Hiduplah seorang anak kecil yang terlahir dikeluarga miskin. Seiring kehidupan yang ia lalui dari SD hanya berjalan kaki menuju sekolah. Diberikan jajan sekolah yang hanya berjumlah 500 perak saat berada di sekolah dasar. Tapi, tujuannya bersekolah bukanlah untuk bermain bersama teman temannya. Memiliki tujuan dan impian yang mulia adalah fikiran yang ada dibenaknya.
 Sesekali dirinya selalu menabung, walau hanya dengan jumlah yang terbatas uang jajan sekolah, itu tidaklah membuatnya malas untuk menabung. Hari demi hari ia lalui,waktu demi waktu ia telusuri, dan langkah kaki kesekolah selalu menghasilkan ilmu dikepalanya.
 Disaat teman teman sekolahnya menikmati masa kecil dari keluarga yang berada, uang jajan yang dimiliki temannya sudah berada diatas nilai seribu rupiah. Itu tidaklah membuatnya merasa iri dan kecewa karena berasal dari orang yang tidak punya. Justru dengan demikian dirinya memiliki fikiran yang cerdas.
Berfikir layaknya orang dewasa, sedari kecil dirinya mencari celah untuk menemukan cara menghasilkan uang dari hasil keringatnya. Agar, menjaga penghinaan dan  kata merendahkan untuk menjaga nama baik orang tuanya. Seakan layaknya seorang remaja yang memiliki tanggungan, cara menghasilkan uang yang halal dia cari, mengandalkan dengan melihat cara seseorang menghasilkan uang hanya dengan kemampuan sederhana.
Dirinya melihat seorang yang mencari ampas ampas padi di daerah persawahan, hanya melihat dan mencermati bagaimana ampas ampas itu bisa menghasilkan uang,dirinya seperti menonton film. Sesekali setelah orang dewasa itu sudah selesai memisahkan ampas ampas dan terdapat beras dari ampas yang dipisah. Kini orang dewasa itu menjualnya, seorang anak kecil yang gigih dan sikap penasaran yang tinggi, mengikuti dan memiliki keingintahuan yang kuat adalah kelakuan normal seorang anak kecil.
Orang dewasa itu menjual beras dari pisahan ampas ampas bekas yang ia temukan disawah, menjualnya pada seseorang penimbang beras.Lalu, orang dewasa itu mendapatkan bayaran dari penjualan beras beras itu. Â Seketika anak itu paham cara menghasilkan uang hanya dari ampas ampas padi yang berserak di tengah persawahan. Memiliki niat dan tekad yang besar, memantapkan langkah uji coba sesuai tutorial yang orang dewasa lakukan pada saat ia mencermatinya tadi. Kini, menunggu waktu esok untuk memulai.
Waktu setelah pulang sekolah adalah waktu yang pas untuknya melakukan hal itu. Sesuai dengan apa yang dirinya lihat, ia mengikuti persis seperti tayangan sebelumnya. Sebagai wujud nyata bahwa usaha tidak pernah menghianati hasil, betapa senangnya anak kecil itu ketika menjualnya pada seorang penimbang beras dan menghasilkan uang puluhan ribu.Â
Dengan tujuan yang mulia dan sayang terhadap orang tua. Anak kecil itu tidak pernah mengatakan bahwa orang tuanya pelit karena miskin, dengan senang hati ketika teman bertanya uang jajan anak itu dengan rasa meremehkannya. Ia langsung menunjukkan uang hasil keringatnya yang berjumlah puluhan ribu.  Dirinya mengatakan bahwa inilah uang jajan sekolahku yang diberikan pada orang tuaku. Temannya yang ingin meledeknya pun malu, lantaran hanya memiliki dua ribu dikantongnya. Niat ingin meremehkan malah jadi dipermalukan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H