Mohon tunggu...
Mauliah Mulkin
Mauliah Mulkin Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

"Buku adalah sahabat, guru, dan mentor". Ibu rumah tangga dengan empat anak, mengelola toko buku, konsultan, penulis, dan praktisi parenting. Saat ini bermukim di Makassar. Email: uli.mulkin@gmail.com Facebook: https://www.facebook.com/mauliah.mulkin

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Saat Slogan Tak Lagi Efektif Bagi Remaja

26 Juli 2015   11:12 Diperbarui: 26 Juli 2015   11:12 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi tadi, masih dalam suasana menikmati libur seperti biasa saya selalu memanfaatkan waktu untuk ngobrol bareng anak-anak. Kegiatan yang biasanya sulit kami lakukan di luar hari-hari tersebut. Masih terhitung sangat pagi untuk ukuran mereka yang banyak menghabiskan hari libur untuk berlama-lama di balik selimut, saat melihat jarum pendek yang baru menunjuk ke angka 8. Beres-beres rumah bisa nanti setelah ngobrol. Sambil menikmati kopi dan teh obrolan pun mengalir.

            Saffana, anak yang nomor tiga hari Senin besok sudah akan masuk sekolah dengan suasana yang berbeda dengan sebelumnya. Karena tahun ini adalah awal yang baru baginya untuk menjadi murid SMU. Ia bersekolah di salah satu Madrasah Aliyah di Makassar. Sambil ketawa-ketawa sendiri dia mulai curhat soal kemungkinan nanti seragam anak-anak seluruh kota Makassar akan ditambahi atribut kecil yang bertuliskan “Aku Benci Narkoba” dan atribut “Aku Benci Korupsi”. Meski belum pasti dan belum ada ketentuan soal penggunaan atribut tersebut, mereka mulai saling menularkan tawa. Biasalah, seperti orang yang menguap, tertawa pun bisa lho menular.

            Saya coba pancing mereka dengan bertanya, “Memang ada yang salah dengan tempelan slogan-slogan seperti itu?”

            “Yah, tidak juga sih. Tapi  slogan-slogan semacam itu rasanya tidak perlu sampai harus disematkan di baju seragam. Tanpa slogan yang nempel di baju kita juga sudah tahu kalau narkoba dan korupsi itu harus dijauhi.” Dia mencoba menjelaskan.

            Kakaknya (yang kedua), Nabila tambah semakin keras ketawanya.

            “Jadi menurut kalian slogan-slogan itu tidak perlu ya sampai ditempel di baju? Kira-kira apa dong jalan keluarnya?” Saya makin penasaran, ingin tahu kira-kira apa solusinya.

            “Bukannya tidak setuju sih dengan slogan begitu, hanya saja setelah banyak belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, sepertinya kami-kami ini, para pelajar, generasi sekarang sudah bosan lihat tulisan-tulisan sejenis di mana-mana, tapi minim dalam tindakan.” Mereka berdua saling menambahkan dengan semangat tanda saling sepakat.

            Dalam hati saya pun membenarkan pemikiran mereka berdua. Sambil berpikir keras juga, apa solusi dari semua masalah ini?

            Dalam diam  kami yang beberapa saat saya teringat koran Kompas bulan lalu yang sempat terbaca tadi pagi soal Menabung Sampah, Menabung Kepedulian. Yang bercerita tentang gerakan sekelompok anak-anak SMU yang mau bersusah-susah mengumpul dan memilah-milah sampah di lingkungan sekitar sekolah mereka. Lalu menyetorkannya ke bagian pengumpulan sampah yang nantinya akan dirupiahkan dalam bentuk buku tabungan. Ide yang sudah cukup lama tapi masih jarang ada yang konsisten menerapkannya.

Saya bacakanlah artikel tersebut kepada mereka. Selesai baca langsung disambut dengan kisah pengalaman sekolah mereka yang ternyata juga pernah mencoba menerapkan soal pemisahan sampah (organik dan anorganik) tersebut, tapi tidak mampu bertahan lama. Ia hanya menarik saat masih jadi wacana dan ketika baru muncul di awal saja. Selanjutnya orang-orang yang terlibat mungkin mulai bosan dan nampak tak tertarik lagi untuk melanjutkannya.

            Gejala yang sama nak pada banyak kehidupan kita saat ini. Menjadi pencetus gagasan mungkin mudah, namun mempertahankan dan mengawalnya hingga batas waktu yang tidak sebentar itulah yang sulit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun