[caption id="attachment_364767" align="aligncenter" width="300" caption="Dok Pribadi"][/caption]
[caption id="attachment_364768" align="aligncenter" width="300" caption="Dok Pribadi"]
![14214382322047521451](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14214382322047521451.jpg?t=o&v=300?t=o&v=770)
(Kontrakan)
Berawal dari seorang pedagang buah jambu biji eceran dipinggir jalan stasiun citayam, ia mempunyai seorang istri yang cantik dan sholehah hasil dari pernikahan mereka memiliki dua putra dan dua putri.
Ia adalah sosok pedagang yang jujur, gigih dan pekerja keras meskipun keuntungan yang ia peroleh sangatlah minim namun ia tetap mensyukurinya dan dalam hatinya selalu terbersit untuk memperoleh keuntungan yang halal dan tak pernah mengurangi timbangan jambu yang ia jual bahkan ia melebihi timbangan tersebut dengan niat sedekah. Semangat usahanya yang ditekuni sedikit demi sedikit hasil keuntungannya selalu diberikan ke istri tercintanya kemudian sang istripun menyimpannya dibawah bantal, ia sangat bersyukur karna mempunyai istri tak hanya cantik wajahnya namun cantik pula hatinya karena sang istri selalu ikut turut membantu sang suami yaitu dengan berjualan lontong dan es mambo yang dititipkan ke beberapa warung warung kecil disekitar lingkungannya guna untuk menambah pendapatan.
Dari hasil pendapatan yang diperoleh mereka yakin dan mampu menyekolahkan anak anaknya ditempat yang terbaik untuk mendapatkan masa depan yang gemilang kelak, ketiga anaknya pun disekolahkan di pondok pesantren untuk menimba ilmu tidak hanya untuk ilmu dunia namun juga ilmu akhirat.
Setelah lelah melalui hari harinya dari terbit fajar hingga terbenam matahari dan malamnya sebelum tidur sang suami dan istri selalu bertukar cerita akan kesibukannya seharian, mereka berpikir dan terus berpikir serta selalu berusaha keras agar memperoleh keuntungan yang lebih banyak, akhirnya tabungan kian hari kian bertambah sehingga suatu saat mereka bisa membuka warung kecil – kecilan dan berjualan bensin sambil menggendong anak terakhirnya yang masih kecil agar dapat mencukupi kebutuhan yang kian hari kian bertambah banyak.
Tekhnik berjualan yang dilakukan keduanya dengan baik dan melayani pembeli dengan ramah, sopan dan santun, dagangan jambu selalu habis dan banyak pembeli yang berbelanja di warungnya sehingga keuntungan kian hari semakin bertambah dan memenuhi semua kebutuhan. Hasil kegigihan dan jiwa kerja keras mereka memperoleh tabungan yang cukup sehingga dapat membeli lahan – lahan yang dijual dengan harga murah.
Sang istri yang baik ketika suami hendak terlelap dalam tidurnya, ia selalu bangun di keheningan malam tuk mendoakan sang suami dan anak-anak nya kepada Robb nya tanpa ada rasa kantuk sedikitpun, sang pedagang jambu eceranpun sangat termotivasi akan hal itu sehingga ia selalu gigih dan tak pernah mengeluh berjualan jambu dipinggir stasiun citayam walaupun diiringi tetesan keringat yang bercucuran dan rasa dahaga yang amat dalam ditenggorokan guna tuk membahagiakan istri dan anak-anaknya, keuntungan yang ditabung hari ke hari, tahun ke tahun kian bertambah sehingga hasil kerja kerasnya diabadikan dengan membangun kontrakan diatas lahan yang dibeli sebelumnya.
( gambar kontrakan )
Semakin banyak pendapatan semakin banyak pula kebutuhan, kedua anaknya telah lulus dari pondok pesantren dan ingin meneruskan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, hasil kegigihan dan kerja kerasnya iapun mampu menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi swasta, anak pertama mengambil jurusan sastra inggris, anak ke dua mengambil jurusan biologi dan kini keduanya telah menjadi seorang guru.
Meskipun demikian ia tak pernah puas akan hal itu, ia tetap gigih dan semangat bekerja keras untuk selalu memberikan anak anaknya yang terbaik, sehingga pada suatu hari sang pedagang jambu biji dikenalkan oleh temannya ke sebuah perusahaan jus buah, kemudian ia datang ke perusahaan tersebut untuk menawarkan buah jambu biji citayam, pihak perusahaanpun menyetujuinya. Kerja sama pun berlangsung cukup baik dan langgeng, kebutuhan perusahaan semakin meningkat akan buah jambu maka semakin banyak pula ia memasok jambu biji citayam ke perusahaan tersebut.
Disamping itu anak ketiga nya telah lulus dari pondok pesantren dan telah mengabdikan ilmu yang dipelajarinya selama satu tahun, akan tetapi anaknya tersebut ingin melanjutkan sekolahnya di dunia kesehatan dengan ketar ketir dalam hatinya akankah ia mampu menyekolahkan anaknya didunia kesehatan dengan biaya yang cukup mahal, namun sang istri selalu meyakinkannya dan berkata kepadanya bahwa tak ada yang tidak mungkin didunia ini selama kita yaqin dan terus berusaha serta diiiringi dengan do’a segala sesuatunya pasti akan terlaksana, akhirnya kian hari peluang pengiriman jambu ke perusahaan tersebut semakin banyak hingga pengiriman berton ton perminggunya, anaknya pun telah disekolahkan didunia kesehatan dan lulus dengan predikat comlaude , kini telah menjadi bidan di salah satu rumah sakit.
Tinggalah anaknya yang terakhir yang masih duduk di sma, sang pedagang jambu itu selalu memberikan semangat kepadanya akan pentingnya kegigihan dan kerja keras serta mengingatkan akan pepatah “ berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersusah susah dahulu , sukses di kemudian”.
Akan tetapi sang pedagang jambu citayam kini telah tiada, kini hanya menjadi sebuah kenangan yang selalu menyelimuti relung-relung hati kami sekeluarga, kegigihan dan kerja kerasnya akan selalu tertanam didalam hati kami, tinggalah istri yang kini mengikuti jejak langkahnya dan meneruskan perjuangan untuk menjadikan anak terakhir nya menjadi orang yang sukses dikemudian hari nanti, meskipun jiwa raga beliau tak lagi tampak, namun motivasi dan kerja kerasnya akan selalu tertanam dan bersinar di hati kami, seperti matahari yang selalu menyinari alam jagat raya ini, semoga arwah beliau ditempatkan di sisiNya yang terbaik, amin.
Created by Andrian Muzdalifah
( 083876253002 )
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI