Dalam memahami perjalanan Hijrah Nabi Muhammad SAW, kita tidak hanya melihatnya sebagai sebuah peristiwa sejarah, tetapi juga sebagai landasan pembentukan nilai-nilai fundamental dalam Islam. Hijrah tidak hanya sekadar migrasi fisik, melainkan sebuah perjalanan rohaniah dan sosioekonomi yang menciptakan pondasi kuat bagi masyarakat Muslim di Madinah.
Dalam menghadapi tekanan dari kaum Quraisy, Nabi Muhammad memilih hijrah sebagai bentuk perlawanan dan keteguhan hati. Keputusan untuk tidak membawa harta atau tempat tinggal menegaskan bahwa hijrah bukan sekadar upaya perlindungan fisik, melainkan penyerahan sepenuhnya kepada takdir Allah. Langkah selanjutnya yang diambil Nabi adalah membangun persaudaraan antara Muhajirin dan Ansor. Persaudaraan ini bukan hanya sekadar ikatan emosional, tetapi juga dasar untuk membentuk komunitas yang saling mendukung dan berbagi. Melalui persatuan ini, Nabi membangun fondasi kebersamaan yang kuat di antara umat Islam.
Pentingnya pengelolaan tanah dan lahan juga menjadi sorotan dalam perjalanan Hijrah. Nabi tidak hanya mencari tempat tinggal, tetapi juga menghidupkan tanah mati di Yasthrib. Tindakan ini tidak hanya menciptakan sumber kehidupan bagi Muhajirin, tetapi juga menunjukkan kebijaksanaan dalam pengelolaan sumber daya alam.Sistem pengelolaan ekonomi yang diterapkan Nabi, di mana Muhajirin yang memiliki modal bekerja sama dengan Ansor yang memiliki lahan, menjadi landasan bagi konsep Mudharabah dan Musyarakah. Kolaborasi ini membuktikan bahwa Islam mendorong kerjasama dan berbagi hasil sebagai landasan ekonomi yang adil.
Nabi Muhammad, sebagai pemimpin bijak, tidak hanya terbatas pada mengelola tanah dan lahan di Yathrib, melainkan juga merancang langkah-langkah ekonomi progresif. Salah satu tindakan strategisnya adalah mendirikan pasar untuk memperkuat ekonomi masyarakat, tanpa memberikan ruang bagi sistem monopoli perdagangan.Dengan adanya pasar, Nabi menciptakan lingkungan ekonomi yang dinamis dan terbuka bagi partisipasi semua lapisan masyarakat. Keputusan ini bertujuan untuk menghindari dominasi sektor perdagangan oleh segelintir pihak, menjadikan ekonomi Yasthrib lebih merata dan adil.
Melalui tindakan ini, Nabi tidak hanya menciptakan keberagaman dalam ekonomi, tetapi juga menjaga agar tidak ada kelompok yang menguasai sepenuhnya perdagangan. Hal ini menjadi langkah nyata dalam mewujudkan keadilan agraria, di mana hak-hak ekonomi didistribusikan secara adil, memberikan peluang setara bagi seluruh masyarakat Yathrib untuk ikut serta dalam kemajuan ekonomi. Pasar yang dibangun oleh Nabi tidak hanya sebagai tempat transaksi, tetapi juga sebagai simbol inklusivitas dan keadilan. Dengan demikian, Nabi Muhammad bukan hanya menciptakan sistem ekonomi yang kokoh, tetapi juga menjaga agar ekonomi tersebut menjadi sarana bagi kehidupan yang lebih adil dan berkelanjutan di tengah masyarakat Yasthrib.
Dengan demikian, Hijrah Nabi Muhammad bukan hanya menciptakan Madinah sebagai tempat fisik baru, tetapi juga membentuk fondasi kehidupan yang lebih baik, berlandaskan persaudaraan, pengelolaan sumber daya, dan ekonomi kolaboratif. Sebuah perjalanan yang mengilhami nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan hingga saat ini.
Sumber Rujukan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H