Mohon tunggu...
Maulana Sastrajendra H.
Maulana Sastrajendra H. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Do Your Best and Let God Do The Rest

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menegakkan Kedaulatan Indonesia terhadap Ancaman Konflik di Wilayah Laut Cina Selatan

30 Mei 2024   07:48 Diperbarui: 30 Mei 2024   10:45 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Secara geografis, Laut Cina Selatan memang memiliki letak yang sangat strategis. Selain letaknya yang strategis, kawasan perairan ini memang memiliki sumber daya alam, baik hayati maupun non hayati yang berlimpah. Perairan ini juga dikenal sebagai salah satu jalur utama perdagangan internasional maupun navigasi internasional. Inilah kemudian yang menjadi salah satu alasan utama mengapa perairan tersebut menjadi incaran bagi negara-negara pantai di sekitarnya. Oleh karena selama bertahun-tahun negara-negara pantai di sekitarnya, yang selanjutnya disebut claimant states, berusaha untuk saling mengklaim wilayah maritim termasuk sumber daya alam di alamnya, maka timbullah konflik di perairan tersebut.

Konflik Laut Cina Selatan merupakan konflik yang bersifat multidimensional. Pembahasan masalah tersebut memerlukan berbagai sudut pandang yang ada, di mana hal tersebut selain meliputi aspek hukum sebagai faktor utamanya dengan merujuk pada UNCLOS 1982 beserta berbagai instrumen hukum terkait lainnya, hal tersebut juga memerlukan pembahasan dengan melihat aspek sejarah, politik, dan ekonomi. Hal ini pula yang menyebabkan konflik Laut Cina Selatan bersifat kompleks. Karena penyelesaian masalah tersebut harus melibatkan berbagai aspek yang ada sebagaimana yang telah disebutkan. Para claimant states seperti China, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei berupaya untuk saling merebut wilayah di perairan tersebut terutama di kawasan kepulauan Spratlys dan Paracels.

Akar permasalahan utama (root case) dari konflik Laut Cina Selatan harus dilihat berdasarkan dua aspek utama, yaitu geographical feautures dan maritime delimitation. Berbicara geographical features, artinya kita mengacu pada masalah kepemilikan atas wilayah seperti kepulauan, batu karang, low tide elevation yang tersebar di sepanjang Laut Cina Selatan. Konsekuensi dari hal itu ialah siapa yang berhak secara hukum memiliki atau menguasai wilayah tersebut. Kemudian dalam kaitannya dengan maritime delimitation, maka yang fokus perhatian ialah sejauh mana batas atau jarak kepemilikan suatu negara atas wilayah bersangkutan sehingga tidak berbenturan dengan kedaulatan wilayah teritorial negara lain di dekatnya berdasarkan hukum internasional. Dua aspek tersebut memang berbeda, namun dalam kaitannya dengan konflik tersebut perlu juga dilihat keterkaitannya satu sama lain. Kedua aspek tersebut yang dijadikan dasar oleh Cina dalam menerapkan konsep nine dash line yang dinilai ilegal oleh pihak claimant states lainnya dan dunia internasional. Adanya bentrokan dan saling klaim antara claimant states terkait geographical features dan khususnya maritime delimitation, ditambah dengan konsep nine dash line yang dimiliki Cina menimbulkan adanya overlapping ZEE di Laut Cina Selatan. Overlapping tersebut juga menimbulkan kompleksitas tersendiri dalam konflik tersebut.

Konflik di Laut Cina Selatan ini sendiri berdasarkan klaim asertif Tiongkok memiliki sejarah yang panjang. Klaim asertif berdampak kepada negara-negara yang berada di sekitar wilayah perairan, salah satunya negara Indonesia. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar, memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan strategis. Namun, keberadaan sengketa maritim yang semakin memanas di kawasan tersebut telah menimbulkan ancaman yang nyata terhadap kedaulatan Indonesia. Klaim yang ditegakkan oleh Tiongkok atas sebagian besar Laut China Selatan berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia atas ZEE-nya. Jika klaim Tiongkok diterima oleh masyarakat internasional, hal ini dapat mengurangi wilayah ZEE Indonesia secara signifikan, yang berdampak negatif pada eksploitasi sumber daya alam, kegiatan perikanan, kepentingan ekonomi dan keamanan lainnya di perairan Indonesia.

