Hari ini tepat 16 tahun lalu. Masih sangat pagi. Rasanya baru saja terjadi. Kami telah mengikhlaskan kepergiannya, setelah sakit yang berbulan-bulan jadi teman setianya. Tuhan mencukupkan batas waktu 63 tahun baginya. Â Seumur dengan kehidupan Nabi. Ia tak pernah mengeluh bahkan justru menciptakan syair lagu hasil olah rasanya sendiri. Betapa sakit baginya justru dimaknainya sebagai anugerah.
      Baru sekarang
      Aku merasakan
      Sakit yang lama
      Anugerah dari Tuhan
      Tiada tempat
      Aku memohon
      Kecuali Allah Pengasih dan Penyayang...
Bapak senang menyanyi. Kadang untuk menghibur hari-harinya yang panjang di pembaringan rumah sakit atau di rumah, ia menyanyi atau saya diminta mengaji di sampingnya. Beliau teladan kesabaran dalam merangkul penyakitnya. Hanya air mata yang sesekali mengalir di pipinya saat merenungi perjalanan sakit yang menderanya.
Sebagai orangtua beliau tak luput dari salah. Tapi saya hanya ingin mengenang semua memori yang manis dan indah saat hidupnya. Ada pun khilaf dan kekurangannya sudah lama kami kunci dalam kotak indah yang bernama maaf. Jika ada perilakunya yang kurang berkenan semogalah jadi pembelajaran buat kami agar tidak melakukan hal yang sama. Dan kami tak akan henti-hentinya memohonkan ampun baginya.
Bapak tipe pemikir yang jarang berbicara jika tidak penting-penting amat. Ia tipe pendengar yang baik, pengamat, sekaligus perenung. Tak salah jika banyak orang datang ke rumah untuk membicarakan masalah-masalahnya kepada Bapak. Ia irit kata-kata, tapi sekali bicara kami semua akan menyimak dan berusaha menjalani setiap petuahnya. Jika nadanya mulai meninggi, itu pertanda buruk bagi seisi rumah. Namun itu jarang terjadi.