Mohon tunggu...
Maulida Ashqor Lita Mami
Maulida Ashqor Lita Mami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jomblo

Pejuang sarjana hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rekonstruksi Materi Pendidikan Antikorupsi dengan Hukum Islam di Indonesia

16 Juni 2021   14:10 Diperbarui: 16 Juni 2021   14:10 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


HASIL RANGKUMAN
Arah dan Prinsip Hukum Islam dalam Pendidikan Anti Korupsi Pada prinsipnya suatu proses pendidikan tidak akan mencapai sasaran yang ingin dicapai jika tidak memiliki orientasi yang tepat, bahkan dengan pendidikan anti korupsi (Musofiana, 2017). Untuk memahami arah pendidikan anti korupsi orientasi, seperti dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tentang dasar, fungsi, dan tujuan, yang menyatakan bahwa: "Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945". Sedangkan pasal 3 dikatakan:
Pendidikan nasional memiliki fungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk akhlak serta peradaban bangsa yang luhur untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk menciptakan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan warga negara yang bertanggung jawab (Mursyid, 2012).
Bahwa dalam Bab III Pasal 4 disebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan antikorupsi adalah:
1.Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,nilai agama, nilai budaya, dan pluralisme bangsa.
2.Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
3.Pendidikan diselenggarakan sebagai proses seumur hidup untuk membina dan memberdayakan peserta didik.
4Pendidikan diselenggarakan dengan keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis dan berhitung bagi seluruh anggota masyarakat.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan seluruh komponen masyarakat melalui partisipasi dalam penyelenggaraan dan mutu pengendalian layanan pendidikan.
Dari undang-undang tersebut, arah dan orientasi pendidikan antikorupsi tersirat dalam fungsi, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan pendidikan.
Pertama, pendidikan dasar, penyelenggaraan pendidikan antikorupsi harus mengacu pada: Pancasila dan UUD 1945 karena keduanya merupakan dasar ideologi, falsafah dan sumber kaidah yang mengandung nilai luhur peraturan dan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika seorang warga negara Indonesia melakukan korupsi, maka dia adalah orang Indonesia warganegara. Karena pada hakekatnya, ketika dia menjalani hidupnya berdasarkan dua prinsip ini, dia tidak bisa berbuat maksiat. Korupsi Perilaku tersebut merupakan kejahatan luar biasa dan tidak sesuai dengan nilai dan budaya masyarakat Indonesia
Kedua, fungsi pendidikan anti korupsi. Ketika sebuah lembaga dapat menjalankan fungsi tersebut, maka esensi dari proses pendidikan antikorupsi telah terpenuhi, yaitu dalam istilah "membentuk karakter". Karakter adalah inti dari kepribadian peserta didik yang harus dibentuk oleh lembaga pendidikan (Nasir, 2006). Jika ini dapat dikembangkan secara memadai, itu akan menjadi landasan yang kokoh ketika dia mengemban amanat dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Ketiga, tujuan pendidikan anti korupsi. Istilah "bertaqwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan demokratis". dan warga negara yang bertanggung jawab" adalah tujuan ideal pendidikan anti korupsi. Ketika mereka melakukan korupsi, mereka mengalami krisis keimanan dan ketakwaan, serta memiliki akhlak yang tidak terpuji karena hanya mementingkan diri sendiri dan dirinya kelompok (Najih & Wiryani, 2020).
Keempat, prinsip pendidikan. Pelaksanaan pendidikan antikorupsi harus memperhatikan enam hal ini prinsip. Banyak lembaga pendidikan yang tidak memperhatikan prinsip-prinsip tersebut; beberapa indikasinya adalah sebagai berikut: Ini situasi yang biasa terjadi di masyarakat. Yaitu, beberapa lembaga pendidikan masih mengutamakan yang kaya dari pada yang miskin, sehingga secara tidak langsung, lembaga pendidikan ini mengajarkan etika etika. Tidak cocok untuk siswa. Ini sudah menjadi kebiasaan buruk dan harus dikoreksi oleh institusi akademik (Thoha, 1996).
Dalam penyelenggaraan pendidikan, manajemen terbuka, terutama dalam transparansi dan akuntabilitas keuangan, belum sepenuhnya terjadi di lembaga pendidikan. Mereka terkadang hanya berkoordinasi dengan komite sekolah, dan ironisnya, banyak dari komite sekolah juga berasal dari unsur lembaga akademik. Sampai saat ini penulis masih belum melihat adanya pendidikan lembaga yang secara terbuka melakukan transparansi keuangan melalui media online, baik saat membangun maupun menggunakan dana sekalipun sangat sedikit (Wibowo, 2003).
Menurut Anwar Hamdani, Arah orientasi pendidikan antikorupsi dapat dilihat pada tujuan umum pendidikan anti korupsi, yaitu: (1) membentuk pengetahuan dan pemahaman tentang bentuk-bentuk korupsi dan aspek-aspeknya; (2) mengubah persepsi dan sikap terhadap korupsi; dan (3) membentuk keterampilan dan keterampilan baru yang dibutuhkan untuk memerangi kejahatan. Jika mengacu pada UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4 ayat (3) menyebutkan bahwa pendidikan adalah diselenggarakan sebagai proses pembinaan dan pemberdayaan peserta didik sepanjang hayat. Atas dasar itu, pentingnya penerapan pendidikan antikorupsi melalui pendidikan tidak dapat diabaikan potensinya sebagai salah satu cara untuk membudayakan antikorupsi di Indonesia.
Tujuan mengintegrasikan nilai-nilai hukum Islam dalam pendidikan antikorupsi
Beberapa nilai pendidikan antikorupsi dapat disimpulkan dari Al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 188 dan Surat an-Nisa 'ayat 58. Nilai-nilai ini terangkum dalam masalah agama, yaitu sistem nilai atau sistem moral yang dijadikan acuan bingkai untuk berperilaku fisik dan spiritual pada manusia Muslim. Nilai-nilai dan akhlak yang diajarkan Islam merupakan wahyu dari Tuhan yang maha kuasa. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Dalam hal ini yang ditekankan adalah sikap dan perilaku mentaati ajaran agama yang dianutnya. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.Nilai Kejujuran
Nilai kejujuran ada dalam Surah al-Baqarah ayat 188, yaitu, "Dan janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu secara zalim." Itu Artinya adalah larangan memakan harta yang bukan haknya, yaitu tidak memakan harta orang lain secara tidak sah karena itu tidak dibenarkan oleh hukum. Sesuatu yang batil artinya bukan Haq. Tentu saja, ketika mengambil, memiliki, makan, atau menggunakan secara tidak benar, ada unsur berbohong, menipu, merugikan orang lain. Kebalikan dari elemen-elemen ini adalah mendapatkan properti secara positif atau jujur (Yunahar, 2011). Kejujuran adalah perilaku yang dilandasi oleh upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan perbuatannya kerja. Rujukan atau ciri-ciri nilai kejujuran adalah jujur, tidak mencontek, ikhlas, amanah, berkata dan bertindak benar, mengungkapkan sesuatu mengikuti kenyataan (tidak berbohong), dan memiliki niat yang benar dari setiap tindakan. Dalam ayat ini Dari pembahasan tersebut, kita mendapatkan pelajaran penting, bagaimana kita harus berhati-hati dalam memperoleh dan menggunakan harta tersebut.
Dalam Surah an-Nisa' ayat 58, Allah memerintahkan untuk memenuhi berbagai amanat yang diamanatkan kepada siapa saja yang memberi perintah. Jujur adalah salah satu karakter yang terbentuk dari kepercayaan. Hal ini dapat dimaksudkan sebagai unsur esensial, yaitu moralitas. Karena unsur yang terkandung dalam ayat ini adalah sikap untuk tidak menyalahgunakan amanah, unsur ini secara otomatis berkaitan dengan perspektif persetujuan seseorang. Seorang muslim dituntut untuk selalu dalam keadaan pikiran dan jiwa, termasuk kebenaran, ucapan dan perbuatan. Setia dalam ketiga hal tersebut akan mengarah pada perilaku yang mengikuti "kebenaran" agama Islam. Islam adalah agama yang mengajarkan kejujuran dan kebenaran. Salah satu ciri orang shalih adalah selalu berkata jujur, menepati janji, menjalankan amanah, dan menampilkan diri mereka sebagai situasi yang sebenarnya. Jadi, orang jujur tidak bisa melakukan korupsi karena pasti ada kebohongan atau ketidakbenaran dalam perilaku yang korup, baik dalam hati, perkataan atau perbuatan. Dalam pandangan Islam, sikap penyelewengan atau ketidakjujuran dianggap perbuatan tercela yang hanya akan membawa kepada kemunkaran dan keburukan. Kebohongan adalah sifat yang cenderung menghalalkan segala cara dan cenderung merugikan orang lain.
Jika seseorang mengaku beriman dan mencintai Nabi, kejujuran adalah senjata paling ampuh yang menghiasi kehidupan Nabi. Jujur dalam berbicara, bertindak, bahkan dalam berpikir, merupakan cermin keutuhan pribadi sehingga sangat dipatuhi oleh para pengikutnya dan dihormati oleh lawan-lawannya. Manusia khususnya umat Islam dapat meniru akhlak tersebut. Namun, kejujuran sekarang menjadi barang langka di politik, perdagangan, dan kehidupan sehari-hari.
Nilai Tanggung Jawab
Nilai tanggung jawab dalam surah an-Nisa' ayat 58 ditunjukkan dalam isinya bahwa Allah memerintahkan untuk memenuhi berbagai amanah. dipercayakan kepada siapa saja yang memberi komisi. Ciri khas yang muncul dalam pembahasan ini adalah kepercayaan. Seseorang dikatakan dapat dipercaya bila orang tersebut dapat mempertanggungjawabkan apa yang dipercayakan kepadanya. Tanggung jawab adalah sikap seseorang dan perilaku untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dilakukannya terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Ciri-ciri nilai tanggung jawab, yaitu kondisi wajib menanggung segala sesuatu (jika ada). terjadi, mereka dapat dituntut, disalahkan, digugat, dll. Misalnya, berani dan siap menerima risiko, percaya, tidak menghindar, dan melakukan yang terbaik), hak untuk berfungsi memikul beban sebagai akibat dari sikap salah satu pihak atau pihak lain, memikul beban keluar dan menyelesaikan tugas dengan sungguh-sungguh. Seringkali kita mendengar beberapa pernyataan, seperti "jangan lari dari tanggung jawab", "Kamu harus bertanggung jawab atas semua all tindakan," atau "Saya meminta tanggung jawab Anda." Tanggung jawab adalah tugas atau kewajiban untuk melakukan atau menyelesaikan tugas dengan total
kepuasan (diberikan oleh seseorang atau atas janji atau komitmen seseorang) yang harus dipenuhi oleh seseorang dan yang memiliki hukuman akibat kegagalan. Tidak mudah menjadi seseorang yang bisa dipercaya oleh orang lain, apalagi untuk menjaga amanah yang diberikan kepada kita yang mungkin berurusan dengan keinginan pribadi yang terkadang berbanding terbalik dengan apa yang diamanatkan. Oleh karena itu, membawa ketertiban dipandang sebagai karakter yang paling menantang untuk diwujudkan dibandingkan karakter lainnya.
2.Nilai Keadilan
Nilai keadilan terdapat dalam penggalan surat an-Nisa' ayat 58, yang berisi amanat untuk memerintah, kemudian melaksanakan mengamanatkan kekuasaan dengan penuh keadilan. Hakim harus adil, tapi semua mukmin harus menjaga keadilan dalam segala bentuk penanganannya keluarga dan masalah sosial. Adil, yaitu kesamaan bobot, ketidakberpihakan, ketidakberpihakan/ketidakberpihakan, keberpihakan/kepatuhan terhadap kebenaran, hak, tidak sewenang-wenang, seimbang, netral, objektif dan proporsional.
Dalam pendidikan antikorupsi, sikap bertanggung jawab dan bertindak adil sangat erat kaitannya. Salah satu contoh amanat adalah melakukan keadilan. Ketika manusia telah mengingkari keadilan dan tidak berbuat sesuatu dalam kehidupan di dunia ini, maka akan menyebabkan manusia lain menjadi disucikan karena ketidakadilan sebagian manusia. Tirani sebagian manusia oleh sebagian manusia lainnya mengakibatkan penderitaan, kesengsaraan bagi sebagian lainnya dan kelebihan atau ruang (baik milik, kedudukan dan kesempatan) bagi orang lain dengan tindakan tidak adilnya, serta pelanggaran terhadap hak orang lain terhadap sebagian orang lain (yang berbuat tidak adil atau tidak memegang amanat). Nilai yang dimiliki seseorang dapat mengungkapkan apa yang disukainya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai menimbulkan sikap. Nilai adalah faktor penentu pembentukan sikap. Namun, seseorang ditentukan oleh jumlah nilai yang dimiliki seseorang. Hasil pendidikan nilai adalah penanaman nilai-nilai luhur dalam diri siswa. Untuk mencapai tujuan dan sasaran secara efektif, berbagai pendekatan, model dan metode dapat digunakan dalam proses pendidikan nilai. Penting untuk memberikan variasi panda proses pendidikan untuk menarik dan tidak membosankan siswa.
Nilai-nilai tersebut hanya akan menjadi pengetahuan teoritis yang hanya disampaikan sebagai materi pelajaran jika tidak disertai dan didukung oleh pembiasaan dan teladan. Hal-hal yang dapat memelihara pemahaman sehingga tumbuh menjadi rasa (karakter) kemudian dapat diwujudkan dalam perilaku (psikomotor), yaitu perlunya pengembangan sikap spiritual pada anak mulai dari keluarga hingga lingkungan pendidikannya. Integrasi Nilai-nilai Hukum Islam dalam Pendidikan Antikorupsi
Menurut JR Franckel yang dikutip oleh Chabib Thoha, nilai adalah "suatu nilai adalah suatu gagasan tentang apa yang seseorang anggap penting dalam hidup." Nilai adalah sebuah ide, konsep tentang apa yang seseorang anggap penting dalam kehidupan. Nilai diyakini akurat dan mendorong orang untuk mewujudkannya. Dengan kata lain, nilai adalah standar kebenaran konseptual yang diyakini akurat oleh individu atau kelompok sosial dalam mengambil keputusan tentang sesuatu yang diperlukan sebagai tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, nilai menentukan sikap seseorang tentang bagaimana ia harus bertindak dan memperjuangkan cita-cita atau tujuannya. Sementara itu, menurut Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib, menyatakan nilai menentukan kualitas suatu benda yang menyangkut jenis apresiasi atau bunga. Nilai juga dapat diartikan sebagai konsepsi abstrak dalam diri manusia atau masyarakat tentang hal-hal yang dianggap baik, benar, dan merasa mengerikan dan salah. Nilai adalah seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai identitas yang memberikan nilai tertentu gaya terhadap pola pikir, perasaan, keterikatan, dan perilaku. Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya dan bermanfaat dan berharga bagi manusia sebagai acuan perilaku. Nilai dapat mempengaruhi perasaan, pikiran seseorang pola dan perilaku.
Sumber Nilai
Menurut Abu Ahmadi dan Noor Salimi, menyebutkan sumber nilai terdiri dari: Sebuah. Nilai-nilai agama terdiri dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Nilai-nilai yang diturunkan dari Al-Qur'an seperti perintah shalat, zakat, puasa, dan haji, serta nilai-nilai yang bersumber dari sunnah, yang wajib terdiri dari tata cara pelaksanaan taharah dan strategi pelaksanaan shalat b. Nilai-nilai duniawi terdiri dari ra'yu (pemikiran), adat istiadat dan fakta alam. Nilai yang berasal dari ra'yu adalah untuk memberikan tafsir dan penjelasan tentang al-Qur'an dan sunnah, terkait dengan masyarakat dan tidak diatur oleh Alquran dan sunnah. Nilai-nilai yang berasal dari adat istiadat yaitu tata cara komunikasi, human interaksi. Serta nilai yang berasal dari fakta alam yaitu cara berpakaian dan makan.
Berbagai Nilai
Menurut Abdul Aziz, setidaknya ada 3 macam nilai. Nilai-nilai tersebut meliputi; nilai logika, nilai etika dan nilai-nilai agama. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Sebuah. Nilai logis Nilai logis adalah nilai yang mencakup pengetahuan, penelitian, keputusan, narasi, diskusi, teori, atau cerita. Ini nilai bermuara pada kebenaran.
3.Nilai-nilai etika
Nilai etis adalah nilai seseorang atau sekelompok orang yang tersusun dari suatu sistem nilai atau norma yang diambil dari (digeneralisasikan dari) gejala-gejala alamiah kelompok masyarakat.
4.Nilai agama.
Nilai agama adalah sistem nilai atau sistem moral yang dijadikan sebagai kerangka acuan yang menjadi acuan bagaimana berperilaku lahir dan batin oleh manusia muslim. Nilai-nilai dan akhlak yang diajarkan Islam adalah wahyu dari Tuhan Yang Maha Esa, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
Ditambahkan oleh M. Arifin, nilai-nilai dalam Islam mengandung dua kategori makna, dari perspektif normatif dan operatif perspektif. Nilai dalam aspek normatif, yaitu pertimbangan baik dan buruk, benar dan salah, haq dan bathil, diberkati dan dilaknat oleh Allah. Dari perspektif operatif, nilai ini mengandung 5 kategori: prinsip-prinsip standardisasi perilaku manusia, yaitu wajib atau fardhu, sunnah atau mustahabb, mubah atau jaiz, makruh dan haram. Menurut Abu Ahmadi dan Noor Salimi, nilai adalah seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai identitas yang memberi gaya yang luar biasa untuk pola pemikiran, perasaan, keterikatan, dan perilaku. Adapun definisi anti korupsi
pendidikan, sebagaimana telah dijelaskan di atas, pendidikan antikorupsi adalah upaya sadar dan terencana yang dilakukan sebagai budaya koreksi untuk mengenalkan cara berpikir dan menanamkan nilai-nilai antikorupsi yang meliputi transfer of knowledge (kognitif), upaya pembentukan karakter (afektif), dan kesadaran moral dalam memerangi (psikomotor), terhadap perilaku koruptif. Disadari atau tidak, pelaksanaan otonomi daerah (saat ini) membawa implikasi positif bagi masyarakat partisipasi. Jika dulu peran masyarakat hampir tidak ada, maka ruang publik yang kini begitu luas harus dimaksimalkan.
dimanfaatkan oleh setiap komponen masyarakat dalam mendukung terselenggaranya pemerintahan yang sehat dan bersih. Anti korupsi pendidikan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan memberdayakan masyarakat agar memiliki pengetahuan dan kemampuan, baik secara teoritis maupun praktis, dalam menangani dan menindaklanjuti dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh public pejabat.
KESIMPULAN
Pendidikan antikorupsi merupakan upaya sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi. Pendidikan antikorupsi tidak sebatas transfer ilmu (kognitif), tetapi lebih menekankan pada upayamembentuk budi pekerti (afektif) dan kesadaran moral (morality awareness) dalam memerangi (psikomotor) melawan korupsi tingkah laku. Dalam menanamkan pendidikan anti korupsi, ada dua pola: (1) model ini mengedepankan dua hal; membuatnya menjadi kursus mandiri "Pendidikan Anti Korupsi" dan termasuk kursus materi kursus lainnya. (2) Model pembelajaran menekankan beberapa pendekatan, seperti pusat siswa, pembelajaran moral, pembelajaran kontekstual, praktik pengalaman dan keteladanan, emosional, sistem rasional. Integrasi syariat Islam dalam pendidikan antikorupsi merupakan upaya mendekatkan dialog antar umat beragama dan ilmu umum, yaitu sebagai langkah progresif untuk mengembangkan teori-teori khusus. Hal ini dapat mendukung perumusan pendidikan antikorupsi berbasis syariat Islam untuk menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat dan bangsa. PTKI dan lainnya lembaga pendidikan memiliki peran yang signifikan dalam mendorong pengintegrasian kedua disiplin ilmu tersebut menjadi tidak satu kesatuan dan dikotomis. Hal ini bahkan dapat memunculkan ide-ide untuk mengembangkan ilmu-ilmu baru yang termasuk dalam kajian Islam, seperti fiqh antikorupsi,
Fiqh APBN, fikih anti suap, dan fikih nasional.
REFERENSI
1. Abdul, M., Kholil, L. R., Abdullah, I., Dewi, M., & Hanna, H. (2020). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) berdasarkan Fiqh Anti Korupsi. Jurnal Internasional Rehabilitasi Psikososial, 24(3), 2434-2446.
2. Abdullah, S.M. (2019). Perlindungan korupsi: fraksionalisasi dan korupsi upaya anti-korupsi di Irak
setelah 2003. British Journal of Middle Eastern Studies, 46(3), 358-374.
3. Abu, A., & Noor, S. (1994). Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara
4. Arifin, M. (2000). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
5. Asroni, A., & Yusuf, M. (2016). Pesantren Dan Gerakan Antikorupsi Pentingnya Rekonstruksi Sistem Pendidikan Pesantren Pemberantasan Korupsi. Cendekia: Jurnal Kependidikan Dan Kemasyarakatan, 12(1), 1-13.
6. Assegaf, A. (2015). Analisis Kebijakan dan Strategi Pendidikan Anti Korupsi di Indonesia dan Singapura. Jurnal Internasional Ilmu Sosial Asia, 5(11), 611-625.
7. Assegaf, A. R. (2008). Filsafat Pendidikan Islam; Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Jakarta: Rajawali Pers
8. Asy'ari, M. (2005). NKRI, Budaya Politik dan Pendidikan. Yogyakarta: LESFI
9. Aziz, A. (2009). Filsafat Pendidikan Islam Sebagai Membangun Pendidikan Islam. Yogyakarta: Teras
10. Azra, A. (2012). Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Rekonstruksi dan Demokratisasi. Jakarta: Kompas
11. Bambang, W., Abdul, M. G., & Laode M. S. (2010). Koruptor itu Kafir: Telaah Fiqih Korupsi dalam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Jakarta: Mizan
12. Bibit S. R., & Nurlis, E. M. (2009). Koruptor pergi ke Neraka!; Mengupas Anatomi Korupsi di Indonesia. Jakarta: Hikmah
13. Bolatito, A.O.S. (2016). Norma Etika Muslim Memerangi Korupsi; Apakah Perspektif Islam Sudah Terpenuhi? Praktek?. Jurnal Internasional Penelitian Medis & Ilmu Kesehatan, 5(5), 335-343.
14. Chene, M., & Hodess, R. (2007). Menanggulangi Korupsi Peradilan di Afghanistan. Helpdesk U4, Transparansi Internasional, 12.
15. Craven, M. C., & Englebert, P. (2018). Sebuah negara Potemkin di Sahel? Yang empiris dan fiktif di negara bagian Mali rekonstruksi. Keamanan Afrika, 11(1), 1-31.
16. Kementerian Agama Republik Indonesia. (2005). Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI.
17. Grodeland, . B. (2013). Persepsi publik tentang korupsi dan reformasi anti korupsi di Balkan Barat. Slavonik & Ulasan Eropa Timur, 91(3), 535-598.
18. Harman, B. K. (2012). Negeri Mafia Republik Koruptor: Menggugat Peran DPR Reformasi. Yogyakarta: Lamera
19. Harto, K. (2014). Pendidikan Anti Korupsi Berbasis Agama (Upaya Penguatan Karakter Bangsa). Al Ulum, 14(1), 1-22.
20. Huntington, S. (1968). Tatanan Politik dalam Masyarakat yang Berubah. Surga Baru dan London: Yale University Press
21. Kamil, S. (2013). Pemikiran Politik Islam Tematik. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group
22. Kirya, M.T. (2020). Mempromosikan anti-korupsi, transparansi dan akuntabilitas dalam perekrutan dan promosi petugas kesehatan untuk menjaga hasil kesehatan. Aksi kesehatan global, 131), 170-186.
23. Klitgaard, R. (2001). Membasmi Korupsi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
24. Komisi Pemberantasan Korupsi. (2011). Pandangan Islam terhadap Korupsi: Koruptor, Dunia Akhirat Dihukum. Jakarta: KPK
25. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bab II Pasal 2 Paragraf 1).
26. Mansar, A., & Minin, D. (2017). Proses Rekonstruksi Hukum Bantuan Hukum untuk Anak yang Berkonflik dengan Hukum Pembenaran bagi Anak berdasarkan Nilai Pancasila. The 2nd Proceeding "Indonesia Bersih dari Korupsi Tahun 2020.
27. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendibud). 2011. Integrasi Pendidikan Anti Korupsi pada Mata Pelajaran
Kewarganegaraan SD/MI Kelas VIII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
28. Muhaimin & Abdul, M. (1993). Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya
29. Mursyid, A. (2012). Pendidikan Anti Korupsi Berbasis Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada
30. Musofiana, I. (2017). Pendidikan Antikorupsi Sejak Dini Sebagai Langkah Strategis Mencegah Korupsi Di Corruption Indonesia. Prosiding ke-2 "Indonesia Bersih dari Korupsi Tahun 2020".
31. Najih, M., & Wiryani, F. (2020). Mempelajari Dampak Sosial Korupsi: Studi Kebijakan Hukum dan Korupsi Pencegahan di Indonesia dan Malaysia. Jurnal Penelitian Pendidikan Ilmu Sosial, 11(4), 175-189.
32. Nasir, M. R. (2006). Dialektika Islam dengan Masalah Kontemporer. Surabaya: IAIN Press & LKiS
33. Sekretaris Negara Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang concerning Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Citra Umbara
34. Thoha, C. (1996). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
35. Wibowo, A. (2003). Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah; Strategi Internalisasi Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
36. Yunahar, I. (2011). Korupsi dalam Perspektif Agama, Panduan Untuk Pemuka Umat. Yogyakarta: Kutub.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun