Mohon tunggu...
MAULIDYA DWI PUSPITA NINGRUM
MAULIDYA DWI PUSPITA NINGRUM Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Dengan nama lengkap Maulidya Dwi Puspita Ningrum, kerap dipanggil Maulidya. Memiliki hobi mendengar musik, membaca au/pov di twitter dan menyanyi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Keturunan

12 November 2024   07:52 Diperbarui: 12 November 2024   08:05 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senyap. Keduanya hanya saling menatap. Tidak ada yang memulai pembicaraan kembali. Entahlah, Eli tidak merasa bersalah, tapi Ibu juga tidak bisa disalahkan. Ibu memijat alisnya yang telah lama menyudut. Berbalik dan mengatakan hal.

"Bicarakan dengan Ayahmu. Maafkan Ibu apabila terlalu menuntut seumur hidupmu ini. Ibu istirahat, susunya jangan lupa diminum"

Dada Eli berdegup kencang, itu saja? Apakah hanya itu yang dilontarkan Ibu?. Baik, kesimpulan yang tidak akan merubah pikirannya. Ia tak akan meneruskan keturunan ini. Seberapa keras Ayah Ibunya memaksa. Untuk keputusan yang terakhir ini, ia usahakan untuk tetap berada di tangannya sendiri.

"Ayah? Ayah, Ayah, Ayah. Mengapa selalu Ayah yang memutuskan? Semua saja Ibu kerahkan pada Ayah. Apa Ibu tidak bisa melontarkan alasan?" bergetar, suaranya gentir. Antara amarah dan rasa bimbang Eli tercampur aduk.

Memang selalu ini yang terjadi pada akhir kiannya perdebatan. Ini juga bukan kali pertamanya Elia berkutat karna muak dituntut kedua orangtuanya. Naasnya tetap saja, ia selalu kalah, seberapapun ngotot nada bicaranya. Ayah, sosok yang sulit untuk ditoleran gugatannya. Tapi kini Elia sudah 18 tahun, ia bukan anak kecil yang bisa meng-iyakan semuanya lagi.

"Yakinkan Ayahmu dengan lelah pikiranmu itu. Yakinkan Ayahmu dengan gugatan-gugatan lidahmu itu. Yakinkan dia, yakinkan. Sedari dulu Ibu juga bersikeras untuk menyuarakan sindiran-sindiran halusmu. Kamu pikir Ibu tidak paham? Ibu sangat paham, Eli. Tapi semua cemooh-an Ibu tidak bisa memutar balik keadaan secara drastis. Kamu anak tunggal, kamu satu-satunya harapan kita" sanggah Ibu dengan nada suaranya yang semakin meningkat. 

Ibu juga menangis, melihat mata Eli yang layu penuh sendu, bagaimana ia akan tega putrinya dalam keadaan demikian?

"Aku harus apa, Bu? Aku harus apa? Apa aku benar-benar tidak memiliki harapan untuk sekedar memilih cita-citaku sendiri? Apa memang tidak ada hak? Apa semuanya harus berakhir dalam keputusan kalian berdua? Eli juga punya harapan, Bu" nafasnya mulai tercekik sendiri. Semakin terbata-bata Eliana berbicara. Menunduk, sesekali melihat seonggok tubuh memegang pintu kamarnya itu. Matanya terlihat miris.

Tring...
Tring...
Tring...
 
Denging suara mengisi tegangnya suasana. Terus berbunyi, tak segera diam. Bunyi berisik itu berasal dari benda pipih di meja belajar. Rupanya alarm yang disetting Elia untuk selesainya jam belajar. Niatnya untuk bergegas tidur, tapi takdir mengalihkan rencananya. Mendengar akan itu, Eli dengan cepat menekan tombol "Matikan"

"Berapa jam lagi aku harus menunggu Ayah? Ini sudah tengah malam, besok banyak kepentingan pula di sekolah" sekitar 2 menit setelahnya, kalimat itu dilontarkan Elia. Ia sudah tidak memiliki tenaga untuk berdebat. Dengan Ibunya saja sudah selelah ini. Bagaimana dengan Ayahnya yang egois itu?

"Tidurlah, kamu perlu istirahat untuk besok. Perihal berbicara dengan Ayahmu, lakukan di akhir pekan saja. Ibu yakin kalian akan memakan banyak waktu. Satu hingga dua jam tidak akan cukup. Nanti setelah Ayahmu pulang dari rumah sakit akan Ibu sampaikan sedikit demi sedikit" nada bicaranya menurun. Ibu merasa lebih tenang karna Elia tidak sememberontak seperti tadi. Ibu juga merasa putrinya akan kelelahan jika perbincangan ini tidak berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun