Mohon tunggu...
Mauliah Mulkin
Mauliah Mulkin Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

"Buku adalah sahabat, guru, dan mentor". Ibu rumah tangga dengan empat anak, mengelola toko buku, konsultan, penulis, dan praktisi parenting. Saat ini bermukim di Makassar. Email: uli.mulkin@gmail.com Facebook: https://www.facebook.com/mauliah.mulkin

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Trial and Error Mengasuh Anak Pertama

12 Desember 2014   03:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:29 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1418306234549125340

Setiap orangtua pasti punya pengalaman yang unik saat pertama kali dianugerahi seorang anak. Ada yang bingung, kewalahan, pusing tujuh keliling, panik, dan berbagai macam luapan ekspresi lainnya. Saya pun termasuk di antaranya. Meski sebelumnya sudah mempersiapkan diri dengan bacaan-bacaan yang berkaitan dengan pendidikan dan psikologi anak. Tetap saja ada beberap hal yang terlewatkan yang akhirnya memicu kepanikan.

Seperti saat si kecil seminggu berturut-turut hidup seperti kelelawar. Pagi sampai sore tidur melulu, malam sampai pagi justru terjaga penuh. Sementara bacaan sebelumnya belum ada yang membahas soal ini. Wah paniklah saya sebagai ibu baru kala itu. Sempat agak stress dan berteriak memanggil ibu minta bantuan. Akhirnya tanpa panduan buku apa pun, hanya dari pengalaman orangtua sebelumnya, dicobalah membuat si anak tetap terjaga dengan mengajaknya bermain di siang hari, dengan harapan malamnya bisa tidur nyenyak seperti anak-anak bayi pada umumnya. Alhamdulillah berhasil.

Waktu itu dalam teori perkembangan kesehatan anak diajarkan untuk segera melatih anak tidur tengkurap meski baru terhitung satu bulan agar otot-otot lehernya segera menguat dengan lebih cepat, sehingga tidak butuh waktu lama untuk kepalanya bisa tegak dengan normal. Setiap habis mandi pagi si bayi dijemur sebentar sekitar 15-30 menit agar pertumbuhan tulangnya kuat dan sehat. Sehabis mandi, sebagai pengantar tidur, untuk meningkatkan kecerdasan, dan juga untuk membuatnya bisa tidur lebih tenang diputarkanlah musik instrumental klasik.

Usia 7 bulan, karena habis baca bukunya Glenn Domann yang berjudul “Mengajar Bayi Anda Membaca”, maka segeralah saya begadang membuatkan alat peraga sebagai bahan pengajaran melatih anak melihat huruf-huruf berukuran besar berwarna merah dalam kata-kata tertentu. Ia yang masih duduk di kursi ‘baby walker’ nya segera bisa menangkap latihan-latihan yang menggembirakan ini. Iya, menurut buku, suasana anak harus dalam keadaan riang, moodnya sedang bagus, sudah kenyang, sudah mandi, dan tidak boleh ditest sama sekali sampai batas waktu tertentu. Latihan diberikan sebanyak tiga kali, pagi, siang, dan malam.

Umur 3 tahun, si batita agak gagap setiap kali bicara dengan kalimat yang panjang-panjang. Untungnya sudah baca buku “Salahnya Kodok” karya Muhammad Fauzil Azhim. Di sana dijelaskan bahwa ketika anak mengalami masalah kegagapan, orangtua sebaiknya tenang saja. Biarkan dia dengan kegagapanya dan bersabarlah mendengar si anak menyelesaikan kalimatnya. Jangan dipotong, jangan dicela, atau dikomentari. Mengapa anak seperti itu, karena otak anak bekerja dengan cepat, banyak ide yang ingin ia sampaikan, tapi terkendala oleh keterbatasan kata-katanya. Jadilah ia sedikit gagap. Nah, kondisi ini bisa semakin parah, jika tidak ditangani dengan cara yang benar. Bersyukur ketemu buku yang tepat di saat yang tepat pula.

Selain kejadian-kejadian yang sudah “on track”, ada juga beberapa kasus yang salah penanganan. Misalnya, ketika si kecil 3 tahun sedang bermain dengan adiknya yang umur 1 tahun, ia beberapa kali tidak membereskan kembali mainannya. Karena saat itu saya sudah capek, jadi hilang kesabaran. Dengan gerakan yang pasti saya menyapu sekalian mainannya bersama dengan sampah-sampah rumah lainnya, kemudian membuangnya ke teras halaman belakang. Saya bilang ke dia, “Kalau kamu tidak membereskan kembali mainanmu, maka Umi akan membuangnya.” Dia menatap saja ke arah mainan-mainan itu, tanpa berkata apa-apa. Tak lama kemudian ia memunguti sendiri mainan tersebut.

Keesokannya, giliran saya yang terperangah. Dia tiba-tiba melemparkan alat pembakaran ikan saya ke halaman belakang.  Saya kaget, “Kenapa pembakaran ikan Umi dibuang?” Dengan entengnya dia jawab: “Iya, kan Umi juga membuang mainan saya?” Hahaha......Duh, memang anak adalah spons yang mudah menyerap apa saja yang ia lihat dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekelilingnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun