Kerja Sosial. Dua kata yang memang tidak asing lagi di telinga kita. Dua kata yang sederhana, namun memiliki arti yang luar biasa. Sebuah pengabdian yang ikhlas kepada masyarakat untuk berbagi kasih.
"Teknik itu konkret", kalimat yang sering saya dengar sejak pertama kali saya menginjakkan kaki di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kali ini saya percaya kalimat itu benar adanya. Kersos merupakan proker tahunan BEM FTUI di mana ini merupakan ajang untuk menyatu se-teknik dan mengamalkan ilmu yang telah didapat selama kuliah. Kali ini, kersos mengambil lokasi di Desa Kiara Sari, Gunung Leutik, Bogor. Perjalanan ke sana menghabiskan waktu 5-6 jam dengan menggunakan tronton. Sungguh perjalanan yang melelahkan. Sesampainya disana, matahari telah kembali ke peraduannya, malam sudah pekat. Riri (Arsitektur'11), Icha (Bioproses'11), Anifah (Teknik Kimia'11), dan Aini (Teknik Elektro '11) adalah teman serumah saya selama kersos ini. Tak ketinggalan, kak Putri (Metalurgi'10) selaku mentor kami. Kami tinggal di sebuah rumah panggung sederhana milik Ibu Uju. Sebuah keluarga yang sangat sederhana.
Ada 2 proyek besar dalam kersos ini, proyek fisik dan proyek non-fisik. Proyek fisik meliputi pembangunan madrasah, renovasi jembatan, MCK, dan instalasi air bersih. Proyek non-fisik meliputi workshop pendidikan, penyuluhan kesehatan, dan acara rakyat. Yang menarik disini adalah setiap sorenya panitia pasti mengadakan acara rakyat seperti, panjat pinang dan tarung guling. Satu hal yang sangat membuat saya merindukan kersos adalah saat dimana ada pemutaran layar tancep. Menonton Shaolin Soccer di bawah langit yang bertaburan bintang-bintang yang berkilauan sungguh pengalaman yang WOW!
Disadari atau tidak disadari, hadiah utama dari kersos ini adalah sebuah pengalaman berharga akan kebersamaan bersama warga desa Kiara Sari dan warga teknik tentunya. Kehidupan desa yang sederhana membuat saya semakin bersyukur atas semua rezeki yang telah diberikan-Nya. Canda tawa anak-anak yang lepas membuat saya tersadar untuk menjalani kehidupan ini dengan hati gembira. Saya malu jika mengingat betapa seringnya saya mengeluh akan kehidupan ini. Saya bangga melihat anak-anak desa ini yang mempunyai semangat untuk menuntut ilmu walaupun harus menempuh jarak berkilo-kilo meter jauhnya. Malu, jika kita yang lebih tua dari mereka justru tidak memiliki semangat seperti mereka. Malu, jika mereka dengan segala keterbatasan yang ada justru lebih ingin menuntut ilmu yang banyak ketimbang warga kota yang segalanya serba ada. Sungguh, kersos mengajarkan saya banyak hal. Berbagi kasih, beragam kisah, bukanlah omong kosong belaka. Itu sebuah realita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H