Mohon tunggu...
Maulana aditya Rizkia
Maulana aditya Rizkia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

masih belajar dan akan terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pesantren pendidikan yang Menyenangkan atau Menyeramkan?

31 Januari 2025   13:25 Diperbarui: 31 Januari 2025   13:25 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PESANTREN

PENDIDIKAN YANG MENYENANGKAN ATAU MENYERAMKAN?

Pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan yang menanamkan nilai-nilai keislaman, kedisiplinan, dan kemandirian. Banyak orang tua memilih pesantren sebagai tempat terbaik untuk membentuk karakter anak mereka agar lebih religius dan berakhlak mulia. Namun, di balik citra positif tersebut, ada sebagian pengalaman santri yang justru berbanding terbalik, terutama terkait dengan kasus perundungan atau bullying.

Beberapa kasus menunjukkan bahwa lingkungan pesantren tidak selalu ramah bagi semua santri, bahkan penulis pun dulu merasakan hal tersebut. Perundungan bisa terjadi dalam berbagai bentuk, baik secara fisik, verbal, maupun mental. Senioritas yang berlebihan, hukuman yang tidak mendidik, hingga tekanan sosial di antara santri dapat menciptakan atmosfer yang tidak nyaman. Hal ini menimbulkan pertanyaan: Apakah pesantren benar-benar menjadi tempat pendidikan yang menyenangkan, atau justru menyeramkan bagi sebagian santri?

Fenomena Bulyying di Pesantren dapat terjadi dalam berbagai bentuk, di antaranya:

1.Bullying Fisik: Santri junior sering kali mendapat perlakuan kasar dari senior mereka, seperti dipukul, ditendang, atau diberi hukuman fisik yang berlebihan. Beberapa kasus bahkan bisa berujung cedera serius.

2.Bullying verbal: Bentuk ini berupa ejekan, hinaan, atau perkataan kasar yang menjatuhkan mental santri. Sebagian santri yang dianggap "berbeda" baik karena latar belakang keluarga, fisik, atau kebiasaan sering menjadi sasaran.

3.Bullying Psikologis: Beberapa santri mengalami tekanan mental akibat dikucilkan, diintimidasi, atau dipermalukan di depan umum. Hal ini bisa berdampak buruk pada kepercayaan diri dan kesehatan mental mereka.

4.Senioritas Berlebihan: Dalam beberapa pesantren, santri senior memiliki kewenangan besar terhadap junior mereka. Jika tidak diawasi dengan baik, sistem ini bisa berujung pada penyalahgunaan kekuasaan, di mana junior dipaksa patuh tanpa bisa membela diri.

Bullying yang terjadi di pesantren tidak hanya memberikan efek jangka pendek, tetapi juga dapat berdampak panjang terhadap kehidupan santri. Berikut beberapa dampak serius yang bisa terjadi akibat perundungan di lingkungan pesantren:

  • Gangguan mental dan Emosional: Santri yang menjadi korban bullying sering mengalami tekanan psikologis yang berat. Mereka bisa merasa cemas, stres, bahkan depresi akibat perlakuan yang diterima dari teman atau seniornya. Dalam beberapa kasus, santri bisa mengalami trauma mendalam yang sulit untuk disembuhkan, terutama jika mereka tidak mendapatkan dukungan yang cukup dari lingkungan sekitarnya
  • Penurunan prestasi Akademik: Lingkungan yang tidak aman dan penuh tekanan dapat mengganggu konsentrasi belajar santri. Mereka mungkin merasa takut atau enggan untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar-mengajar karena khawatir akan diintimidasi atau dihukum secara berlebihan. Hal ini tentu berakibat pada penurunan prestasi akademik, seharusnya menjadi fokus utama selama mereka menuntut ilmu di pesantren.
  • Rasa tidak betah dan ingin keluar dari pesantren: Santri yang mengalami bullying terus-menerus sering kali merasa bahwa pesantren bukanlah tempat yang nyaman untuk mereka. Perasaan takut dan tidak diterima membuat mereka kehilangan motivasi untuk bertahan, sehingga beberapa memilih untuk keluar atau pindah ke tempat lain. Hal ini sangat disayangkan karena bisa menghambat perjalanan pendidikan mereka.
  • Dampak jangka panjang: trauma dan masalah sosial: Perundungan yang dialami santri tidak hanya berdampak saat mereka masih berada di pesantren, tetapi juga dapat terbawa hingga mereka dewasa. Rasa trauma yang mendalam bisa menyebabkan mereka sulit untuk percaya pada orang lain, memiliki harga diri yang rendah, atau mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan sosial. Dalam beberapa kasus, korban bullying  yang mendapatkan dukungan psikologis yang tepat bisa mengalami gangguan mental serius, bahkan hingga berujung pada tindakan yang lebih ekstrem seperti menyakiti diri sendiri.
  • - Agar pesantren tetap menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua santri, berbagai pihak, termasuk pengelola pesantren, guru, santri, dan orang tua, perlu bekerja sama dalam mencegah kasus bullying. Berikut beberapa solusi yang dapat diterapkan:
  • Pengawasan ketat dari pihak pesantren: Pesantren harus memilki sistem pengawasan yang ketat terhadap interaksi antar santri, terutama dalam hal senioritas. Pengasuh atau ustad harus lebih aktif dalam mengawasi kehidupan santri agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan oleh senior atau kelompok tertentu 
  • Pendidikan karakter dan Empati: Sejak dini, santri harus diajarkan tentang pentingnya empati dan sikap saling menghormati. Program pembelajaran di pesantren sebaiknya tidak hanya berfokus pada aspek keagamaan dan akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter yang baik.
  • Layanan konseling dan Pendampingan psikologis: Pesantren sebaiknya menyediakan layanan konseling bagi santri yang mengalami tekanan atau kesulitan dalam beradaptasi. Dengan adanya konselor atau pembimbing yang dapat dipercaya, santri yang mengalami bullying bisa mendapatkan bantuan psikologis yang mereka butuhkan.
  • Sanksi tegas bagi pelaku Bullying: Pesantren harus memiliki aturan yang jelas dan tegas mengenai tindakan bullying. Pelaku perundungan harus diberikan sanksi yang mendidik agar mereka menyadari kesalahan mereka dan tidak mengulanginya. Namun, sanksi yang diberikan harus tetap dalam batas yang wajar, tanpa kekerasan yang justru memperburuk keadaan.
  • Peran orang tua dalam mengawasi dan mendukung anak: Orang tua harus tetap menjalin komunikasi yang baik dengan anak mereka meskipun mereka berada di pesantren. Dengan komunikasi yang terbuka anak-anak lebih mudah untuk menceritakan pengalaman mereka, termasuk jika mereka mengalami bullying. Orang tua juga perlu peka terhadap perubahan perilaku anak yang bisa menjadi tanda bahwa mereka sedang menghadapi tekanan atau masalah di pesantren.
  • Intinya pesatren adalah lembaga pendidikan yang bertujuan mencetak generasi yang berakhlak baik dan berilmu. Namun, realitas di beberapa pesantren menunjukkan bahwa masih ada fenomena bullying yang membuat sebagian santri merasa tertekan dan tidak nyaman.
  • Jika bullying dibiarkan tanpa penanganan yang serius, pesantren bisa kehilangan esensinya sebagai tempat pembelajaran yang menyenangkan. Oleh karena itu, semua pihak pengelola, guru, santri, serta orang tua harus berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman, penuh kasih sayang, dan bebas dari perundungan.
  • Dengan pengawasan yang ketat, pendidikan karakter, layanan konseling, serta dukungan dari keluarga, pesantren dapat benar-benar menjadi tempat pendidikan yang bukan hanya menanamkan ilmu agama, tetapi juga membentuk pribadi yang kuat, mandiri, dan berakhlak mulia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun