Namun hal tersebut disikapi dengan sabar dan santun oleh Buya Hamka sendiri. Selang beberapa waktu kemudian, datang seorang perempuan muda beserta suaminya yang hendak belajar agama islam karena suaminya baru memeluk agama Islam.Â
Dalam rangkaian pembicaraan sampailah pada penjelasan bahwa kedatangan wanita tersebut bersama suaminya mendatangi Buya Hamka untuk belajar agama islam tidak lepas dari arahan/perintah ayah perempuan itu sendiri yaitu Pramoedya Ananta Toer. Pada situasi ini Buya Hamka menampakan sikap yang luar biasa yaitu menerima pasangan muda tersebut dan secara khusus tidak membawa persolan sikap atas ayah anak perempuan terhadap dirinya.
Tak cukup sampai disitu, ketauladan sikapnya dapat dilihat nyata juga pada peristiwa dimana Buya Hamka yang pernah dipenjara oleh Soekarno. Perbedaan pandangan sehingga Soekarno memenjarakan Buya Hamka lantas tidak membuat hati Buya Hamka "terpenjara" oleh dengki dan dendam.  Buya Hamka pun sempat berungkap  bahwa Kitab Tafsir Al-Azhar mungkin tidak akan ada apabila dirinya tidak dipenjara oleh Soekarno pada masa itu.
Sekali lagi Buya Hamka menampakkan sikap eloknya, pada penghujung akhir hayat Soekarno berwasiat apabila ia meninggal hendaknya yang menjadi imam sholat jenazahnya ialah Buya Hamka Sendiri. Permintaan Soekarno itu sendiri dipenuhi oleh Buya Hamka tanpa mempersoalkan kembali terhadap sikap/perbuatan yang telah Soekarno perbuat terhadap dirinya.
Bentuk dari pendidikan
Terbentuknya Buya Hamka hingga menjadi tokoh nasional maupun agama tentu tidak lepas dengan namanya pendidikan. Apapun bentuk pendidikan itu sejatinya diikuti serta dilewati dengan semangat dan kedisplinan nan tinggi untuk menciptakan kapasitas diri yang berkualitas. Lahir dan besar yang dibayangi nama besar bapaknya yaitu Abdul Karim Amrullah tidak membuat Buya Hamka pada masa remajanya menjadi jumawa.Â
Latar belakang bapaknya sebagai Ulama dan Pasilek (pesilat) menuntut didikan yang dijalani Buya Hamka penuh dengan kedisplinan dan ketegasan. Sedari muda Buya Hamka pun sudah meninggalkan rumah untuk menuntut ilmu.Â
Beragam lika-liku serta beragam persoalan telah dihadapinya sehingga hal tersebut yang mengantarkan dirinya menjadi Ulama, Sastrawan, dan mubaligh yang kapasitas dan kualitasnya diakui secara nasional maupun internasional. Beragam penghargaan juga telah disandingkan kepada beliau baik semasa hidup mapun masa sepeninggalnya.
Dahulu maupun dewasa ini, pendidikan yang tegas dan disiplin tentu menjadi kunci agar terciptanya generasi yang berkualitas dan mampu melampui generasi pendahulunya. Semangat juang yang dalam menuntut ilmu oleh generasi muda saat ini diharapkan kelak dapat melahirkan tokoh-tokoh yang bermanfaat dan memberikan pengaruh baik tehadap bangsa dan negara.Â
Buya Hamka baik sebagai orang muslim, sebagai orang minangkabau, sebagai seorang sastrawaan, maupun sebagai tokoh Muhammadiyah telah berhasil memberikan tauladan yang baik dan memberikan tantangan untuk menjadi lebih baik lagi bagi para generasi penerusnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H