Pagi cerah menuju Muntilan, Kab. Magelang. Sekitar 60 menit jarak tempuh dari Yogyakarta. Sebuah perjalanan memenuhi undangan kehadiran dari Tuli Mengaji Magelang. Ada rasa bahagia ketika mendengar bahwa ada Gerakan Tuli Mengaji di wilayah lain yang telah bergerak lebih dulu.Â
Ternyata, masih ada orang-orang tulus yang telah menginisiasi gerakan dakwah untuk komunitas marginal secara konsisten, yang jejaknya lirih namun istiqomah di tengah masyarakat. Kami diliputi rasa penasaran setelah mendengar Gerakan Tuli Mengaji Magelang yang telah hadir sejak 2020 itu. Juga tentang sosok di balik progres pergerakan mereka.Â
Pada akhirnya, sampailah kami di sebuah rumah yang luas di area persawahan di sisi timur Masjid Khoiru Ummah. Rumah itu adalah Islamic Camp tempat komunitas Muslim tuli mengaji setiap pekan, Rumah Marhaba namanya. Di depan rumah dua lantai ini, ada sosok lelaki paruh baya menyambut kedatangan kami dengan sangat hangat. Pak Bowo, namanya. Salah seorang penggerak Gerakan Tuli Mengaji Magelang.Â
Tampilannya sederhana, murah senyum, dan terlihat ulet. Beberapa waktu berdiskusi tentang Gerakan Tuli Mengaji dengan Pak Bowo ada wawasan luas yang tersimpan dalam pemikirannya. Tingginya literasi Pak Bowo tampak dari gaya berbicara dan konteks dalam berdiskusi. Pak Bowo tak tampak seperti seorang tuli pada umumnya yang terkendala dalam berbicara. Beliau justru sangat lihai, meskipun beberapa kali sempat terkendala ketika mendengar kata asing atau kalimat panjang. Pak Bowo tuli saat kelas 6 SD karena panas tinggi.
Beliau juga sosok pekerja keras yang pantang menyerah dengan kondisi. Lelaki kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu telah melalang buana, menjejaki berbagai kota dalam kurun waktu beberapa tahun yang lalu sebelum pada akhirnya memutuskan untuk berdomisili di Magelang. Terutama beberapa kota di Jawa Timur yang sempat menjadi basis beliau dalam berdagang komoditas, seperti Mojokerto, Pasuruan, Sidoarjo dan lainnya. Komoditas yang diperdagangkan pun beragam, menyesuaikan dengan produk unggulan wilayah yang bersangkutan.Â
Sosok pembelajar terlihat dari wajahnya dan gayanya dalam berbicara. Minatnya yang tinggi dalam membaca, membuatnya tumbuh menjadi sosok intelek layaknya seorang akademisi jebolan perguruan tinggi. Tak sekadar hanya membaca dalam konteks tulisan, beliau juga sangat pandai membaca kondisi. Dari segenap keresahan, keprihatinan, kepedulian, yang dipadu dengan gagasan dan aksi, pada akhirnya terbentuklah Gerakan Tuli Mengaji Magelang yang telah didirikan sejak 2020 lalu.Â
Gerakan Tuli Mengaji di Magelang, juga Yogyakarta, serta sebentar lagi menjadi Gerakan Tuli Mengaji Indonesia harus lekas di-arusutamakan. Terbatasnya akses pendidikan Al-Qur’an untuk para kaum marginal seperti muslim tuli, hingga pada akhirnya tak ada yang bisa diterima selain ketertinggalan.Â
Mulai dari akses pendidikan hingga pekerjaan yang layak. Jangankan pendidikan Al-Qur’an, pendidikan umum pun masih belum sepenuhnya terfasilitasi. Maka tak heran jika banyak dari kalangan kaum tuli yang usianya sudah menginjak dewasa bahkan lansia, tapi masih tertatih untuk membaca huruf abjad bahkan sama sekali tak mengenalnya.Â
Mereka sangat minim dalam kemampuan literasi. Tentu ini seharusnya problematika yang sangat serius karena akan berdampak pada kesulitan mereka dalam berinteraksi dengan orang lain dan memahami suatu konteks komunikasi atau pembahasan tertentu.
Pak Bowo, juga penggerak program untuk Muslim Tuli lainnya, sangat memahami rangkaian problematika ini. Dengan segenap keberanian, kepedulian, kemampuan, serta tekadnya untuk terus meningkatkan kompetensi diri, Pak Bowo menjadi salah satu sosok yang memutuskan untuk memfasilitasi pendidikan Al-Qur’an bagi Muslim Tuli Magelang.
Wibawa, kesabaran, dan kemampuan beliau dalam mendidik menciptakan hubungan yang kuat dengan para santri Muslim Tuli. Inilah yang mendorong para santri istiqomah dalam belajar Al-Qur’an Isyarat setiap pekan di Rumah Marhaba ini dari waktu ke waktu. Konsistensi mereka terjaga dan kian menguat seiring dengan kedekatan dan wejangan motivasi dari Pak Bowo juga pengajar lainnya.Â
Mulai dari isyarat hijaiyah hingga menuliskannya, perlahan tapi pasti dengan segenap komitmen yang terus dibangun bersama, di suatu waktu mereka akan sampai pada Al-Qur’an.Â
Tak hanya mengajar dan berhenti dengan kompetensi yang dimiliki, Pak Bowo juga terus belajar kepada siapapun dan tentang apapun, meningkatkan kompetensi diri, dengan tujuan bisa diajarkan kembali dengan sempurna kepada para santri Muslim Tuli.
Kini, ada sekitar 58 santri Tuli yang menjadi santri dalam Gerakan Tuli Mengaji Magelang. Mulai dari anak-anak, belia, remaja, dewasa hingga lansia. Para santri berasal dari sekitaran Magelang, ada yang dari Purworejo.Â
Para santri berkomitmen untuk terus berproses mempelajari Al-Qur’an. Jarak dan ketiadaan dukungan dana bukan menjadi dalih untuk menghambat pergerakan Tuli Mengaji Magelang. Namun, dari sanalah tumbuh kemandirian untuk tetap belajar dan menjemput keberkahan Al-Qur’an.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H