Mohon tunggu...
Maulana Ahadi
Maulana Ahadi Mohon Tunggu... Dosen - Dambung

Mencurahkan segala rasa, serta gejolak dalam pikiran lewat kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Nostalgia mesin tik, pioneer dalam inspirasi menulis

11 Januari 2025   13:29 Diperbarui: 11 Januari 2025   13:34 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memesan kopi di kedai langganan sumber : dokumentasi pribadi

Ada hal yang selalu menarik pandangan ketika saya menyempatkan untuk mampir sekedar untuk mengopi melepas penat dalam aktivitas harian.

Yaitu satu objek benda yang sudah jadul, namun masing terpampang di atas meja sebagai pajangan.

Benda tersebut tepat berjejer diantara mesin penggiling kopi atau lebih akrab disebut coffee grinder bagi pecinta kopi.
Kebetulan kedai kopi langganan ini adalah salah satu tempat ngopi favorit bagi saya.
Salah satu alasannya bukan karena tempatnya yang mewah, namun ada satu suasana yang jarang saya temukan ditempat-tempat coffee shop lainnya.
Sehingga setiap waktu luang berkumpul dengan kawan-kawan menjadi lebih hangat disertai dengan candaan dan saling bertukar informasi.
Maklum setiap orang mempunyai pandangan, pengalaman suasana dan kesan tersendiri disetiap tempatnya.


Kedai kopi ini mengusung konsep jadul, kebetulan ownernya adalah teman sendiri yang sangat menyukai gaya klasik sebagaimana kedai-kedai kopi di Thailand.
Berada dipinggiran jalan perkotaan tepatnya di Jalan Aluh Idut Kandangan, tempat ini menjadi magnet bagi kalangan pecintanya.


Kedai kopi yang sebetulnya tidak nampak seperti coffee shop lainnya yang mengusung konsep minimalis.
Terlihat sepintas hanya sebuah rumah biasa dengan satu kios kecil dan teras didepannya, namun lengkap dihiasi dengan benda-benda klasik dan kursi -kursi beserta meja khas coffee shop.


Kegiatan sambil ngopi sambil bekerja sumber : Dokumentasi pribadi
Kegiatan sambil ngopi sambil bekerja sumber : Dokumentasi pribadi
Satu benda yang saya maksud itu adalah "mesin tik" tua yang sudah agak berdebu.

Tak ayal setiap memandang benda tersebut, saya selalu terkenang masa-masa pertama kali dikenalkan oleh Almarhum Ayah.

Benda yang dahulunya sangat tidak menarik perhatian saya.
Benda yang selalu disimpan almarhum diatas lemari tua diruang tamu lengkap dengan kopernya.
Rutin dibersihkan beliau, sesekali dipakai untuk keperluan mengetik.
Entah sejak kapan beliau memilikinya, namun sejak saya kecil mesin Tik itu sudah ada.
Sering beliau menyuruh agar mencoba memakainya, tapi kala itu masih kurang berminat.
Sehingga suatu tawaran kesempatan datang sekitar tahun 2001, waktu itu masih kelas 1 Sekolah Menengah Pertama.
Ada salah seorang perempuan dari desa sebelah yang meminta tolong agar diketikkan tugas skripsinya.
Dia adalah salah seorang mahasiswi salah satu Perguruan Tinggi Islam Negeri di Banjarmasin waktu itu.
Maklum tahun 2001 itu mungkin masih belum banyak yang memiliki PC Komputer.
Dengan mesin tik tua seadanya, saya mulai mengerjakan dengan perlahan dan sangat hati-hati.
Bermodal penggaris dan pensil,sedikit menggaris dengan tipis disisi-sisinya agar rata kiri dan kanan.
Kemudian sambil melihat kata demi kata yang sudah ditulis dari naskah yang diserahkan kakak mahasiswi tersebut.
Tak kurang dua minggu saya mengerjakannya siang dan malam, akhirnya tugas itu dapat juga diselesaikan.
Awalnya tawaran itu datang untuk almarhum ayah, namun oleh ayah diminta saya yang mengetikkan.
Entah apa yang dimaksud almarhum waktu itu sehingga tawaran dilimpahkan ke saya.
Mungkin beliau ingin agar suatu saat saya memiliki pengalaman dan keterampilan dari moment tersebut.
Yang jelas itu adalah pengalaman pertama dan begitu berharga sampai sekarang.
Karena ternyata "mesin tik" adalah prototype dari pengembangan alat-alat pengetikan selanjutnya yang memiliki fitur komputer, laptop maupun netbook versi manual.
Ini tidak hanya tentang bagaimana mesin tik menjadi alat pengetikan pada zamannya?.
 Namun bagaimana alat ini mampu menjadi inspirasi bagi penulis dalam keseharian yang sekarang dilakukan?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun