Mohon tunggu...
Mauliah Mulkin
Mauliah Mulkin Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

"Buku adalah sahabat, guru, dan mentor". Ibu rumah tangga dengan empat anak, mengelola toko buku, konsultan, penulis, dan praktisi parenting. Saat ini bermukim di Makassar. Email: uli.mulkin@gmail.com Facebook: https://www.facebook.com/mauliah.mulkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Boleh Marah, Tapi Dilarang Mengumpat

24 September 2014   19:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:41 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih sangat pagi. Anak-anak sudah ribut tidak seperti biasanya. Biasalah soal tugas sehari-hari. Anak yang nomor satu merasa lebih banyak mengerjakan tugas pembersihan dibandingkan dengan saudaranya yang lain. Anak yang nomor tiga kadang sempat mengerjakan semua tugasnya kadang tidak, dengan alasan nanti pulang sekolah baru dilanjutkan lagi. Jadilah ia topik masalah pagi-pagi. Yang bungsu nomor empat (kelas 3 SD), senangnya main kucing-kucingan. Kalau tak ada yang mengawasi atau mengingatkan, tugasnya masih kadang tidak ia kerjakan. Kalau diingatkan, ia kerjakan tapi dengan wajah yang kadang sedikit ‘kusut’.

Kami membiasakan anak-anak sejak kecil sudah memiliki tanggung jawab dengan tugas-tugas pembersihan rumah. Pembagian tugas tersebut sudah kami lakukan sejak mereka masih usia 6 tahun. Bahkan ketika masih balita, setidaknya mereka tahu menempatkan dan mengembalikan sesuatu pada tempatnya, sudah tahu membereskan mainan sendiri, dll. Seiring usianya yang makin bertambah, maka tugas-tugas rumah pun mulai semakin ditingkatkan. Jadi tak ada ceritanya anak-anak ke sekolah dengan ‘melenggang kangkung’ tanpa melakukan tugas-tugas rumah sebelumnya.

Nah, di tengah ‘keramaian’ tersebut, sempat terdengar beberapa potong kata yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam percakapan. Seperti kata “pemalas”, “pemarah”, dll. Karena kata-kata seperti itu selain kasar, ia juga bersifat melabeli. Sangat tidak bisa dibenarkan dan nyaris tidak pernah kami contohkan memberi label-label tertentu kepada anak-anak. Karena itu akan melukai harga dirinya, menurunkan tingkat percaya dirinya, dan akhirnya ia benar-benar akan membuktikan kebenaran dari label tersebut.

Saya yang biasanya diam saja, mendengar perdebatan antar mereka, langsung turun tangan. Mengingatkan dengan tegas: “kalian boleh saling berdebat, saling menyalahkan, saling beradu argumentasi, tapi ingat, tidak dibenarkan mengeluarkan kata-kata kasar atau umpatan!”

Suasana langsung hening. Sontak mereka terdiam, meski masih sempat terdengar suara bergumam setelahnya. Mereka tahu, Umi jarang marah. Tapi ketika sudah keterlaluan, maka saya tidak akan membiarkan kekacauan ini berlarut-larut. Alhasil suasana pagi yang biasanya tenang dan damai agak sedikit terganggu dengan insiden pagi ini.

Sebenarnya jika dibandingkan dengan kebiasaan marah orang pada umumnya, yang mungkin jauh lebih kasar lagi dari kedua contoh kata di atas, ungkapan kata yang mereka keluarkan masih terbilang wajar. Tapi karena saya ingin membiasakan mereka dari rumah, dan dari kecil untuk berkata-kata sopan, maka kewajaran itu tidak saya berlakukan di rumah.

Mungkin saya tidak bisa mengubah masyarakat tempat kami tinggal, akan tetapi setidaknya saya bisa mengubah dan membentuk keluarga tempat kami bisa saling mempengaruhi dengan kuat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun