[caption caption="Salah satu ormas turut membuka posko di atas perahu | Sumber : Domentasi Pribadi"]
Reza dan kucingnya
Setelah bermain bersama teman-temanya. Ia masuk untuk mengambil kucing dan kembali bermain. Ia mendekati saya, lalu berbicara pada rekan yang duduk di sebelah saya, “Titip kucingnya,” perintahnya. Tidak lama bermain diantara puing-puing, dengan keringat bercucur dan kaki becek, ia kembali kearah kami untuk mengambil kucingnya. Kita berkenalan, namanya Reza. Ia tetap senang untuk menghadapi hari itu. Mungkin yang terpenting teman-temanya masih ada, tidak ikut digusur dengan excavator.
[caption caption="Reza menatap kaya-kayu yang disusun menuju ‘manusia perahu’ | Sumber : Domentasi Pribadi"]
Reza tidak tahu apa yang terjadi. Keluarganya dan tetangganya bisa jadi akan menghadapi masa-masa sulit dihari-hari selanjutnya. Ia tetap bahagia kok. Reza dan ratusan anak-anak disana akan sama, masih ceria. Itulah anak-anak. Dilluar konflik pendapat, marilah kita sedikit mendinginkan kepala. Ada banyak anak-anak disana, sebagai calon dokter, presiden, atau pengemis. mereka adalah pihak yang benar-benar dirugikan sekaligus dilupakan dalam situasi seperti ini.
Opini kecil dari saya
Saya berhati-hati sekali mengungkapkan pendapat pada tulisan ini. Namun sejujurnya saya tidak bisa menahan diri untuk berpendapat bahwa penggusuran bukanlah solusi yang tepat. Karena hanya memindahkan lokasi kemiskinan dari satu tempat ke tempat lain. Objek yang digusur, akan tetap miskin atau mungkin lebih miskin.
Kawasan kumuh akan hilang dengan sendirinya apabil pemerintah berhasil memecah kemiskinan hingga akarnya. Banyak penggusuran kawasan kumuh di belahan dunia manapun merupakan indikasi dari pemerintah yang frustasi atas ketidakberhasilanya mengangkat derajat ekonomi warganya.
Note : Catatan ini juga dipublish di SINI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H