Menurut lembaga riset pasar e-Marketer, Â populasi netter Tanah Air mencapai 83,7 juta orang pada 2014. Angka yang berlaku untuk setiap orang yang mengakses internet setidaknya satu kali setiap bulan itu mendudukkan Indonesia di peringkat ke-6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pengguna internet.Pada 2017, eMarketer memperkirakan netter Indonesia bakal mencapai 112 juta orang, mengalahkan Jepang di peringkat ke-5 yang pertumbuhan jumlah pengguna internetnya lebih lamban. Secara keseluruhan, jumlah pengguna internet di seluruh dunia diproyeksikan bakal mencapai 3 miliar orang pada 2015. Tiga tahun setelahnya, pada 2018, diperkirakan sebanyak 3,6 miliar manusia di bumi bakal mengakses internet setidaknya sekali tiap satu bulan. [1]
Dengan penggunaan internet yang sangat tinggi semakin mendorong perkembangan artificial intelligence (AI). Dalam dunia teknologi, AI bukan hal baru. Keberadaannya sudah ada cukup lama hanya saja tidak kasat mata. AI sudah mulai diciptakan manusia sejak abad ke 17 oleh para ilmuwan matematika dunia. Namun gaung ketenaran teknologi tersebut baru muncul sekitar tahun 1950 an. Christopher Strachey  dari University of Manchester, United Kingdom, merupakan programmer yang pertama kali menuliskan AI pada mesin Ferranti Mark I. [2]
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya manusia belahan dunia ketiga bisa berbicara dengan komputer dan ponsel. Apple mempunyai Siri sementara Micorosoft menciptakan Cortana, tidak ketinggalan  Googlepun mengembangkan Google Talk. Ketika berbicara pada laptop atau ponsel untuk bertanya alamat seseorang, pemiliknya bisa mendapatkan jawabanya.Â
Walaupun demikian AI juga besar kaitannya dengan big data, yaitu istilah yang menggambarkan kumpulan data yang sangat banyak. Hal ini memunculkan sebuah isu tentang keamanan dan privasi data konsumen dalam pengeksploitasiannya sebagai target pasar dalam memaksimalkan keuntungan perusahaan.Â
Sebagaimana yang di lansir di Kompas.com (10/04/2018) Facebook dilaporkan kecolongan lagi. Setelah bocornya data pengguna oleh aplikasi pihak ketiga Cambridge Analytica dan AggregateIQ, kali ini, aplikasi besutan CubeYou yakni kuis "You Are What You like", telah ditangguhkan Facebook. Kuis ini mirip dengan kuis #thisisyourdigitallife yang sebelumnya dimanfaatkan Cambridge Analytica, untuk membobol tak kurang dari 50 juta data penggunanya. [3] . Dilansir oleh Independent.co.uk Algorithms used by airlines to split up those travelling together unless they pay more to sit next to each other have been called "exploitative" by a government minister. [4] Â Â Â Â
Beberapa maskapai penerbangan telah menetapkan algoritma untuk mengidentifikasi penumpang dengan nama keluarga yang sama yang akan bepergian bersama. Mereka memiliki keberanian untuk membagi penumpang, dan ketika keluarga ingin bepergian bersama mereka akan dikenakan biaya lebih banyak. Ini adalah masalah etika dalam penggunaan data maka diperlukan pedoman dan aturan yang jelas.
Â
Salahsatu Khulafaurasyidin yakni Umar bin Khatab r.a menegaskan bahwa "Tidak boleh berjualan di pasar-pasar umat Islam orang yang tidak mengetahui halal dan haram..". [5]
Sabda Rasulullah SAW berkenaan dengan adab-adab dalam perdaganganpun banyak didapati, salahsatunya adalah ini :
"Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkanatau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang". (Muttafaqun 'alaih) [6]
Inilah Islam, sedemikian ketentuan syariatNya memiliki tujuan-tujuan (Maqosid al-Syariah) yang mencerminkan pandangan holistic Islam sebagai sebuah kesatuan yang berdimensi fisik di dunia dan metafisik di akhirat [7]. Dalam aplikasinya, Maqosid al-Syariah sangat mengedepankan fleksibilitas, dinamisme, dan kreatifitas dalam kebijakan-kebijakan yang berimplikasi sosial, personal, ekonomi, dan pengalaman intelektual. [8]