Berbicara ekonomi kerakyatan, baik sebagai topik diskusi maupun sebagai sistem, tidak akan pernah sepi peminat, karena ekonomi kerakyatan di satu sisi selain dipandang sebagai sebuah sistem ekonomi yang cocok dengan budaya dan karakter rakyat Indonesia. Di sisi lain, dalam prakteknya, sistem ekonomi kerakyatan secara konkret di Indonesia belum pernah berjalan secara utuh. Bentuk ekonomi kerakyaratan dalam tataran kelembagaan usaha berbentuk Koperasi, yang dalam perkembangannya koperasi itu sendiri tidak menggembirakan. Sedangkan dalam tataran entitas, yang cocok dengan sistem ekonomi kerakyatan adalah pasar tradisional, atau yang dalam UU No 1 Tahun 2014 Tentang Perdagangan disebut Pasar Rakyat.
Di Indonesia jumlah Pasar tradisional sebanyak 16.175 buah, dari jumlah itu, terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat sebanyak 2.559 buah terdiri dari 561 pasar milik Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota, dan 1.998 adalah milik Pemerintahan Desa (Bappeda Jabar : 2019). Kondisi pasar tradisonal saat ini berada pada posisi yang sulit, terlebih setalah masa pandemic Covid 19 yang sudah berlangung selama dua tahun ini, jumlah kios yang beropreasi dan nilai transaksi yang teradi di dalam pasar tradisonal terus menurun dari tahun ke tahun.Â
Penurunan jumlah kios yang beroperasi dan nilai transaksi tersebut terjadi sejak awal tahun 2000. Berdasarkan fakta yang ada, hasil penelitian AC Neilsen awal tahun 2000, diketahui pertumbuhan ritel moderen, khususnya minimarket mengalami pertumbuhan positif sebesar 314,40% pertahun. Di lain pihak, pertumbuhan pasar tradisional di Indonesia mengalami pertumbuhan negative sebesar -8% per tahun.
Memasuki masa pandemi Covid 19, pasar tradisional mengalami degradsi pada titik terendah selama 50 (lima puluh) tahun terakhir ini. Dari data APPSI Jabar, diketahui bahwa nilai transaksi di pasar tradisonal hanya tinggal 40% sampai dengan 60% untuk komoditas bahan pokok sehari - hari. Sedangkan untuk komoditas pakaian dan aksesories lainnya nilai transaksi yang terjadi hanya tinggal 20% sampai dengan 30% saja.
Mencermati kondisi demikan, maka dari sisi politik harus segara ada solusi kebijakan yang dapat menyelamatkan kondisi pasar tradisional di Indonesia, karena menyangkut nasib 12 juta lebih pedagang pasar yang ada di dalamnya.
TANTANGAN DI DALAM PASAR TRADISIONAL
 Kondisi pasar tradisonal yang saat ini berada pada posisi sulit sebagaimana diuraikan di atas, tidak lain karena ada sejumlah persoalan yang kompleks yang terjadi di dalamnya. persoalan tersebut, secara nyata dibiarkan terus menerus berlangsung bertahun -- tahun lamanya. Seiring dengan itu, perumbuhan ritel modern sebagai kompetitor utama pasar terus berkembang sampai ke pelosok pedesaan. Hal tersebut, telah menempatkan posisi pasar tradisonal berada di ujung tanduk. Setidak tidaknya ada 8 (delapan)  persoalan yang terjadi di dalam pasar tradisional (DPW APPSI Jabar : 2020), yaitu :
- Regulasi
Persoalan Regulasi adalah persoalan yang paling krusial dan mendasar, karena ini sebnarnya ranahnya Pemerintah sebagai regulator. Tetapi pada kenyataannya, pemerintah apabila dilihat dari peraturan perundang -- undangan yang ada, cenderung tidak ada keberpihakan yang nyata terhadap kondisi pasar tradisional. Contohnya, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2007 tentang Penataan Toko Moderen Swalayan dan Pasar Tradisonal, melegalisasi berdirinya mini market sampai di fasilitas jalan -- jalan perumahan, oleh para pedagang pasar dan asosiasi pedagang pasar reguliasi tersebut, sebagai biang keladi utama turunnya kondis pasar tradisonal.
- Infrastruktur Pasar
Sulitnya Pasar Tradisional dalam bersaing dengan pasar ritel modern tentu semua orang mengetahui, bahwa infrastruktur pasar tradisonal sudah tidak memadai, hal ini disebabkan oleh mayoritas umur bangunan fisik pasar rata -- rata sudah di atas 20 tahun.
- Status Lahan
Status lahan pasar tradisonal banyak yang bermasalah dari sisi legalitas. Hal ini tentu saja sangat merugikan pedagang, terutama apabila pasar tersebut baru dilakukan revitalisasi, ternyata lahannya bersengketa. Pedagang yang baru membeli kios dengan harga yang mahal, mejadi korban sengketa yang pertama, karena seringkali kehilangan tempat berdagangnya. Karena status lahan yang bermasalah, maka banyak yang masuk ranah pengadilan.
- Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang berada di lingkup pasar rakyat masih banayk keterbatasan dan tertinggal jauh, baik dari sisi SDM Pengelola pasar, yang hanya berpikiran bahwa mengelola pasar sebatas memungut retribusi semata. Sementara di lain pihak, SDM pasar masih banyak keterbatasan mulai dari ketidak tertiban mengelola stok barang, tidak ada pembukuan keuangan penjualan, dan gagap teknologi.
- Modal Pedagang