Namun maaf, aku bukanlah Byeol yang kau maksud.
"Kau lihat bintang yang paling terang itu? aku sangat menyukainya ... dulu. Di duniaku, kami menyebutnya Polaris. Kita dapat melihatnya sepanjang tahun di belahan langit utara."
"Bukankah itu Bintang Utara? Sepertinya aku pernah membaca sesuatu tentang Bintang Utara."
Â
***
Seondal menyerahkan buku lusuh yang bertuliskan karakter Hanja. Aku mengenali tulisan tersebut, namun tak tahu apa maknanya.
"Di halaman terakhir, terdapat sebuah ramalan mengenai Bintang Utara. Kubacakan, ya."
Â
Langit memahami jiwa-jiwa yang terpuruk oleh waktu---jiwa-jiwa yang tak dapat bergerak, tak mampu berbicara, seakan mematung di tempat yang sama dengan mata tertutup---Baginya, kegelapan telah menjadi sahabat. Namun, cahaya itu tetap ada. Ia tak beranjak ke mana pun atau kapan pun. Karenanya, gelap tak lagi menakutkan. Cahaya dalam gelap itu menjadi kesempatan bagi jiwa-jiwa yang menginginkannya.Â
Kesempatan tak akan datang berkali-kali, tak akan pula mustahil untuk dipatahkan. Semua itu tentang pilihan jiwa-jiwa pemberani---jiwa-jiwa yang merelakan siang atau malam---Sebelum musim berganti, para pemberani harus menentukan hatinya. Saat itu, matahari atau rembulan pun akan diam. Namun, bintang paling terang di langit utara akan siap untuk mengantar.
Bintang paling terang itu adalah Polaris.
Jiwa-jiwa terpuruk itu ... akulah salah satunya.
Â
***