Di zaman yang semakin berkembang semakin beragam pula tingkah laku serta masalah sosial yang terjadi terutama masalah pada kalangan remaja. Perkembangan teknologi sekarang ini telah memberikan banyak dampak buruk bagi remaja sehingga menyebabkan terjadinya kenakalan remaja. Pada masa remaja, dimana tingkat rasa keingintahuan mengenai seksualitas sangat tinggi terutama dalam pembentukan hubungan dengan lawan jenisnya. Besarnya keingintahuan remaja mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas mengakibatkan remaja selalu berupaya untuk mencari tahu lebih banyak informasi mengenai seksualitas.
Perilaku seks bebas merupakan salah satu akibat dari pergaulan bebas. Permasalahan ini cenderung dilakukan oleh kelompok remaja tengah dan akhir. Remaja tengah berada pada range 15-18 tahun, yang dimana remaja berada pada masa-masa ingin mencari identitas diri, tertarik dengan lawan jenis, timbul perasaan cinta dan mulai berkhayal mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seksual. Sedangkan remaja akhir yaitu berada pada usia 19-21 tahun, pada masa ini remaja dapat mengungkapkan kebebasan diri dan mewujudkan perasaan cinta yang dirasakannya (Kemenkes RI, 2015).
Kasus tentang kenakalan di indonesia pada umumnya identik dengan remaja yang berada di kisaran usia 15 tahun dan salah satu bentuk kenakalan remaja adalah seks bebas. Hal ini didukung dengan ditemukannya 39% remaja perempuan dan 57% remaja laki-laki melakukan petting. Fenomena seks bebas korban pornografi dari media sosial sebesar 168 orang, anak pelaku kepemilikan media pornografi (HP/Video) sebanyak 80 orang. Data kasus anak korban tayangan dan pergaulan seks bebas di Indonesia sebanyak 157 orang dan anak korban pernikahan di bawah umur sebanyak 10 orang (KPAI, 2016). Prevalensi kasus seks pra nikah remaja menurut BPS, BKKBN, Kemenkes RI, ICF Internasional (2013), sebanyak 14,6% terjadi pada remaja perempuan usia 15-19 tahun. Alasan hubungan seks bebas tersebut sebagian besar karena penasaran/rasa ingin tahu (57,5%), terjadi begitu saja pada perempuan (38%), dan dipaksa oleh pasangan (12,6%) pada perempuan. Data kasus pengaduan anak pada klaster pornografi dan cyber crime pada tahun 2016 sebanyak 414 anak, yaitu anak korban kejahatan seksual online sebesar 94 orang, anak pelaku kejahatan seksual online sebesar 72 orang.
Mubarak (2009) mengatakan bahwa kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses perkembangannya, baik pada saat remaja ataupun pada saat kanak-kanak. Secara psikologis kenakalan remaja merupakan wujud dan konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun pada masa remaja, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri dan sebagainya. Masalah sosial yang dikategorikan perilaku menyimpang yaitu kenakalan remaja. Salah satu perilaku kenakalan remaja dapat disebabkan oleh faktor keluarga yang meliputi penceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselihihan antar anggota keluarga bisa memicu perliaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah juga dapat menjadi faktor yaitu seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama atau penolakan tehadap eksistensi anak bisa menjadi penyebab kenalakan remaja.
Oleh karena itu, peran orang tua sangatlah penting dalam menjamin pengetahuan anak terkait perilaku sosial yang menyimpang yaitu seks bebas pada remaja. Penting bagi para orang tua untuk mengedukasi serta mengawasi anak-anaknya agar terjauhi dari pergaulan bebas remaja, dengan komunikasi yang baik kepada anak dapat membantu anak dalam memahami terkait bahaya dan resiko jika terjerumus ke dalam pergaulan bebas remaja dan mencegah anak untuk melakukan perilaku seks bebas.
Remaja adalah masa peralihan yang dialami manusia setelah anak-anak menuju pendewasaan, rentang usia remaja yaitu sekitar 13-20 tahun. Perubahan yang dialami pada masa remaja termasuk signifikan pada semua perkembangannya meliputi fisik, kognitif, sosial, dan watak atau kepribadian (Gunarsa, 1006 : 196). Menurut Pieget (dalam Hurlock, 2001) mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah ikatan orang-orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock 2001 ; 206).
Hubungan seks yang dilakukan di luar pernikahan disebut seks bebas (free sex). Seks menurut Kartono (2009) merupakan energi psikis yang ikut mendorong individu manusia untuk bertingkah laku. Tidak hanya bertingkah laku di dalam seks saja yaitu menjalin hubungan seksual atau bersenggama, akan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan abnormal. Sedangkan Desmita (2005) seks bebas adalah segala cara mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang berasal dari kematangan hormon seksual, seperti berkencan, bercumbu, dan bahkan melakukan kontak seksual yang dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman tentang seksual. Dengan demikian, pengertian seks bebas adalah segala perilaku yang didorong oleh keinginan seksual seseorang terhadap lawan jenis yang dilakukan di luar pernikahan dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima secara umum.
Dalam hal ini, komukasi sangat jelas dibutuhkan terutama dari orang tua kepada anak, karena hal tersebut dapat memberikan keharmonisan dan hubungan saling percaya yang baik antara orang tua dan anak. Dengan adanya komunikasi yang baik, orang tua dapat memahami apa yang diperlukan dan diharapkan oleh anak, dan juga sebaliknya. Sehingga dapat tercipta adanya hubungan saling percaya dan pengertian yang dapat membantu dalam pemecahan atau mencari jalan keluar dari suatu permasalahan yang sedang sang anak hadapi. Komunikasi merupakan hal yang penting dalam suatu keluarga, karena dengan adanya komunikasi dalan suatu keluarga dapat terlihat adanya interaksi dan hubungan yang akrab antar keluarga. Berbeda halnya dengan anak yang berada pada keluarga yang kurang baik komunikasinya antara orang tua dan anak. Hal ini dapat menyebabkan seorang anak merasa kesepian dan tidak memiliki tempat udah mencurahkan apa yang dia butuhkan, anak juga dapat merasa tidak mendapat perhatian dari orang tuanya.
Pengaruh keluarga memang sangatlah besar dalam pembentukan watak dan kepribadian anak. Pengaruh keluarga yang baik akan membentuk karakter yang baik dan anak, sebaliknya jika keluarga tidak memberikan pengaruh yang baik kepada anak, maka dapat dipastikan anak tersebut tidak akan memiliki karakter yang baik dan berpotensi besar terjerumus ke dalam pergaulan bebas dan perilaku menyimpang sosial. Sesuai dengan pendapat Taris dan Senim dalam (Puspitasari, 2012) yang berpendapat bahwa remaja yang tidak memiliki hubungan erat dan pengawasan dengan orang tua cenderung terlibat dalam hubungan seksual pranikah. Karena anak dapat mengeksplorasi sendiri tanpa adanya edukasi dan pengarahan dari orang tuanya, hal tersebutlah yang menjadi faktor maraknya remaja yang melakukan hubungan seks di luar nikah.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa komunikasi di dalam suatu keluarga sangatlah penting bagi orang tua dan juga anak. Anak dapat merasa diperhatikan oleh orang tuanya jika memang dalam suatu keluarga terjalin komunikasi yang baik, anak juga dapat mencurahkan isi hati mereka terhadap apa yang dia butuhkan. Dengan begitu, orang tua juga dapat dengan mudah untuk memantau dan mengawasi anaknya agar tidak melakukan perilaku menyimpang sosial dan pergaulan bebas.
Perilaku seks bebas dikalangan remaja saat ini sudah mencapai puncak yang sangat tingi hingga fenomena perilaku seks bebas perlu menjadi kajian lebih lanjut bagi para akademisi serta untuk membantu bagi pemerintah memberikan solusi yang lebih baik dan juga memberikan masukkan kepada para orang tua untuk lebih waspada dan memperhatikan anak remaja mereka yang dalam masa pertumbuhan di zaman teknologi dan informasi yang lebih mudah di dapat.