Menurut hasil survey duta baca Perpustakaan Nasional Indonesia menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah. Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara dalam hal preferensi membaca. Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) yang menemukan Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan tingkat literasi terendah.
Lantas jika keadaan ini terus berlanjut, apa dampaknya?
Dampak negatif dari kurangnya minat literasi yang dituangkan dalam buku Ahmad Rifa'i The Golden Generation, yaitu:
(1) Banyak anak muda yang malas, (2) Kurangnya ilmu sehingga tidak mampu bersaing dengan daerah bahkan luar negeri, (3) Kurangnya ilmu membuat sulit mencari pekerjaan, (4) Generasi Anak yang malas membaca akan sulit berintegrasi dengan masyarakat karena kurangnya wawasan, (5) Anak muda sulit mewujudkan potensi dirinya karena keterbatasan pengetahuan, (6) Banyak anak muda yang tidak tertarik dengan lingkungannya dan cenderung menjadi egois karena mereka sibuk dengan gadgetnya.
Tetapi hal ini juga akan berdampak pada kemampuan digital mereka, biasanya mereka yang kurang minat untuk literasi cenderung lebih ahli di bidang digital. Karna orang zaman now cenderung lebih suka menggunakan atau mengoperasikan hal-hal yang berbau dengan digital. Digitalisasi telah mengubah cara kita hidup dan bekerja dan kebutuhan literasi digital menjadi semakin penting dalam masyarakat yang semakin terhubung. Namun, keberadaan elit digital yang baru muncul membuat banyak orang sulit memperoleh keterampilan digital. Elit digital adalah sekelompok orang yang memiliki akses dan dapat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang canggih. Mereka sering memiliki akses ke peralatan dan jaringan yang lebih baik, serta pengetahuan dan keterampilan tingkat lanjut dengan teknologi. Kelompok ini sering mencakup orang-orang dengan pendidikan tinggi, pekerjaan terkait teknologi, dan akses ke lebih banyak sumber daya. Namun, masih banyak orang yang bukan termasuk elit digital ini. Mereka mungkin tidak memiliki akses ke perangkat dan jaringan canggih, atau mungkin tidak nyaman menggunakan teknologi terbaru. Mereka juga tidak memiliki sumber daya dan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan TIK yang dibutuhkan dalam kehidupan kerja saat ini.
Jika orang-orang ini tidak memiliki keterampilan digital yang memadai, mereka mungkin semakin terpinggirkan dalam masyarakat digital. Mereka mungkin kesulitan mencari pekerjaan atau meningkatkan keterampilan mereka di tempat kerja, dan bahkan mungkin kesulitan berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan politik yang semakin bergantung pada teknologi.
Pembelajaran yang sukses membutuhkan keterampilan digital. Misalnya kemungkinan menggunakan perangkat berupa laptop atau hardware dan software yaitu aplikasi pembelajaran yang tersedia. Sambil belajar, ada juga yang menggunakan mesin pencari informasi dan aplikasi komunikasi untuk komunikasi dan media sosial.
Masyarakat zaman now juga harus mengetahui aplikasi dompet digital untuk tujuan membayar  online, e-book, dan e-majalah. Alat lain yang mendukung pembelajaran adalah penggunaan web browser untuk mencari informasi, seperti Firefox, Safari, Chrome, dan Opera. Saat ini, sangat mudah untuk mendapatkan sumber informasi yang dapat dipercaya. Ada berbagai platform untuk database jurnal dan akses buku online, platform pembelajaran online semakin banyak bermunculan, antara lain Rumah Belajar dan Edmodo.
Menyikapi perkembangan TIK ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan Siberkreasi Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) berkolaborasi dan meluncurkan kurikulum digital saat ini, lebih tepatnya Indonesia. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu kompetensi digital, etika digital, literasi digital, dan keamanan digital. Melalui program ini, ditargetkan 50 juta orang akan melek digital pada tahun 2024
Selain itu, kita juga harus memperhatikan etika digital, yaitu. nilai dan prinsip yang memandu perilaku manusia di lingkungan digital. Etika digital berurusan dengan isu-isu seperti privasi, keamanan, dan keadilan di lingkungan digital dan harus menjadi bagian dari literasi digital yang dibutuhkan setiap orang. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, literasi digital menjadi semakin penting untuk kesuksesan dan kesuksesan. Namun, keberadaan elit digital menyulitkan banyak orang untuk memperoleh keterampilan digital. Kita perlu menemukan cara untuk membantu orang-orang yang bukan bagian dari elit digital untuk mendapatkan koneksi dan keterampilan TIK yang diperlukan, dan kita perlu memperhatikan etika digital sebagai bagian dari literasi digital yang dibutuhkan semua orang.
Muhammad Irvan Maulana