Butta Toa adalah sebuah nama lain dari kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Ia yang terletak di bagian selatan Propinsi Sulawesi Selatan ini, akhir-akhir ini banyak dikenal oleh publik nusantara salah satunya lantaran prestasi bupatinya, bapak Nurdin Abdullah yang sekarang telah memasuki periode ke 2 pemerintahan beliau di Bantaeng.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelum masa pemerintahan beliau, Bantaeng dikenal sebagai daerah yang kurang berkembang meski tanahnya subur dan hijau. Saat ini kondisi tersebut sudah banyak mengalami kemajuan khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, pertanian, perikanan, serta sektor-sektor lainnya.
Banyak hal yang tak kan habis terungkap jika bercerita soal daerah ini, namun yang menarik minat saya adalah soal semangat baca warganya, dimana pada kondisi sebelumnya sangat jauh tertinggal dibandingkan saat ini.
Adalah Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan yang juga berfungsi sebagai toko buku yang mulai menggagas ide untuk menyebarkan dan menghidupkan semangat baca anak-anak muda, khususnya para pelajarnya. Ia yang berdiri tanggal 1 Maret 2010, tahun ini genap berusia 4 tahun. Angka yang masih tergolong sangat muda. Namun dari segi pencapaian, banyak prestasi dan perubahan yang telah terasa sejak mulai dikenalnya komunitas ini.
Misalnya saja, banyak pelajar SMU nya yang telah berhasil menuangkan hasil karyanya dalam bentuk kumpulan Puisi  yang kemudian dibukukan secara indie oleh pendiri Boetta Ilmoe sendiri, yakni bapak Sulhan Yusuf. Anak-anak yang masih berusia belasan tahun ini demikian bersemangat dan bangga saat mengetahui bahwa karya-karya mereka akan dijadikan buku oleh pihak Boetta Ilmoe.
Betapa tidak, selama ini, tak satupun pihak pernah melirik potensi mereka yang terpendam, baik dari sekolah maupun dari kalangan masyarakat luas atau pemerintah setempat. Sehingga dengan kehadiran Rumah Pengetahuan ini remaja-remaja tersebut mendapatkan penyaluran yang positif dan bermanfaat. Yang menariknya, karena selain berfungsi sebagai toko buku (menyediakan buku berbayar), komunitas ini juga menyediakan bahan-bahan bacaan gratis yang bisa dipinjam untuk dibawa pulang oleh siapa pun yang berminat.
Selain penerbitan buku kumpulan puisi karya anak-anak SMU tersebut, Boetta Ilmoe-Rumah Pengetahuan juga telah menerbitkan judul-judul buku lain secara indie. Di antaranya , Dari Rumah untuk Dunia, Narasi Cinta, Putih Abu-Abu (Antologi Puisi), Ini bukan Episode Terakhir (karya Santri-Santri As’Adiyah Ereng-Ereng), dll dan pada  perayaan hari jadi Bantaeng, Boetta Ilmoe mendedikasikan sebuah karya yang berjudul dari 12 Menjadi 127  (kumpulan catatan puitis untuk semua) dan Pikiran-Pikiran Berserak.
Apa yang menjadi magnet dari komunitas Boetta Ilmoe?
Mengapa banyak anak-anak usia sekolah menengah hingga mahasiswa bahkan orang-orang dewasa, baik yang pengangguran maupun yang sudah bekerja, tertarik berkunjung atau bergabung dalam komunitas ini? Salah satu jawabnya adalah:  jiwa rasa kepemilikan yang sangat besar dari setiap anggotanya. Di sini tak mengenal struktur organisasi, kecuali seorang pimpinan saja, yang biasa disebut CEO-nya, dan dibantu oleh tiga orang personil; Dion Syaif Saen selaku kepala suku komunitas, Kamaruddin sebagai penanggung jawab program institut, dan Zaenal Asri sebagai kepala toko. Selebihnya adalah relawan-relawan yang senantiasa bersiap sedia setiap saat   dalam bekerja. Meski begitu, tak sedikit event-event yang sukses mereka selenggarakan dengan gaya kerja seperti ini. Sejumlah pementasan teater, pembacaan puisi oleh penyair Makassar yang ternama, atau pertunjukan musik lengkap yang banyak mengiringi acara-acara yang mereka selenggarakan.
Semangat filantropi dan kemauan untuk berbagi dengan sesama juga tak kalah pentingnya dalam menopang keberadaan komunitas ini. Mereka yang sedang suntuk atau lagi menghadapi masalah baik ringan ataupun berat, jika berkesempatan jalan-jalan ke tempat ini, akan merasakan kepuasan dan kelapangan hati karena suasana yang sangat kekeluargaan yang mereka dapatkan, meski suguhannya hanya kopi hitam dan singkong rebus. Maka  semakin lengkaplah fungsi komunitas ini.
Secara konsep organisasi modern, mungkin ia dianggap ketinggalan, namun dari segi pencapaian prestasi, kekeluargaan, dan kekompakan, ia juaranya. Mungkin kita perlu berguru pada gaya kepemimpinan seperti ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H