekatan konservatif, menetapkan aturan yang ketat dalam perkawinan. Meskipun demikian, Hanbali juga memberikan ruang bagi kebijaksanaan hukum dalam menghadapi situasi tidak lazim. Hal ini membuka kemungkinan interpretasi dan aplikasi hukum yang lebih kontekstual terkait perkawinan wanita hamil.Â
4. Bagaiamana tinjauan secara sosioligis, religious, dan yuridis perkawinanan Wanita hamil ?Â
Tinjauan secara sosiologis, religius, dan yuridis pernikahan wanita hamil melibatkan beberapa aspek:
Sosiologis:Â Pernikahan wanita hamil dapat dilihat sebagai refleksi dari norma-norma sosial dalam masyarakat tertentu. Dalam beberapa budaya, pernikahan ini mungkin dianggap sebagai upaya untuk menghindari stigma atau untuk memastikan perlindungan sosial bagi wanita dan anak yang belum lahir. Namun, dalam konteks lain, hal ini dapat dianggap sebagai tindakan yang dipandang negatif atau sebagai tindakan yang mengesampingkan pentingnya persetujuan dan komitmen yang lebih mendalam dalam hubungan.
Religius:Â Perspektif agama juga memainkan peran penting dalam menilai pernikahan wanita hamil. Berbagai agama memiliki pandangan yang berbeda terkait pernikahan di luar perkawinan atau di tengah-tengah kehamilan. Beberapa agama mungkin melarang pernikahan semacam itu sementara yang lain mungkin memberikan pemahaman atau pengecualian tertentu.
Yuridis:Â Secara yuridis, pernikahan wanita hamil dapat memiliki implikasi hukum yang berbeda-beda tergantung pada yurisdiksi masing-masing. Beberapa negara mungkin memiliki undang-undang yang mengatur pernikahan dalam situasi seperti ini, termasuk persyaratan khusus atau pembatasan terkait usia atau persetujuan.
Penting untuk diingat bahwa perspektif-perspektif ini dapat sangat bervariasi tergantung pada budaya, agama, dan konteks hukum masing-masing. Pemahaman yang komprehensif terhadap tinjauan ini memerlukan penelitian yang cermat dan pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor sosial, agama, dan hukum yang terlibat.
5. Apa yang seharusnya dilakukan oleh generasi muda atau pasangan muda dalam membangun keluarga yang sesuai dengan religius dan hukum agama islam ?Â
Niat yang Murni:Â Mulailah dengan niat yang tulus dan murni untuk membangun keluarga yang kuat dan bahagia dalam kerangka ajaran Islam.
Menikah secara Sah: Menjalani pernikahan secara sah dan sesuai dengan aturan Islam, termasuk persetujuan dari kedua belah pihak dan disaksikan oleh saksi yang sah.
Pemahaman akan Kewajiban dan Hak: Pelajari kewajiban dan hak masing-masing pasangan dalam pernikahan menurut ajaran Islam. Ini termasuk kewajiban saling mendukung, saling menghormati, dan saling merawat.
Pelaksanaan Ibadah:Â Selalu melaksanakan ibadah secara rutin, termasuk shalat, puasa, dan berdzikir bersama-sama sebagai pasangan dan keluarga.
Komunikasi yang Baik:Â Bangunlah komunikasi yang baik antara suami dan istri dalam segala hal, termasuk pembahasan mengenai keputusan keluarga, keuangan, dan pendidikan anak-anak.
Pendidikan Agama dan Moral: Memberikan pendidikan agama dan moral kepada anak-anak secara aktif sesuai dengan ajaran Islam.
Pengelolaan Keuangan: Mengelola keuangan keluarga dengan bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, termasuk menabung, bersedekah, dan menghindari riba.
Perhatian pada Kesehatan Mental dan Emosional: Memperhatikan kesehatan mental dan emosional pasangan dan anak-anak, serta mencari bantuan profesional jika diperlukan.
Mematuhi Hukum Islam tentang Waris: Memastikan bahwa penyelesaian waris diatur sesuai dengan hukum Islam untuk melindungi hak-hak keluarga yang ditinggalkan.
Berpegang pada Nilai-nilai Moral dan Etika: Menanamkan nilai-nilai moral dan etika Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti kejujuran, toleransi, dan kasih sayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H