(Disarikan dari Workshop Teater dan Keaktoran oleh Iman Soleh)
PURILINGUA, JBSI UNJ - 1 Juni 2013
Syukurlah tidak terlambat karena hari ini sudah yakin akan menjadi hari luar biasa untuk mengikuti workshop teater dan keaktoran. Meskipun hari ini sebenarnya ada undangan pernikahan teman sekelas tetapi saya memutuskan untuk menghadiri materi teater dari tokoh dramawan asal Bandung, Bpk. Iman Soleh. Bisa jadi materi tersebut akan saya kenang biarpun sekali seumur hidup.
Saya masih menerka-nerka akan disulap seperti apa panggung berlantai merah berukuran kira-kira 5 x 3 m². Di sekelilingnya sudah tergelar rapi alas duduk dengan format prosenium (baca: lesehan). Semua yang berada di sana tak sabar menanti sang pemateri dengan alat tulis dan pakaian trainingnya. Peserta pada workshop kali ini meliputi kawan-kawan Bengkel Sastra yang memang sedang berproses Hantu dan Pohon Putih serta dari kalangan pelajar tingkat SMP yang menaruh minat pada seni pemeranan.
Pukul 09.30 WIB rombongan yang datang dari Bandung pun datang. Bpk. Iman Soleh dengan segenap pasukannya menyapa dengan senyum hangat sambil bersalaman dibarengi dengan menyebutkan nama dirinya. Sejenak berpikir, nampaknya sudah jarang para tokoh terpandang mau berjabat tangan dan hal ini tentunya sebagai ciri khas atau wujud keakraban dalam tradisi Indonesia sekalipun hanya "basa-basi".
Tanpa perlu pakaian mewah dengan logo ternama, beliau hanya memakai jeans biru dan kaos hitam dengan logo CCL sesuai dengan komunitas seni yang dibinanya. Lalu, di belakang kaos itu bertuliskan petikan dialog dalam pementasan teater oleh CCL (Celah-celah Langit) yang digarap pada 2011 berjudul TANAH. "Di mana ari-arimu ditanam. Di situ kamu dilahirkan. Menjual Tanah berarti menjual Ibumu sendiri".
Bpk. Iman memulai perkenalan diri atas namanya, 'Soleh yang ber-Iman'. Beliau datang bersama istri, yakni Ibu Chandra, sang anak Mahesa, dan "sastrawan bersertifikat" kang Peri Sandi. Beliau memperkenalkan pula komunitas CCL yang ia rintis sejak awal hingga besar sampai sekarang di Ledeng, Bandung. Baginya berkesenian dalam teater adalah perjuangan. Perjuangan memelihara dan menggeluti dengan istiqomah sehingga terbentuk kantong budaya yang hidup atas dasar kesadaran berkesenian. Hal tersebut tak terlepas dari keberangkatan Iman Soleh yang sejak kecil mengenal kesenian tradisi.
MATERI POKOK 1. KEBIASAAN MEMBACA DAN MENULIS
Modal seorang aktor adalah rutinitas membaca dan menulis yang intensif. Hal tersebut dapat membantu kreatifitas aktor melalui intelektualitasnya terhadap apa yang diketahui dan yang belum diketahui sama sekali. Pada dasarnya berteater memadukan beragam ilmu di samping teknik teater itu sendiri, seperti psikologi, musik, matematika, biologi dan bidang ilmu lainnya. Dengan kebiasaan inilah seorang aktor dapat memperkaya kemasan pemanggungan melalui gagasan yang ia ciptakan.
2.     PARADIGMA TEATER: MEMBESARKAN HAL-HAL KECIL