Ibnu Khaldun (1332 --- 1406) mendefinisikan tujuan negara didirikan adalah untuk memberikan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat. Di antara teori-teori terbentuknya sebuah negara, teori kontrak sosial lah paling konkret. Teori ini menyebutkan kemunculan suatu badan organisasi atau negara merupakan hasil perjanjian masyarakat yang mendiami suatu wilayah. Individu-individu terhimpun melahirkan acuan untuk hidup bersama sebagai sebuah bangsa.Â
Dalam negara demokrasi, tanpa tirani sebab warga negara dengan lembaga negara telah sepakat dengan kontrak-kontrak sosial yang dibuat bersama. Ketegasan kontrak tersebut cukup dibuktikan dengan adanya sifat kekuasaan pemimpin (penguasa) yang tidak absolut dengan segala turunannya seperti penjaminan hak rakyat, Trias politika.
Baca juga: Apa Itu Kontrak Sosial?
Sebelum kontrak sosial itu terwujud, Thomas Hobbes ( 1588 --- 1679 ) mengatakan kehidupan alamiah manusia dalam keadaan kacau, tanpa hukum, tanpa solidaritas sosial apalagi pemerintahan. Lain halnya dengan Hobbes, Jhon Locke beranggapan keadaan alamiah adalah kebalikan dari argumen Hobbes, yaitu suasana damai, sejahtera, dan tentram. Ia menambahkan, sekalipun ideal, keadaan itu berpotensi kacau lantaran tidak ada organisasi yang mengatur urusan masyarakat nya. Baik Hobbes maupun Locke bersepakat bahwa kehadiran unsur organisasi (negara) mutlak didirikan untuk mengurusi segala aspek kehidupan masyarakat di suatu wilayah. Betapa banyaknya urusan-urusan masyarakat itu, diperlukanlah semacam regulasi agar tidak saling tumpang tindih, regulasi itu dinamakan kontrak sosial.
Dalam konteks negara Indonesia, dahulu, BPUPKI dan PPKI menjadi wadah penempahan model negara. Para veteran itu membentuk pondasi negara bukan sekali jadi, lalu selesai. Berbulan-bulan, berargumen dengan puluhan isi kepala yang berbeda. Cerdasnya mereka, para veteran itu menyusun model negara melalui kacamata sosio-historis yang direlevankan dengan pembaruan zaman. Konsep sosio-historis itu dituangkan dalam poin konstitusi dan sekaligus menjadi patokan dalam merumuskan identitas negara yang harus dipatuhi semua kalangan.
Baca juga: Pemilu Perwujudan "Kontrak Sosial"
Saat itu juga, bisa dikatakan patokan itu merupakan kontrak sosial, yang lahir dari naluri panitia sembilan dan BPUPKI. Ketajaman insting mereka yang dipadankan dengan karakter penduduk Nusantara melahirkan konsensus nasional, penjaga kedaulatan negara di masa-masa mendatang. Sentuhan intiusi berpadu firasat, menerawang karakter negara seperti apa yang cocok bagi negara yang siap lahir sudah selayaknya diapresiasi sejarah berkesinambungan. Dari kontrak sosial inilah arah bangsa akan diarahkan, dan dengan harapan, kontrak sosial inilah yang akan menyatukan kemajemukan negara Indonesia.
Kontrak sosial, sebagaimana kita pahami di atas adalah merupakan hasil kesepakatan pemikiran untuk kemaslahatan bangsa yang direlevankan dengan pembaruan zaman. Sifat demikian memperlihatkan kontrak sosial bersifat dinamis. Misalnya saja, masih dalam konteks ke-Indonesiaan, gonta-ganti undang-undang, perubahan sistem pemerintahan, dan pergantian perdana menteri. Itu bagian dari kontrak sosial? Ya! Sifatnya yang fleksibel sesuai kebutuhan zaman membuatnya dapat diperbarui (renewal) atau amandemen.Â
Selain dinamis, kontrak sosial juga bersifat aktual. Konstitusi seperti sekarang yang kita kenal dengan berbagai macam afiliasinya, adalah juga aplikasi dari kontrak sosial tersebut. Susunan yang bertingkat, dinamis, mengikat, namun tetap aktual. Andaikata konstitusi itu dianggap sudah tidak relevan lagi dengan zaman, maka diadakanlah amandemen.
Baca juga: Teori Kontrak Sosial J.J. Rousseau
Tidak ada alasan untuk membenci membabi buta sebuah kesepakatan, terlebih cakupannya luas. Jika terdapat kecacatan dalam kontrak sosial itu, argumen yang dibangun haruslah konstruktif dengan titik utama akar permasalahannya, sebab, jika di luar itu, bukan hanya memperbanyak masalah, melainkan juga memperpanjang masalah, sementara ruang terbatas. Kontrak sosial akan dirawat oleh zaman, dan kesadaran masyarakat akan memperbaiki itu semua. Yang kurang ditambahin, yang cacat diperbaiki, lalu kemudian disempurnakan, bukan malah sebaliknya.