Mohon tunggu...
Mauliah Mulkin
Mauliah Mulkin Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

"Buku adalah sahabat, guru, dan mentor". Ibu rumah tangga dengan empat anak, mengelola toko buku, konsultan, penulis, dan praktisi parenting. Saat ini bermukim di Makassar. Email: uli.mulkin@gmail.com Facebook: https://www.facebook.com/mauliah.mulkin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Reframing: Mengobati Tanpa Efek Samping

11 Desember 2014   03:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:34 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_381829" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi (Foto: Kompas.com)"][/caption]

Membaca karya-karya Jalaluddin Rakhmat, selamanya memberikan rasa damai, tenang, beban yang berat serasa berkurang, yang terjadi justru rasa bahagia mendatangi. Seperti rasa bahagiaku malam ini saat membaca bukunya: Tafsir Kebahagiaan.

http://cdn.ohsheglows.com/wp-content/uploads/2011/11/neg-pos.jpg

Benar, manusia bukan mesin yang bisa terus-menerus digunakan tanpa kenal istirahat dan tak perlu dorongan semangat. Meskipun seyogyanya jika mau awet atau bertahan lama, mesin pun harus dirawat dengan diberi oli atau minyak pelumas tertentu mungkin, perlu selalu dibersihkan, dan sesekali perlu diistirahatkan. Istirahat dan pengisian energy bagi manusia bisa dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan membaca buku-buku yang berbobot, yang mencerahkan, menggugah semangat, atau membangkitkan semangat hidup.

Salah satu manfaat yang sangat terasa dengan membaca buku-buku yang berkualitas, saya bisa menerima dan memandang beragam jenis manusia dengan beraneka rupa tingkah lakunya, cara berpikirnya,  cara bersikapnya terhadap suatu masalah, atau bahkan caranya menjalani kehidupannya. Saya bisa bayangkan jika tidak mampu berada pada posisi ini, saya akan mengalami banyak stress yang berkepanjangan, fisik yang sakit-sakitan, atau menderita penyakit parah yang tak lagi dapat disembuhkan. Akibat dari pikiran yang sakit.

Setiap waktu, bahkan setiap detik kita senantiasa dihadapkan dengan banyak pilihan dalam 24 jam kehidupan kita. Pilihan yang tentu saja berbeda dengan pilihan orang lain, mungkin anak kita, pasangan kita, atau siapa pun yang berada di luar diri kita. Perbedaannya bisa dalam hal selera masakan, selera berpakaian, selera musik, selera tontonan, selera politik, atau  lain-lain selera yang datang silih-berganti mewarnai keseharian kita. Jika tidak waspada, seseorang bisa jadi terjerumus dalam banyak pertentangan.

Dalam kondisi parah, ketika seseorang mengalami stress atau bahkan depresi, ia mungkin akan mengonsumsi sejenis obat-obatan penenang agar perasaannya bisa kembali tenang dan damai terbebas dari berbagai tekanan. Namun sebagai obat-obatan kimiawi, tentu saja ada efek samping. Ibaratnya di satu sisi menyembuhkan, akan tetapi di sisi yang lain ia memunculkan penyakit baru.

Reframing, sebuah istilah dalam psikologi yang berarti mengubah sudut pandang terhadap suatu objek. Jadi bukan objeknya yang diubah melainkan posisi pengambilan gambarnya yang diubah. Sama dengan masalah. Bukan masalahnya yang dihilangkan, melainkan cara pandang atau cara menyikapinya yang perlu diubah. Jika pilihannya antara obat-obatan dan reframing? Tentu lebih menguntungkan memilih cara yang pertama. Lepas dari  masalah tanpa masalah.

Seringkali sebagai respon alamiah, ketika mendapati orang lain yang berbeda  pendapat dengan kita, dengan serta merta kita akan menyikapinya dengan sikap yang emosional, seperti kesal, marah, dongkol, atau segudang rasa yang lain. Atau saat sedang ditimpa suatu musibah, kita lantas menyalahkan siapa saja yang berpeluang untuk disalahkan. Mungkin anak, pasangan, atau bisa jadi diri sendiri. Dengan melakukan reframing, mungkin banyak hikmah dan manfaat yang justru  dapat kita raih dengan hadirnya musibah tersebut. Misalnya saat tertimpa persoalan ekonomi rumah tangga yang parah. Hikmahnya, semua anggota keluarga bisa bahu-membahu  dalam mencari solusi tambahan penghasilan. Penghargaan terhadap uang menjadi lebih baik dari sebelumnya. Lebih belajar mengelola pengeluaran dan pemasukan, dan tumbuhnya sikap empati terhadap mereka yang juga ditimpa musibah yang sama, yang mana selama ini luput dari perhatian kita.

Dengan reframing banyak persoalan bisa diatasi, banyak penyakit bisa disembuhkan, dan banyak hubungan yang retak bisa dicegah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun