Pembersihan ecek gondok yang cepat ternyata berdampak negatif terhadap sebagian masyarakat sekitar. Penggunaan alat berat dalam pembersihan eceng gondok yang memasuki areal pertanian warga dan kebijakan menaikkan debit air di rawa dengan menutup pintu air bendungan Tuntang memaksa para petani untuk tidak bisa menanam padi selama dua tahun. Selain itu, bagi beberapa warga yang bermata pencaharian sebagai pengerajin eceng gondok kehilangan mata pencahariannya. Mereka juga sulit untuk mencari mata pencaharian lain karena para pengerajin eceng gondok terdiri dari perempuan dan laki-laki yang sudah tidak lagi produktif.
Tahap kedua, BBWS Pemali Juana melakukan penataan jaring apung (KJA), branjang dan pengerukan sedimentasi. Letak KJA yang menyebar di Rawa Pening dengan luas sekitar 55 ha telah diminimalkan menjadi 35 ha di tepi danau di setiap kecamatan. Hal ini ternyata berdampak buruk kepada petani keramba, karena mempersempit ruang gerak untuk budidaya dan khawatir bibit ikan kecil ikut terjaring oleh nelayan. Sedangkan untuk nelayan justru sangat menguntungkan karena area tangkapan ikan menjadi lebih luas.
Dalam tahap ini juga dilakukan penentuan batas-batas baru sempadan danau dan badan air yang dilakukan berdasarkan hasil kajian dan evaluasi Tim Kajian Penetapan Sempadan Danau Rawa Pening pada Wilayah Sungai Jratunseluna. Hasil kajian dan evaluasi ini diperkuat dengan adanya Keputusan Menteri PUPR No.365/KPTS/M/2020 tentang Penetapan Sempadan Danau Rawa Pening pada Wilayah Sungai Jratunseluna. Keputusan ini menjadi permasalahan baru oleh masyarakat. Pasalnya, penetapan keputusan ini bersifat sepihak tanpa melibatkan masyarakat didalamnya. Selain itu, batas baru selebar 50 meter ini menjangkau tanah milik masyarakat dan bahkan sudah dilakukan pemasangan patok oleh tentara Kodam IV/Diponegoro. Penetapan batas sempadan danau ini kemungkinan berhubungan dengan program lanjut revitalisasi rawa pening yaitu untuk pariwisata modern yang dilengkapi tanggul, jalan inspeksi dan jogging track ramah lingkungan yang berpadu dengan tutupan vegetasi di sekeliling danau.
Perlawanan Masyarakat
Pada Senin, 14 Juni 2021, Forum Petani Rawa Pening Bersatu (FPRPB) melakukan audensi dengan BBWS Pemali Juana yang dilaksanakan di Balai Desa Jatiwaringin. Dalam kesempatan kali ini para petani menyampaikan keluh kesahnya mengenai lahan pertanian yang berstatus Hak Milik (HM) masyarakat tergenang air elevasi Danau Rawa Pening. Saat ini elevasi air di Rawa Pening mencapai 462,7 mdpl yang idealnya dalam melakukan penananam berada di elevasi 461,3 mdpl. Hal ini menyebabkan kerugian dan para petani menuntut ganti rugi kepada BBWS Pemali Juana atas lahan yang tidak bisa ditanami. Selain itu para petani juga rutin membayarkan pajak pada tanah tersebut. Menurut Suwestiyono, Koordinator FPRPB mengatakan akibat revitalisasi sekitar 2.000 petani dengan luas lahan 500 ha di 14 desa tidak lagi bisa menanam padi selama 2 tahun.
Tuntutan dari para petani tersebut ditanggapi oleh BBWS Penali Juana dengan pihak terkait karena penutupan pintu air bendungan Tuntang dilakukan untuk menjaga pasokan air baku PDAM dan PLTA Jemuk dan Timo. Menurut Kepala BBWS Pemali Juana, Muhammad Adek Rizaldi, Danau Rawa Pening memiliki empat fungsi utama, yaitu (1) sumber irigasi Demak dan Grobogan seluas 20,76 ha, (2) pasokan air baku untuk minum sebesar 750 liter per detik, (3) pengairan PLTA Jemuk dan Timo yang menghasilkan listrik sebesar 25,5 megawatt, dan (4) pengendalian banjir.
