Perkembangan zaman telah memberikan dialektika kehidupan yang tidak statis, sangat dinamis, terus bergerak melalui gagasan pembaharuan dan perubahan dalam setiap aspek kehidupan zaman, dimana perhelatan sejarah telah membuktikannya.Â
Era dimana zaman telah merasakan suatu keterbatasan telah berubah menjadi era tanpa batas, ketertutupan bergerak melakukan pembaharuan menjadi keterbukaan, era kegelapan yang berevolusi menuju zaman keemasan, dimana semua berada pada genggaman tangan.Â
Perkembangan zaman ini berkat kerja keras umat manusia yang tiap harinya selalu memunculkan penemuan-penemuan baru yang dapat mengubah dunia.
Di era globalisasi akses terhadap segala informasi sangat terbuka. Terbukanya informasi untuk publik merupakan jantung dari konsistensi mutu suatu demokrasi dan merupakan jaminan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, serta instrumen untuk mengukur sejauh mana pemerintah bebas dari korupsi.Â
Urgensi keterbukaan informasi publik telah mendorong terciptanya Undang- Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Untuk kepentingan implementasi terhadap UU ini telah dibentuk Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2010 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan berpijak pada Kontitusi sebagai norma dasar yakni UUD NRI 1945 Pasal 28F.Â
Keterbukaan Informasi Publik merupakan suatu upaya besar menjamin hak konstitusional rakyat dan membuka culture of secrecy dimana   diketahui "penyelewengan menjadi lebih aman" ketika masih ada culture of secrecy.
Keterbukaan Informasi Sarana Pencegahan Korupsi
Korupsi adalah sebuah kejahatan extra ordinary yang terbukti telah membawa dampak luar biasa dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Â
Korupsi telah masuk menggerogoti sendi-sendi kehidupan demokrasi dan secara sistematis terlembaga dari tingkat bawah (desa) sampai dengan elite di tingkat pusat. Pada tanggal 25 Januari 2017, International Transparency menyampaikan laporan tahunan tentang pemberantasan korupsi yang dilakukan 176 negara, dalam Indeks Prestasi Korupsi menempatkan Indonesia di peringkat ke 90 dengan skor 37. (Transperancy International:2017).Â
Dari sisi skor ada kenaikan satu poin dari 36 menjadi 37, tetapi dari sisi rangking terjadi penurunan dua tingkat dari 88 menjadi 90. Ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara koruptif dengan penilaian yang sangat rendah yaitu 37 poin.
Mengapa demikian? Bukankah penegakan hukum melalui pembentukan substansi hukum (regulasi) dan pembentukan struktur hukum
melalui Kepolisian, Kejaksaan bahkan KPK telah diupayakan secara maksimal? Â Â
Tapi mengapa korupsi semakin melembaga? Kenyataannya, hal itu seperti jauh panggang dari api. Korupsi tetap menjadi budaya, dan bahkan semakin menggurita.