[caption id="attachment_285475" align="alignnone" width="640" caption="Berharap di Bandung banyak lahan hijau seperti ini..."][/caption] Halo Bandung!! Bagaimana kabar kota kembang? Pertanyaan itu tiba-tiba saja muncul di suatu sore di awal musim gugur. Saat saya berdiri memandangi hamparan padang rumput, terpisah pagar dan jalan mulus beraspal. Tak ada pemandangan lain. Tak ada atraksi lain. Hanya padang rumput di lahan berbukit yang dibelah jalan setapak. Jangan harap ada patung, monumen, ataupun bangku-bangku taman dengan warna seronok. Semuanya tampak sederhana. Sejauh mata memandang hanya lautan rumput yang menghijau. Tapi kesederhanaan inilah yang menjadikan Sengokuhara sebagai salah satu ikon wisata Perfektur Kanagawa. [caption id="attachment_285476" align="aligncenter" width="448" caption="Tidak apa-apa. Hanya padang rumput !!"]
[/caption] Terbayang kota kelahiran tercinta. Tersiar kabar, walikota yang baru sedang giat membangun taman-taman tematik. Sekitar enam ratus taman untuk sebuah kota yang kepadatan jumlah penduduknya sungguh sangat cetar membahana!! Padahal untuk membuat sebuah taman saja dibutuhkan dana yang tidak sedikit, ditambah perencanaan dan persiapannya yang sudah pasti akan menguras pikiran, tenaga, dan tentu saja waktu. [caption id="attachment_285477" align="aligncenter" width="448" caption="Banyak wisatawan mancanegara yang sengaja datang kemari. Saat low season saja jumlah pengunjungnya sudah seperti ini."]
[/caption] Sebagai warga Bandung yang senang jalan-jalan di perantauan, boleh request tidak Pak? Kalau masih ada lahan tersisa, tanam rumput saja Pak !! Murah dan sederhana. Tidak usah pasang patung, pot, apalagi wifi gratis. Pagarnya juga bikin saja yang alami, tidak perlu dicat. Jarak antar tanamannya pun tidak perlu diatur-atur. Benihnya asal sebar!! Selain itu tanaman jenis rerumputan juga dikenal tahan segala kondisi, alias tidak rewel dan tidak gampang mati. Pak Ridwan Kamil:"Taman rumput? Nanti jadi sarang ular
atuh?!" Saya         :"Ya nggak apa-apa. Daripada tamannya dijadikan tempat mojok nggak jelas. Warga pasti berpikir tiga kali sebelum berbuat mesum di sarang ular!! Lagi pula ular kan ada nilai ekonomisnya. Kulitnya dapat diolah oleh warga Cibaduyut. Bisa dijadikan ikat pinggang, ....tas, ...sepatu...." Pak Ridwan :"Memang rumput seperti ini bisa tumbuh di Bandung?" [caption id="attachment_285480" align="aligncenter" width="448" caption="Di Indonesia ada nggak ya?"]
[/caption] Saya              :"Maksudnya pampas grass? Nggak tau. Di Bandung belum pernah lihat. Heheh... Ya sudah, tanam
sunflower saja Pak !" Pak Ridwan :"Maksudnya bunga matahari?" Saya              :"Iya. Bunga matahari selain punya nilai ekonomi, juga manfaatnya banyak sekali. Konon, bijinya bagus untuk meningkatkan konsentrasi. Bahkan lebih efektif daripada kafein yang terkandung dalam setiap cangkir kopi. Bapak sudah pernah coba pimpin rapat sambil makan kwaci?!    Di Perfektur Yamanashi bunga matahari ditanam oleh para volunteer. Semakin banyak yang menanam, semakin banyak pula orang yang punya rasa memiliki. Beruntungnya Bandung, bunga matahari bisa berkembang tanpa mengenal musim. Di Jepang hanya berkembang di musim panas." [caption id="attachment_285491" align="aligncenter" width="448" caption="Harus jeli mengambil angle agar tempat parkir dan ladang di sekitarnya tidak tampak di photo ini"]
[/caption] Pak Ridwan :"Kalau tanam bunga yang cantik
mah pasti banyak warga yang petik..." Saya              :"Ya bagus dong Pak. Jadi biji bunga mataharinya tidak usah repot-repot diolah. Masih di Perfektur Yamanashi, ada taman bunga zinnia di pinggir jalan raya. Warga gratis masuk ke taman tersebut. Bisa bebas photo-photo. Bunganya juga bisa dipegang sepuasnya. Mau dipetik? Silakan. Pilih sendiri, petik sendiri. Sepuluh batang 300 yen. Pengelola hanya tinggal menyediakan gunting. Irit tenaga kerja. Kalau bunga matahari sendiri saya tidak memperhatikan, dijual apa tidak." [caption id="attachment_285492" align="aligncenter" width="448" caption="Zinnia, boleh dipetik !!"]
[/caption] [caption id="attachment_285494" align="aligncenter" width="448" caption="Pilih sendiri, petik sendiri. Sepuluh batang 300 yen."]
[/caption] Pak Ridwan :"Perlu lahan yang luas ya?" Saya              :"Contoh di atas lahannya memang luas, tapi disini banyak juga kok taman bunga dengan luas yang tidak seberapa. Di pojok lain Perfektur Yamanashi misalnya, ada taman poppy di tengah perumahan. Saya tidak ingat tepatnya seberapa luas. Kalau tidak salah hanya sebesar lapangan tenis." [caption id="attachment_285495" align="aligncenter" width="448" caption="Taman poppy di sekitar perumahan"]
[/caption] Pak Ridwan :"Di Bandung bunga seperti ini tidak ada ya?!" Saya              :"Hmmmm..... soal tanaman bisa pohon apa saja. Tidak usah persis seperti di Jepang. Misalnya poppy diganti tongcai..." Pak Ridwan :"Tongcai???" Saya              :"Eh, bukan tongcai, ........ Caisim!!" Pak Ridwan :"Caisim?!" Saya              :"Iya. Caisim. Temannya bok choy. Yang suka ditumis sama tahu kuning
geuning. Atau yang ada di mie tektek..." Pak Ridwan :"Sawi
meureun?!" Saya              :"Sawi?! Iya, kalau tidak salah. Pokoknya bunganya
teh warna kuning. Sangat cantik jika ditanam berkelompok." [caption id="attachment_285496" align="aligncenter" width="448" caption="Di Indonesia, sawi harus segera dipanen sebelum berbunga..."]
[/caption] Pak Ridwan :"Kebun sawi ini
teh?" Saya              :"Bukan kebun, tapi taman sawi Pak. Bisa disebut juga sebagai taman brassica, alias caisim
tea. Atau biar mudah diingat, sebut saja taman narsis. Pasti taman fotografi yang kemarin Bapak canangkan di Kecamatan Sumur Bandung akan mendapat saingan..." [caption id="attachment_285497" align="aligncenter" width="448" caption="Narsis di kebun sawi? So what?!!"]
[/caption] >>Semua photo dokumen pribadi<
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Nature Selengkapnya