Mohon tunggu...
Maulidiah Nur Aliyah
Maulidiah Nur Aliyah Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa biasa

22 June. Manjamen 2017. Pemburu post malam 00.00

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tangis Hujan

30 Maret 2018   02:31 Diperbarui: 30 Maret 2018   02:35 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Sebenarnya apa yang tengah terjadi? Kenapa Bunda begitu teriak kesakitan? Ada apa dengan Ayah dan Bunda? Kenapa adik juga menangis keras? Ada apa didalam?

Kakiku rasanya beku, sulit untuk bergerak. Aku takut, teriakkan dan tangis itu menghantam ulu hati, meremasnya hingga membuat dadaku sakit. Dengan kekuatan yang lemah aku membuka pintu, Ayah memandangku sekilas, kemudian dia pergi melewati tubuhku tanpa senyum seperti biasanya. Bunda berjalan dengan menggendong adik dan masuk ke kamar.

Apa yang kalian harapkan dari gadis kecil sepertiku? Melawan mereka? Mengatakan bahwa tidak seharusnya berakhir dengan bertengkar seperti ini? Ayolah .... aku hanya gadis berusia 11 tahun.

Aku hanya menahan tangisku, mukaku mulai memerah, dengan segera aku melepas sepatuku dan berlari kedalam kamar, menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Aku bersandar pada pintu, menutup mulutku dengan tas, aku menangis.

Sekilas percakapan mereka aku dengar. Awalnya Ayah bertanya kenapa banyak orang yang datang dan menagih setoran, kemudian Bunda menjawab dengan tenang bahwa Bunda meminjam uang kepada orang-orang itu untuk memenuhi kebutuhan, karena memang Ayah hanya seorang buruh, pekerjaannya bukanlah pekerjaan dengan penghasilan tetap.

Entah rasanya sedih saja, melihat kedua orang tuaku bertengar hanya karena uang untuk memenuhi kebutuhan kami. Aku mengerti situasi ini, aku sangat paham. Nyatanya situasi semacam ini sudah menjadi makananku setiap waktu, bagaimana mereka mempeributkan segala hal karena uang.

Aku sedikit tahu tentang mencari pekerjaan dengan latar belakang pendidikan lulusan Sekolah Dasar (SD), sulit sudah pasti. Apa yang bisa diharapkan jika seperti itu? Menoreh luka itu jelas pasti, yah.... keluargaku di pandang sebelah mata hanya karena itu.

Orang lain mungkin berpikir bahwa aku dan adikku akan berakhir seperti Bunda dan Ayah, nyatanya mereka tidak begitu tahu apa itu takdir, dan aku pun. Aku hanya menyakinkan diriku, takdir yang sudah Tuhan tuliskan untukku adalah baik. Aku hanya harus berusaha, itu yang aku pegang saat ini. Atau setidaknya memenuhi sebagian impian dan harapanku.

Itu janjiku

-oOo-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun