Di tengah keragaman umat Muslim Indonesia, terdapat kelompok yang sering terpinggirkan dalam hal aksesibilitas terhadap pembelajaran agama: Muslim Tuli. Kurangnya program dan gerakan yang berfokus pada kebutuhan mereka menghambat hak fundamental mereka untuk mempelajari Al-Qur'an dan mendalami agama Islam. Muslim Tuli belum memiliki akses yang luas terkait pendidikan Al-Qur'an dan Agama Islam di pelbagai wilayah di Indonesia. Jika dibanding dengan Muslim dengan disabilitas sensorik netra (PDSN), maka Muslim Tuli jauh terlambat. Muslim dengan disabilitas sensorik netra (PDSN) sudah mendapatkan akses dan inklusivitas sejak rilisnya Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 25 tahun 1984.
Permasalahan aksesibilitas dan program atau gerakan yang inklusif untuk Muslim Tuli di Indonesia memang harus berangkat dari data lapangan yang presisi sebagai bahan dasar kebijakan atau program nasional. Informasi pasti mengenai jumlah penyandang disabilitas di Indonesia masih minim dan terbarukan. Pelbagai lembaga seperti BPS, Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja, dan Kementerian Kesehatan memiliki data masing-masing, sehingga datanya tidak seragam. Di saat bersamaan ada yang menyebutkan bahwa Muslim Tuli di Indonesia mencapai angka 2 juta jiwa, bahkan ada yang menyebutkan mencapai 4,5 juta jiwa.
Gerakan Tuli Mengaji Indonesia hadir sebagai solusi untuk menjembatani kesenjangan ini. Gerakan ini bertujuan untuk menyediakan akses pendidikan agama Islam yang inklusif dan mudah diakses bagi Muslim Tuli di seluruh Indonesia yang berbasis pada pemanfaatan teknologi, konsolidasi jaringan pengajar, dan peningkatan kompetensi sesuai standar nasional pengajar Al-Qur'an Isyarat dalam buku panduan yang diterbitkan oleh LPMQ Kemenag RI. Gerakan Tuli Mengaji Indonesia yang digagas oleh LAZNAS PPPA Daarul Qur'an adalah manifestasi pengamalan amanat UU No. 8 tahun 2016 Pasal 14C yang menyatakan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak mendapatkan pengajaran kitab suci dan pembelajaran keagamaan lainnya yang mudah diakses berdasarkan kebutuhan.
Urgensi pengembangan Gerakan Tuli Mengaji Indonesia tidak dapat dipungkiri. Pertama, populasi Muslim Tuli di Indonesia cukup signifikan, namun minimnya perhatian terhadap kebutuhan mereka dalam pembelajaran agama menciptakan kesenjangan yang lebar. Kedua, hak asasi manusia dan kesetaraan akses terhadap pendidikan agama merupakan hak fundamental yang wajib dipenuhi bagi semua orang, termasuk Muslim Tuli. Ketiga, mempelajari Al-Qur'an dan mendalami agama Islam merupakan kebutuhan spiritual yang fundamental bagi umat Muslim. Bagi Muslim Tuli, kesempatan ini seringkali terhalang oleh hambatan komunikasi, metode pembelajaran yang tidak ramah Tuli, dan belum tersedia secara luas dan cukup pengajar Al-Qur'an Isyarat yang kompeten.
Gerakan Tuli Mengaji Indonesia yang digagas oleh LAZNAS PPPA Daarul Qur'an menawarkan alternatif program dan gerakan yang inovatif dan berpusat pada kebutuhan pendidikan Al-Qur'an dan Islam Muslim Tuli. Beberapa pilar program dalam Gerakan Tuli Mengaji Indonesia yang dirilis pada Milad LAZNAS PPPA Daarul Qur'an ke 17 adalah pengembangan modul pembelajaran khusus tuli; pelatihan Guru Al-Qur'an isyarat dengan standar kompetensi nasional; pemanfaatan teknologi informasi; kolaborasi komunitas; serta sosialisasi dan advokasi.
Alhamdulillaah, setelah rilisnya Gerakan Tuli Mengaji Indonesia pada 27 Maret 2024 lalu, LAZNAS PPPA Daarul Qur'an pun telah berkorespondensi dan bersinergi dengan Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Kementerian Agama Republik Indonesia untuk meluaskan distribusi mushaf Al-Qur'an Isyarat di seluruh Indonesia, juga untuk menggelar pelatihan dan peningkatan kompetensi pengajar Al-Qur'an Isyarat yang merujuk pada Panduan Belajar Membaca Mushaf Al-Qur'an Isyarat yang diterbitkan LPMQ Kemenag RI pada tahun 2022 lalu.
Di tengah bertumbuhnya atensi pada Gerakan Tuli Mengaji Indonesia yang digagas oleh LAZNAS PPPA Daarul Qur'an dan ekosistemnya, Kementerian Agama RI juga memiliki peran penting dalam mendukung dan mengembangkan Gerakan Tuli Mengaji Indonesia. Dukungan kebijakan Kementerian Agama RI dapat berupa alokasi program khusus pengembangan program dan pelatihan Guru Al-Qur'an isyarat; membuat regulasi yang inklusif bagi Muslim Tuli; memfasilitasi kolaborasi antara komunitas tuli, organisasi keagamaan, dan lembaga pendidikan/dakwah untuk mengembangkan program Tuli Mengaji yang komprehensif; serta penelitian dan pengembangan metode pembelajaran agama yang efektif dan ramah tuli.
Gerakan Tuli Mengaji Indonesia bukan hanya tentang mengaji Al-Qur'an, tetapi juga tentang membuka pintu inklusi dan aksesibilitas bagi Muslim Tuli dalam kehidupan beragama untuk 2 juta atau 4,5 juta jiwa di Indonesia yang selama ini masih belum menjadi arus utama pendidikan Islam bagi kelompok disabilitas. Dengan dukungan dan komitmen dari semua pihak, gerakan ini dapat menjadi langkah maju yang signifikan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan bagi seluruh umat Muslim di Indonesia. Bismillaah, semoga Allah meridhoi kita semua.
Salam,
Yogyakarta, 29 April 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H