Prof. Dr (HC). Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau akrab didengar dengan panggilan Buya Hamka mrupakan tokoh agama serta tokoh nasional berdarah Minangkabau.Â
Buya Hamka juga merupakan tokoh dari Muhammadiyah dari Sumatera Barat serta pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia  (MUI) yang pertama kali pada tahun 1975. Sosok yang lahir pada 17 Februari 1908 merupakan putra dari pasangan Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan Siti Safiyah.                        Â
Sebagai seorang mubaligh yang besar di daerah Minangkabau yang terkenal dengan adat yang kuat, pendekatan dakwah seorang buya hamka dapat dikatakan sangat elegan.Â
Pendekatan dakwah yang tidak hanya melalui mimbar tetapi juga dengan media sastra/tulisan yang hingga saat ini tetap sangat menarik untuk dibaca, bahkan rekaman ceramahnya pun hingga saat ini masih segar untuk didengar. Sosoknya tersebut tak ayal banyak hal yang dapat dipelajari dari kisah perjalanan semasa hidupnya.
Kaya dengan karyaÂ
Dikenal sebagai "orang siak" bukan berarti Buya Hamka tidak memiliki kemampuan sastra yang baik dan tertata. Telah banyak karya tulis yang lahir semasa hidupnya mengenai social dan agama. Melalui tangannya lahir 3 (tiga) novel yang fenomenal dan saat ini kita kenal berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, Di bawah Lindungan Ka'bah, serta Merantau Ke Deli.Â
Novel yang berlatar belakang situasi di Minangkabau ini sangat menarik untuk dibaca karena sarat dengan persoalan dan kritik yang membuka pikiran serta sudut pandang membaca terbuka. Alur cerita yang rapi dan diksi yang tepat dari novel tidak terasa membawa hanyut emosi para pembacanya. Bahkan 2 (dua) dari 3 (tiga) karyanya tersebut telah diangkat ke layar sehingga karyanya pun dapat dinikmati oleh muda-mudi saat ini. Ada juga karya yang tidak kalah fenomal yaitu Tafsir Al-Azhar. Tafsir dari Al-qur'an ini selesai ditulis oleh Hamka semasa dirinya dipenjara oleh Soekarno pada tahun 1964.
Ragamnya karya tulis yang telah dibuat oleh Buya Hamka menegaskan betapa produktifnya beliau semasa hidupnya. Karya tulis yang tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan tetapi juga memberikan kritik sehingga senantiasa membuka pola pikir dan sudut padang para penikmat karya tulisnya. Tak tanggung-tanggung, atas kiprah dan hasil pemikiran selama hidupnya membuat Univeristas Al-Azhar (Kairo, Mesir) menganugerahkan gelar Doktor Honoris Causa kepada Buya Hamka pada tahun 1959. Pada tahun 1974 Buya Hamka kembali menerima gelar yang sama diberikan oleh Universitas Nasional Malaysia.
Sosok Tauladan
Perjalanan hidup dan sikap semasa hidup Buya Hamka dapat dijadikan sebagai contoh nyata dari sikap toleransi yang selama ini digaung-gaungkan dalam negeri ini. Beberapa peristiwa nyata telah terukir bagaimana sosok Buya Hamka memberikan sikap tauladan akan toleransi itu sendiri.
Pada masa masyhurnya tulisan Buya Hamka yang berjudul "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk" dirinya tidak luput dari dugaan hingga fitnah bahwa karyanya tersebut merupakan hasil plagiasi (tiruan). Tak tanggung-tanggung yang menyuarakan itu sendiri adalah media yang berada dibawah naungan Pramoedya Ananta Toer yang merupakan seniman yang memiliki latar belakang dan ideology bertolak belakang dengan Buya Hamka.Â