Setelah 2 bulan lamanya tidak ada tindak lanjut dari BBWS Penali Juana, para petani dibawah naungan FPRPB mengirimkan surat tuntutan pada 2 Agustus 2021 kepada Kementerian PUPR dengan tembusan ke Gubernur Jawa Tengah. Hal ini dilakukan supaya para pemimpin mengetahui permasalahan yang dialami oleh masyarakat di sekitar Rawa Pening. Pada saat HUT Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2021, para petani melakukan pemasangan baliho tuntutan para petani yang disertai pengibaran bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Pemasangan baliho tuntutan ini merupakan sebuah simbolis bentuk perlawanan sebagai ungkapan kecewa dan penderitaan masyarakat di sekitar Rawa Pening.
Tidak adanya tindaklanjut lagi dan proses revitalisasi yang sudah memasuki tahap kedua, para petani melalui FPRPB mengundang audensi beberapa anggota DPRD Kabupaten Semarang beserta dengan PUPR pada Rabu, 24 November 2021. Pada audensi ini masyarakat menyampaikan empat tuntutan, yaitu :
- Mengganti garapan yang hilang (kompensasi) bagi pemilik tanah HM dan/ atau santunan bagi penggarap tanah PU yang telah 2 (dua) tahun tidak bisa menanam, dan panen akibat tanah sawah mereka digenangi dampak dari kegiatan revitalisasi Danau Rawa Pening;
- Pada tahun 2022 dan seterusnya petani di bibir Danau Rawa Pening diberi kesempatan bisa menanam padi di lahan sawah tidak digenangi lagi seperti tahun 2020 dan 2021 dengan batas elevasi pintu air pada bulan Juli 461 dan bulan Agustus 460,50;
- Alat tangkap branjang dan keramba tidak dimusnahkan karena masyarakat sekitar Danau Rawa Pening banyak yang bergantung hidupnya sebagai nelayan atau pembudidaya ikan; dan
- Kepmen PUPR 365/KPTS/M/2020 ditinjau ulang atau direvisi karena tidak mencerminkan keadilan bagi masyarakat sekitar danau serta dampak sosial dan penanganannya atas Kepmen ini sangat luas dan meresahkan masyarakat.
Audensi yang kurang puas terhadap informasi yang belum akurat dan terpercaya khususnya mengenai nasib masyarakat dan patok sempadan danau, FPRPB mengumpulkan para petani yang terdampak pada Selasa, 8 Februari 2022 di Pendopo Balai Desa Sumber Rejo. Para petani yang terdampak ini berasal dari empat kecamatan yang ada di sekitar Danau Rawa Pening yaitu Kecamatan Sumber Agung, Sumber Gelis, Sumber Rejo, dan Sumber Jaya. Pertemuan ini bertujuan menindaklanjuti tuntutan dengan mengirimkan surat resmi ke lembaga terkait antara lain Kementerian PUPR, BBWS Pemali Juana, Gubernur, Bupati untuk bertemu dengan masyarakat membahas perihal pemasangan batas sempadan di tanah masyarakat dan agar dilakukannya peninjauan kembali kebijakan yang tertuang dalam Kepmen PUPR No. 365/KPTS/M/2020.
Setelah dua bulan lamanya, akhirnya para petani mendapatkan kabar baik. Pada Selasa, 10 Mei 2022, Kepala BBWS Pemali Juana, Muhammad Adek Rizaldi menyatakan bahwa pada tanggal 1 Juni 2023 akan dibuka pintu air Tuntang secara bertahap untuk mencegah wilayah hilir di Demak dan Grobongan menjadi korban apabila dibuka sekaligus. Hal ini menjadi sebuah kemenangan para petani dari sebuah perlawanan yang cukup panjang. Bupati Kabupaten Semarang, Ngesti Nugraha juga menegaskan, bahwa akan dilakukan indentifikasi dan inventarisasi hak atas tanah. Selain itu wilayah yang terdampak revitalisasi ditetapkan statusnya menjadi Bencana Luapan Rawa Pening dan para petani dibebaskan membayar PBB untuk lahan yang terdampak serta diberikan bantuan 87 ton beras untuk 9.017 jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H