Di awal tahun 2016 ini mendadak punya keinginan, resolusi baru, target baru. Yang kecil-kecil saja. Sederhana. Berdampingan dengan target-target dan resolusi lain tentunya. Yang sebetulnya sudah ingin saya lakukan sejak awal tahun 2015 lalu. Namun saat itu keinginan tinggallah harapan yang tak menuai hasil sebab tak bersungguh-sungguh.
Setahun lalu anak kedua, Nabila tiba-tiba bertanya, “Umi mau target baca berapa buku tahun ini?”
Hah? Berapa ya? Tidak siap ditanya target baca buku, saya terdiam berusaha tersenyum seolah berpikir untuk menyebut sebuah angka. Sedangkan dalam benak sendiri tak pernah ada bayangan. Karena selama ini jujur hanya beberapa buku saja yang benar-benar menarik yang tuntas saya baca. Selebihnya lompat-lompat bahkan umumnya bernasib sama, tak bersua dengan ujung halaman terakhir. Namun itu terjadi pada sebagian besar buku-buku non fiksi.
Saat itu dengan sekenanya saya menjawab: 4 per minggu. Tapi hingga ujung tahun yang semestinya saya sudah berhasil membaca 48 buku (4x12), ternyata tak berhasil. Saya akhirnya lupa, karena tak serius, berapa angka persisnya buku yang berhasil dituntaskan. Yang berhasil saya ingat di antaranya: Malas tapi Sukses, Journey to Iran, Mendidik Anak Sekarang Ternyata Mudah Lho (baca kedua kalinya), Berbicara Agar Anak Mau Mendengar & Mendengar Agar Anak Mau Bicara (baca kedua kalinya), Agar Anak tak Sulit Diatur, Jalan Rakhmat, novel-novel seri Halequin, Mencium Nabi, The Alchemist, The Notebook, The Best of Me, Malaikat Lereng Tidar, dll. Ternyata ingatan tak mampu menjangkau semua bacaan selama kurun waktu 12 bulan yang telah lewat.
Itulah sebagian kecil ingatan terhadap buku-buku yang sukses saya baca tahun lalu. Tahun ini ada getaran yang berbeda dalam mencanangkan target baca tersebut. Tiba-tiba saja muncul sebuah semangat baru yang berbeda dengan yang pernah ada sebelumnya. Entah karena diawali dengan pilihan buku karya sastrawan Indonesia yang sangat hebat—sebuah tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer—ataukah ia ibarat hidayah yang menggiringku untuk menjadi seorang pembaca yang baik. Yang pasti targetku tahun ini tidak main-main. Seminggu 3 buku, sebulan menjadi 12 buku, setahun 144 buku. Wow.....jika angka ini berhasil saya capai, pasti luar biasa kepuasan yang akan saya rasakan.
Dan hari ini, hari ke-13 saya sementara membaca buku keempat Pram, Rumah Kaca. Empat buku dengan ketebalan halaman di atas 500. Dua yang terakhir bahkan mencapai 600-an dan 700-an halaman. Rgghhhhh......semangat.
Membaca dengan cara begini serasa mengerjakan tugas dari dosen. Yang harus dan wajib untuk dikerjakan. Dengan tetap bisa menikmati cerita yang mengalir di dalamnya. Jika sebelumnya, meskipun ia fiksi, bila cerita mulai menyebut data dari sejarah yang rumit, saya bisa saja hanya menyapunya dengan mata secara cepat, tapi lagi-lagi kali ini saya berhasil menjadi seorang pembaca yang baik, manis, dan taat mengunyah kisah di dalamnya halaman demi halaman.
Sekarang kemana-mana pergi, dimana-mana duduk, ada buku yang selalu di tangan. Bukan buku yang dibawa hanya untuk jadi pembunuh waktu, tapi buku yang sementara menjadi target baca pada hari itu. Memang beda auranya, beda semangatnya, saat ada target dengan tanpa target.
Karena sadar bahwa seorang penulis yang baik haruslah juga seorang pembaca buku yang rakus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H