Visi Poros Maritim Dunia yang dicanangkan Presiden Jokowi sebagai salah satu program kerja unggulan sangat penting dan sejalan untuk mendukung Indonesia dalam kondisi saat ini. Arsitektur geopolitik Indonesia harus berorientasi kepada laut. Kecenderungan geopolitik Indonesia pada awalnya berfokus pada daratan. Namun pada saat pemerintahan Jokowi menjabat sebagai Presiden, kecenderungan geopolitik Indonesia mulai berfokus pada maritim. Pentingnya menjaga kedaulatan didasarkan alasan bahwa pusat geoekonomi dan geopolitik bergeser dari barat ke timur. Hal ini disampaikan oleh Jokowi dalam East Asia Summit ke-9 di Myanmar.

“Pusat gravitasi geoekonomi dan geopolitik dunia sedang bergeser dari Barat ke Asia Timur. Sekitar 40% perdagangan dunia berada di kawasan ini. Negara-negara Asia sedang bangkit. Indonesia berada tepat di tengah-tengah proses perubahan strategis itu, baik secara geografis, geopolitik, maupun geoekonomi”(Kumparan, 2022).

Sebagaimana dalam menegakkan kedaulatan Indonesia dalam menghadapi ancaman konflik di Laut China Selatan, Pemerintah harus merespons dengan mengambil langkah-langkah konkret:

Pertama, sangat penting secara nyata bagi Indonesia untuk melakukan peningkatan kekuatan pertahanan secara konsisten khususnya dalam perkuatan kekuatan angkatan laut. Langkah peningkatan pertahanan dalam merespons gencarnya aksi Cina di sekitaran Laut Cina Selatan telah terdapat peningkatan yang ditunjukkan dalam 5 tahun dari tahun 2019 sampai dengan  2023. Namun hal ini diketahui terdapat penurunan fokus pertahanan seiring dengan peningkatan kerja sama dengan Cina yang sangat besar di bidang ekonomi.

Hal ini dapat dilihat bahwa pemerintah hanya melakukan perkuatan pertahanan ketika terjadi ketegangan maupun persinggungan di lapangan dan tidak konsisten dalam penanganan jangka panjang. Sebagai contoh yang terjadi di daerah Natuna dapat dikatakan Pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam melakukan penebalan kekuatan yang menjadi ujung tombak pertahanan maritim dalam kasus LCS dengan Cina.

Kedua, Indonesia perlu menimbang kembali dalam menerima kerja sama khususnya kerja sama dalam bidang ekonomi dengan mendapat sumbangan dana dalam jumlah besar di dalam negeri. Hal ini untuk mengantisipasi maksud terselubung dalam bentuk investasi pembangunan infrastruktur tersebut. Dalam prakteknya Cina ingin memberikan pengaruh ke dalam setiap pemerintahan negara yang diberikan suntikan dana. Hal ini pun terlihat jelas saat ini ketika membahas tentang posisi Cina dalam investasi di negara Indonesia pun sudah mulai terbelah menjadi pro Cina dan kontra Cina. Indonesia harus lebih cermat lagi dalam melihat maksud dan tujuan dari investasi yang dilakukan di dalam negeri Indonesia jangan sampai justru investasi itu berbuah menjadi duri yang menusuk Indonesia dari dalam. Untuk meningkatkan kesetabilan pengaruh dan keterikatan dengan Cina Indonesia bisa menjalin kerja sama dengan negara rival Cina yakni Korea dan Jepang. Dalam hal ini Jepang dan Korea telah menunjukkan banyak minatnya untuk melakukan investasi di Indonesia.

Ketiga, Indonesia sangat perlu untuk melakukan balance of power di kawasan ASEAN. Kehadiran negara adidaya baru yakni Cina sangat perlu disandingkan dengan negara adidaya lain seperti Amerika serikat maupun negara Eropa lainnya. Posisi LCS yang strategis ini mampu memberikan dampak yang besar apabila terjadi kekuasaan secara sepihak dalam kawasan tersebut. Peningkatan jumlah kegiatan workshop maupun joint trainning dalam hal peningkatan kerja sama dan trust building sangat perlu dilakukan. Diplomasi seperti ini sangat memberi dampak yang positif karena sangat jarang yang bisa meningkatkan Confidence Building Measures antara negara negara di kawasan LCS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun