[caption id="" align="aligncenter" width="555" caption="http://www.iberita.com/wp-content/uploads/2014/12/Selamat-Hari-Ibu.jpg"][/caption]
Zaman yang berbeda dengan zaman ketika banyak dari kita yang saat ini menjadi orangtua dibesarkan, menuntut lebih banyak pengetahuan dan keterampilan dalam menjalani peran sebagai seorang orangtua, terkhusus ibu. Mengapa ibu? Bukan berarti hanya ibu yang dituntut untuk memiliki segala pengetahuan dan skill yang diperlukan, melainkan karena ibu adalah sosok yang sangat dekat dengan anak-anaknya. Karena anak lahir dari rahim ibu, yang mana rahim bermakna sebagai kasih sayang. Sehingga tepatlah jika dikatakan bahwa menjadi ibu berarti pula menjadi seorang yang pengasih dan penyayang.
Berpuluh tahun yang lalu, persoalan dan tantangan hidup mungkin tidak sekompleks sekarang. Dimana era teknologi canggih banyak memengaruhi kehidupan dan interaksi sesama manusia hingga masuk ke dalam sekat-sekat yang bernama keluarga. Padahal seperti kita ketahui bersama, keluarga adalah benteng pertahanan yang utama dan pertama dalam menghadapi banyak persoalan kehidupan. Jika keluarga kuat, maka masyarakat pun akan ikut kuat. Begitu pula jika yang terjadi adalah sebaliknya.
Seperti halnya institusi keluarga di tengah masyarakat, seperti itu pula peran ibu di tengah keluarga. Ia menjadi pilar penyangga, yang akan berdiri di lini terdepan dalam   merespon seribu satu persoalan anggota keluarganya. Bukan berarti seorang ibu dibebani atau dituntut untuk melakukan ini semua, akan tetapi lebih dikarenakan sifat-sifat feminin yang dimilikinya yang memampukannya untuk melakukan hal-hal tersebut.
Peran kompleks ibu dalam keluarga
Seorang ibu jika memiliki kemampuan  untuk mengasah skill dan pengetahuannya, akan sangat berpotensi untuk menjadi seorang motivator dan inspirator bagi keluarganya terkhusus anak-anaknya. Karena seorang anak yang tengah menghadapi masalah—jika ia memiliki kedekatan yang kuat dengan ibunya—tentu akan menjadikan ibu sebagai tempat curahan segala gundah gulananya.
Semisal anak yang kebingungan dalam menentukan jurusan pendidikan, karir, atau mungkin jodohnya, akan menganggap ibu sebagai salah satu sumber referensi yang bisa ia percayai. Dengan catatan sang ibu memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup soal tersebut. Yang mana bukan hanya pengetahuan, akan tetapi juga keterampilan bagaimana cara menjadi pendengar yang baik, menjadi konselor yang mumpuni, sehingga setelah anak berbicara dengan ibu, ia akan merasakan kelegaan dan kepuasan tersendiri setelahnya.
Sebagai isteri, menjadi pendamping bisa dimaknai sebagai sebuah tugas yang mudah, bisa pula sebuah tugas yang sulit. Akan mudah, jika ibu menikmati dinamikanya yang disertai dengan pengetahuan komunikasi yang cukup, dan akan menjadi sulit jika ia dimaknai hanya sebatas tugas fisik semata. Tanpa melibatkan unsur ruhaniah yang dominan, maka tugas sebagai isteri dan ibu akan terasa berat dan sulit.
Sekali lagi tulisan ini bukan untuk membebani setiap orang yang berstatus sebagai ibu, melainkan hanya sebagai penggambaran akan sebuah potensi. Jika ia mampu difungsikan dan dimaksimalkan, maka niscaya banyak persoalan besar dan rumit yang dapat ia atasi bahkan antisipasi kehadirannya.
Dengan segenap cinta mengucapkan Selamat Hari IBU, selamat menikmati peran menjadi IBU untuk semua perempuan di dunia ini…………
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H