Mohon tunggu...
Maulidina Yulis Rohimah
Maulidina Yulis Rohimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hobi saya bermain catur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Kesehatan Mental Remaja pada Pandemi (Covid-19)

4 Desember 2023   20:31 Diperbarui: 4 Desember 2023   20:35 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

        Pandemi penyakit virus corona (COVID-19) telah menjadi masalah  kesehatan mental bagi remaja yang belajar secara online selama pandemi ini. Sebab, pembelajaran memiliki banyak komponen dan tantangan. Kondisi ini menimbulkan konflik  dan tekanan batin pada remaja serta berdampak pada kesehatan mentalnya. Pembelajaran daring saat ini menjadi solusi di masa pandemi COVID-19, namun dalam pelaksanaannya terdapat kendala dan kekurangan. Pembelajaran online terkadang terasa membosankan karena perkuliahan  terlalu monoton, nada suara yang tidak bervariasi, dan tidak dapat berinteraksi  langsung dengan teman atau instruktur. Kesepian berdampak pada rasa bosan saat belajar. Kebosanan dalam belajar muncul dari adanya kebutuhan peserta didik untuk selalu mematuhi aturan-aturan tugas yang diberikan. Kebosanan belajar juga terjadi ketika siswa terus melakukan aktivitas yang  sama hari demi hari. Kebosanan pada saat belajar ini mempunyai dampak yang cukup besar terhadap kelangsungan pembelajaran peserta didik. Beberapa perilaku orang yang sedang bosan antara lain mudah marah, mudah sakit hati, dan mudah tersinggung.

       Selain itu, dampak yang paling berbahaya adalah  anak terkena kekerasan verbal dari orang tuanya  di rumah. Contoh spesifik kekerasan psikologis terhadap anak antara lain adalah penurunan kemampuan belajar anak  dan penerapan pola disiplin yang tidak tepat seperti pemberian hukuman dan sanksi yang diyakini orang tua justru akan meningkatkan semangat  anak. Sebagian besar remaja merasakan perubahan yang terjadi selama pandemi COVID-19, dan sebagian kecil merasa tidak aman atau meragukan keberadaan virus corona. Secara umum, kurangnya pemahaman dan informasi tentang COVID-19 membuat remaja merasa stres dan cemas terhadap perubahan yang akan datang. Ketakutan akan pandemi ini menyebabkan generasi muda mengubah kebiasaan belanja sehari-hari mereka. Meski sebagian besar remaja percaya akan adanya virus corona, namun  adaptasi terhadap tatanan kehidupan baru belum sepenuhnya terlaksana. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kesadaran di kalangan remaja untuk menyampaikan informasi yang benar tentang virus corona, memperkuat penerapan protokol kesehatan, dan terus beradaptasi dengan kebiasaan baru. Pendidikan dan konseling gizi harus diberikan kepada remaja untuk meningkatkan pemahaman tentang manfaat pola makan seimbang terhadap sistem kekebalan tubuh. Nasihat mengenai cara menangani virus corona perlu dibagikan kepada teman sebaya agar lebih dapat diterima oleh generasi muda.

          Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Rentang usia  remaja dibagi menjadi tiga kelompok umur: remaja awal, 12 sampai 15 tahun seseorang meninggalkan perannya sebagai seorang anak dan mulai berusaha untuk berkembang sebagai individu unik yang tidak bergantung pada orang tuanya.  Fokus tahap ini adalah penerimaan bentuk dan kondisi fisik, serta identifikasi yang kuat dengan teman sebaya, Masa remaja pertengahan, antara usia 15 dan 18 tahun berkembangnya keterampilan berpikir baru. Teman sebaya masih memainkan peran penting, namun individu kini lebih mampu melakukan inisiatif mereka sendiri. Selama periode ini, generasi muda menjadi dewasa secara perilaku, belajar mengendalikan dorongan hati, dan mengambil keputusan pertama tentang tujuan karir yang ingin mereka capai. Selain itu, penerimaan terhadap lawan jenis penting bagi individu dan remaja berusia antara 18 dan 21 tahun, karena ini adalah masa persiapan akhir untuk  peran mereka sebagai orang dewasa. Selama periode ini, kaum muda memantapkan tujuan profesional mereka dan berupaya membangun identitas pribadi mereka. Perubahan yang dialami remaja meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.

         Secara kognitif, anak mulai berpikir abstrak pada masa remaja. Pada titik ini, remaja mulai menjauhkan diri secara emosional dari orang tuanya untuk menerima peran sosial barunya sebagai orang dewasa. Menurut Piaget, remaja mencapai tingkat perkembangan kognitif tertinggi dalam aktivitas formal dimana mereka memperoleh keterampilan berpikir abstrak. Perkembangan ini biasanya dimulai sekitar usia 11 tahun, ketika anak-anak mengembangkan cara-cara baru dan  lebih fleksibel dalam memproses informasi. Remaja dapat melampaui masa kini dan masa kini serta mengalami ruang dan waktu  historis (masa lalu) yang tidak dapat mereka alami sendiri. Anda tidak hanya bisa memikirkan apa yang terjadi, tapi juga apa yang akan terjadi di masa depan. Anda dapat merumuskan hipotesis dan mengujinya. Tingkat pemikiran ini memberikan fleksibilitas yang tidak tersedia pada tingkat operasional tertentu. Kemampuan berpikir abstrak juga mempunyai makna emosional. Dahulu kala, seorang anak bisa saja menyayangi orang tuanya dan membenci teman sekelasnya. Kaum muda kini bisa mencintai kebebasan, membenci eksploitasi, membenci kemungkinan-kemungkinan dan cita-cita yang menyentuh hati dan perasaan mereka.

     Implikasinya adalah Remaja yang sedang dalam tahap eksplorasi dan pembentukan jati diri cenderung melebih-lebihkan dirinya, begitu pula sebaliknya. Mereka belum sepenuhnya memahami norma-norma sosial yang berlaku  dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang tidak harmonis karena sulitnya menerima norma tergantung kelompok atau situasi sosial. Sikap menantang atau sikap canggung dalam situasi sosial merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan  upaya untuk membangun hubungan sosial di kalangan remaja, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Referensi :

Azzahra, N.F. 2020. Mengkaji Hambatan Pembelajaran Jarak Jauh di Indonesia di Masa Pandemi Covid-19. Jakarta: Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).

Wiwin Efrizal.2020.Persepsi Dan Pola Konsumsi Remaja Selama Pandemi Covid-19 .Program Studi Biologi, Universitas Bangka Belitung.Ekotonia: Jurnal Penelitian Biologi, Botani, Zoologi dan Mikrobiologi .Volume 05 Nomor 2 Desember 2020

Arnawan, Gede. " Faktor Penyebab Kurangnya Minat Remaja Desa Terhadap Pendidikan di Perguruan Tinggi", Jurnal Sosialisasi Pendidikan sosiologi-FIS UNM, Vol. 3, (2017).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun