Layanan buy now pay later (BNPL) bakal semakin populer. Sejalan dengan proyeksi transaksi e-commerce yang semakin meningkat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan batas maksimum manfaat ekonominya.
Pasar kredit konsumen di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Khususnya pada segmen pinjaman berjangka pendek dengan nilai kecil. Pada kuartal III 2024, total penyaluran pinjaman mencapai Rp 29,9 triliun dengan 35,75 juta kontrak aplikasi pinjaman baru. Angka tersebut meningkat 24,95 persen secara kuartalan.
Sejalan dengan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mencatat kredit konsumen perbankan tumbuh 10,88 persen secara tahunan. Lebih tinggi dibandingkan Agustus yang naik 10,83 persen.
"Tren ini menunjukkan naiknya kebutuhan masyarakat terhadap produk keuangan untuk berbagai keperluan," ucap Presiden Direktur PT CRIF Lembaga Informasi Keuangan (CLIK) Leonardo Lapalorcia.
Laporan dari Google, Temasek, dan Bain and Company, yang memproyeksi transaksi e-commerce di Indonesia mencapai Rp 1,3 triliun tahun ini. Seiring dengan itu, layanan BNPL juga akan semakin populer. Bahkan Indonesia diperkirakan akan memimpin pertumbuhan industri BNPL di Asia Tenggara dengan pertumbuhan hingga 8 kali lipat dibanding 2020.
Tren tersebut yang membuat perusahaan fintech berlomba-lomba menyediakan layanan BNPL. Salah satunya, PT Lentera Inspirasi Pembiayaan yang meluncurkan layanan paylater lewat Flip. Cukup dengan menggunakan aplikasi, pengguna dapat mengakses berbagai merchant di platform e-commerce populer. Serta melakukan pembayaran kemudian dengan menggunakan skema cicilan yang mudah dan terjangkau.Â
Baca Juga:Â Akumindo Sayangkan Kebijakan Hapus Tagih Kredit UMKM Terbatas ke Debitur Himbara
Ketua Komite Buy Now Pay Later (BNPL) Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Anggie Setia Ariningsih menyatakan, digitalisasi membuat permintaan akan pembiayaan jangka pendek meningkat. Pelaku industri harus berupaya keras untuk menciptakan perjalanan debitur yang lebih aman dan terjamin.
"Hal ini menjadi peluang yang baik untuk kolaborasi antara penyedia jasa keuangan dan biro kredit," ungkap Anggie Setia Ariningsih.
OJK terus mendorong pertumbuhan industri jasa keuangan khususnya layanan pinjaman daring (pindar) dan BNPL bagi perusahaan pembiayaan. Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi M. Ismail Riyadi menuturkan, sedang mempersiapkan pengaturan terkait dengan skema BNPL perusahaan pembiayaan. Untuk mengantisipasi potensi terjadinya jebakan hutang (debt trap) bagi pengguna yang tidak memiliki literasi keuangan yang cukup dalam menggunakan produk dan layanan keuangan.
"Pokok-pokok pengaturan ini mencakup, antara lain pembiayaan PP BNPL hanya diberikan kepada nasabah/debitur dengan usia minimal 18 tahun atau telah menikah dan memiliki pendapatan minimal sebesar Rp 3 juta per bulan," ungkap Ismail Riyadi.