Mohon tunggu...
Maulidiah Nur Aliyah
Maulidiah Nur Aliyah Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa biasa

22 June. Manjamen 2017. Pemburu post malam 00.00

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tangis Hujan

30 Maret 2018   02:31 Diperbarui: 30 Maret 2018   02:35 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Namaku Riani Laras, sudah hidup 25 tahun di dunia fana ini, wajahku biasa saja, pipi gembil, mata sipit dan lesung pipit dikedua pipiku. Saat ini aku tengah duduk menghadap jendela besar, pemandangan kota Jakarta dikala malam memang terlihat indah, tak lupa secangkir teh dan laptop menemaniku.

Malam ini Jakarta kembali diguyur hujan. Kalau bicara tentang hujan, ada banyak kenangan kejadian selama hidupku, dari sedih hingga senang pun terjadi ketika langit menangis ini. Sebenarnya aku bukan pengingat yang baik, hanya saja aku perasa. Ketika suatu kejadian membuatku tersentuh, maka disitu lah kejadian itu menempel erat pada memoriku.

"Ri....lagi ngapain?"

Aku menatap pemuda dibelakangku. Wajahnya yang masih segar diusia 27 tahun, rahang yang tegas, dan tawanya yang selalu memperlihatkan gigi taringnya itu, masih terlihat menawan. Dia suamiku. Aku sangat bersyukur waktu dan takdir membawa dia kepadaku. Dia seperti air digersangnya padang pasir. Tentu, ada saja lika-liku yang menghalangi kami hingga seperti ini.

Ah....

Akan ku ceritakan bagaimana kisahku dengannya. Dan bagaimana kehidupan kelamku yang membuatku bangun berkali-kali.

-oOo-

12 Januari 2003

Aku ingat, kala itu umurku 11 tahun, masa terakhir sekolah dasar. Senyum cerahku terpancar dengan matahari yang terang di bumi. Aku terus berjalan riang, kedua tanganku mengenggam tali tas di kanan dan kiri.

Hari ini sekolah dibebaskan, besok adalah Ujian Nasional. Ya memang harusnya aku tak sebahagia ini, harusnya aku khawatir bagaimana hari esok. Tapi entahlah, susana hatiku sedang bagus saat ini.

Ketika kakiku baru ingin melangkah masuk rumah, suara teriakkan menyambut indera pendengaranku. Tanganku menggantung di udara, mataku menatap nanar pintu yang tertutup rapat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun