[caption id="attachment_403951" align="aligncenter" width="454" caption="http://www.anneahira.com/images/pemanfaatan-perpustakaan-sekolah.jpg"][/caption]
Anak kami yang nomor 2 suatu malam bertanya sekaligus berandai-andai, kenapa perpustakaan di sekolahnya sampai sekarang koleksinya masih didominasi buku-buku pelajaran, padahal setiap tahun anak-anak yang akan selesai diharuskan menyumbang satu buku untuk disimpan di perpustakaan sekolah. Setahun kemudian, menjelang tamat ia menyempatkan waktunya jalan-jalan ke sana, ternyata kondisinya masih tetap sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Rata-rata buku lama yang jadi penghuni rak. Buku-buku novel hasil sumbangan satu tahun lalu belum nampak terpajang. Ada ensiklopedia, tapi ia dalam kondisi tergembok. Sehingga perlu ijin dulu untuk membacanya.
Katanya lagi, coba ya sejak SD anak-anak sudah diarahkan untuk membaca karya-karya sastra yang berkualitas, mungkin mereka tidak akan asing dengan buku-buku sejenis setelah mereka duduk di bangku SMU atau di Perguruan Tinggi. Dia mengungkapkan keprihatinannya melihat kondisi teman-temannya yang saat diajak ngobrol soal buku, rata-rata mereka hanya diam, atau merespon dengan mengatakan belum pernah dengar apalagi baca buku yang dimaksud.
Dia mengukur dirinya yang memang suka sekali membaca, terutama novel, sejarah atau peradaban sebuah bangsa. Salah satu buku tebal yang sudah ia baca adalah buku Les Miserables karangan Victor Hugo dan Dunia Sophie karya Jostein Gardner ketika ia masih SMA. Saya sendiri sampai sekarang belum pernah selesai membaca salah satu dari buku-buku itu.
Saya ceritakan ke dia kalau memang kondisi perpustakaan-perpustakaan sekolah yang saya tahu sekarang ini sudah tidak seperti dulu jaman kami sekolah. Dimana buku-buku anak dan remaja berkualitas melimpah di perpustakaan sekolah. Kalau dia cerita soal petugas perpustakaannya yang kurang ramah, hehe...kalau yang itu sepertinya memang berlaku hampir di semua tempat dan jaman. Padahal semestinya seorang pustakawan itu sebaiknya memiliki sikap super ramah, baik, suka membantu mencarikan judul yang dibutuhkan, menguasai produknya, atau setidaknya murah senyum kepada setiap pengunjung yang datang.
Jangankan fasilitas perpustakaan yang serba minim seperti itu, dilengkapi sekali pun dengan koleksi dan petugas yang ramah, belum tentu anak-anak sekarang tertarik untuk mau membaca buku. Karena godaan teknologi (televisi, game, dan internet) mampu mengalahkan ketertarikan itu. Kecuali ia sudah menjadi sebuah kebiasaan baik yang ditanamkan sejak kecil.
Jadi jangan salahkan anak-anak, remaja, atau siswa yang kurang tertarik berkunjung ke perpustakaan, karena banyak faktor yang bisa menjadi penyebab enggannya mereka melangkahkan kaki ke sana.
Selama 20 tahun berbisnis buku, kami beberapa kali melayani pembelian proyek perpustakaan. Sangat nyata permainan uang di sana. Harga-harga buku yang dimark up sampai 100%, sementara buku-buku yang dibeli adalah buku-buku murah dan berkualitas rendah. Anak-anak sekolah pun semakin tidak tertarik untuk membaca buku-buku di sana.
Dari hasil pengamatan saya pribadi, apa pun kegiatan itu jika orientasinya hanya selalu mengejar kuntungan materi semata, tanpa mau peduli dengan aspek kemanusiaannya, maka hasilnya pun tak akan jauh-jauh dari tujuan tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI