Mohon tunggu...
Maulida Fazidaturrofi
Maulida Fazidaturrofi Mohon Tunggu... Mahasiswa - ‎ Mahasiswa PGSD

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Media Bahan Bekas sebagai Pengenalan Bilangan bagi Siswa Dyscalculia

25 Oktober 2024   15:36 Diperbarui: 25 Oktober 2024   18:58 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Maulida Fazidatur Rofi', Muhammad Nofan Zulfahmi 

Dunia pendidikan pasti memiliki tantangan dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta didik. Kesulitan belajar dapat menjadi pengaruh dalam keterampilan anak dalam berkomunikasi dan pemahaman dalam materi pembelajaran. Salah satu kesulitan belajar tersebut adalah dyscalculia. Upaya untuk mendukung siswa dengan dyscalculia di Indonesia diatur dalam berbagai kebijakan pendidikan, termasuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif. Kebijakan ini menegaskan pentingnya menyediakan pendidikan yang layak dan aksesibel bagi semua peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus.

Dyscalculia adalah suatu keadaan yang dialami seseorang dalam memahami konsep dan pola matematika. Seseorang yang mengalami kesulitan belajar matematika atau dyscalculia cenderung mengalami dalam pemahaman konsep dan pola matematika (Kadek Yati Fitria Dewi, 2024:66). Siswa dengan dyscalculia menghadapi berbagai tantangan dalam memahami matematika. Siswa dyscalculia kesulitan mengenali dan mengingat angka, yang menghambat kemampuan mereka dalam melakukan operasi dasar seperti penjumlahan dan pengurangan. Memori kerja yang terbatas membuat mereka sulit menyimpan dan memanipulasi informasi matematis. Matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang tidak mudah bagi beberapa peserta didik, dan pengalaman peserta didik dengan dyscalculia menyoroti beberapa alasan di balik persepsi ini. Kesulitan yang mereka hadapi, seperti pemahaman angka, operasi dasar, dan pengukuran, menciptakan hambatan yang signifikan dalam proses belajar. 

Siswa dengan dyscalculia sering kali memerlukan pendekatan pembelajaran yang lebih inovatif dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam konteks ini, pemanfaatan media pembelajaran yang berbasis bahan bekas menjadi solusi yang menarik. Selain ramah lingkungan, media tersebut dapat membantu menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan interaktif, memungkinkan siswa lebih mudah memahami konsep bilangan. Penggunaan bahan-bahan yang tersedia dan sering ditemukan di lingkungan sekitar dengan cara memilah sampah yang dapat didaur ulang sehingga bermanfaat bagi guru serta peserta didik. Pemanfaatan sampah atau barang bekas yang berkaitan dengan teori kontruktivisme yang artinya membangun. Hal ini anak diberikan kebebasan untuk lebih aktif belajar dan mengembangkan kemampuan yang telah ada di dalam dirinya (Harefa et al., 2023). Kegiatan ini menggunakan bahan bekas yang akan di daur ulang kembali menjadi barang yang layak digunakan sehingga dapat menjadi media pembelajaran siswa dyscalculia. Pemanfaatan barang bekas ini dapat menjadikan lingkungan yang bersih (Ratna Dewi Purwati et al., 2023).

Penggunaan media dari bahan bekas dalam pembelajaran siswa dengan dyscalculia sangat penting dan membawa banyak manfaat. Salah satu keuntungan utamanya adalah kemampuan media ini untuk membantu siswa memvisualisasikan konsep matematika yang sering kali terasa abstrak. Siswa dyscalculia melihat dan merasakan benda fisik, seperti botol plastik atau penggunaan bahan alam seperti batu, batu, dan kayu, siswa dapat lebih mudah memahami angka, bentuk, dan operasi matematika. Media bahan bekas merupakan media yang mampu meningkatkan kreativitas peserta didik dalam kegiataan pembelajaran. Pemanfaatan bahan bekas sebagai media pengenalan bilangan untuk siswa dyscalculia dapat menggunakan berbagai alternatif yang bersifat kreatif dan interaktif. Berikut contoh penggunaan media bekas yang dapat digunakan: 

a. Botol plastik bekas yang diisi dengan berbagai benda kecil, seperti biji-bijian atau kelereng. Siswa dapat menghitung jumlah benda yang ada di dalam botol, hal ini dapat membantu mereka melihat dan merasakan bilangan secara langsung.

b. Kardus bekas yang dibuat menjadi angka-angka yang diletakkan di dinding kelas, hal ini siswa dapat mencocokkan angka dengan jumlah benda di sekitar kelas. Misalnya, menghitung jumlah kursi atau buku dan mencocokkannya dengan angka yang ada.

c. Kertas koran atau majalah yang dipotong menjadi bentuk angka dan objek yang merepresentasikan jumlah, hal ini siswa dapat membuat kolase angka dan objek. Pendekatan visual ini membantu mereka mengingat angka dengan lebih baik.

Dukungan bagi siswa dengan dyscalculia sangat penting dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan efektif. Penggunaan media pembelajaran dari bahan bekas menawarkan solusi kreatif yang agar peserta didik dyscalculia dapat memahami konsep dan pola matematika serta dapat meningkatkan keterampilan yang dimilikinya terhadap kesadaran lingkungan. Dengan pendekatan yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa, kita dapat mengurangi hambatan yang mereka hadapi dalam belajar matematika, sekaligus mendorong kreativitas dan partisipasi aktif dalam proses pendidikan.

Referensi 

Harefa, M., Harefa, J. E., Harefa, A., & Harefa, H. O. N. (2023). Kajian Analisis Pendekatan Teori Konstruktivisme dalam Proses Belajar Mengajar. Educativo: Jurnal Pendidikan, 2(1), 289--297. https://www.educativo.marospub.com/index.php/journal/article/view/150

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun