Foto jurnalisme merupakan salah satu jenis genre fotografi, berawal dari foto documenter yang kemudian melahirkan bentuk fotografi jurnlisme atau foto cerita. Dengan sederhana foto jurnalisme adalah foto yang memiliki nilai informasi atau foto yang memiliki nilai berita.
Foto jurnalisme memiliki unsur penting didalamnya, seperti harus mengandung unsur fakta, informatif dan memiliki cerita. Sehingga foto tersebut dapat disampaikan kepada masyarakat dengan menarik dan mudah dimengerti.
“Fungsi fotografi itu bukan hanya sebagai dokumentasi saja, tetapi fotografi juga harus menjadi sumber kita peduli akan sesame.” Arif Danun
Apa yang diungkapkan Arif Danun seorang fotografer sekaligus pameris yang fotonya berhasil dipameran di jipfest 2021. inilah yang sekarang tergambar dalam konflik di Tamansari, Bandung. Dalam narasi visual foto yang berjudul “kenangan akan rumah”. Arif ingin bercerita tentang warga yang masih bertahan diatas reruntuhan puing – puing rumah mereka.
Rumah yang digusur paksa Pada Kamis, 12 Desember 2019, hari dimana 176 keluarga harus kehilangan rumah yang telah mereka tinggali dari tahun 1921. Ratusan petugas gabungan dari Satpol PP, Polrestabes Bandung dan Kodim 0618/BS dikerahkan Pemkot Bandung untuk mengawal penggusuran paksa demi terealisasinya pembangunan rumah deret yang suatu saat nanti warga harus menyewa setiap bulannya. Tepat saat 33 kepala keluarga lain yang menolak masih melayangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung terkait status lahan ber-status quo tersebut.
Dalam konteks kehidupan urban, David Harvey menamainya dengan istilah spatial fix dengan maksud bahwa perkembangan kota menjadi peluang untuk mengembangkan penciptaan pasar baru dengan cara ekspansi geografis atau menciptakan ruang-ruang untuk melakukan investasi dengan membangun infrastruktur penunjang dalam menyerap surplus secara penuh. Sehingga akumulasi kapital akan dan selalu berlanjut. Lekat dengan kehidupan urban.
Sebagai bagian dari hak asasi manusia, hak atas tanah memang menjadi satu hal yang tidak pernah datang secara percuma. David Harvey (2003) mengingatkan kita bahwa perjuangan hak atas tanah pada akhirnya adalah hasil dari kontradiksi antar kelas. Tanah atau kota, menurutnya, tidak pernah hadir laiknya mimpi basah kelas menengah “harmonis, nir kekacauan, konflik, kekerasan”. Alih-alih, ia senantiasa menjadi arena pertarungan, atau lebih tepatnya pertunjukan perampasan ruang oleh kelompok yang kuat.
Apa yang kemudian dilakukan oleh Arif Hidayat pada akhirnya mesti dimaknai sebagai solidaritas terhadap perjuangan atas hak tersebut, melalui pameran ia memiliki harapan agar Peristiwa-peristiwa nestapa semacam ini tidak hanya menjadi perbincangan sesaat, kemudian terlupakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI