Mohon tunggu...
MAULANA BAYU ISNAROFIK
MAULANA BAYU ISNAROFIK Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Merasakan, memahami, mendalami

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Indonesia: Antara Kemajuan dan Realita Menyakitkan

31 Mei 2024   10:30 Diperbarui: 31 Mei 2024   10:37 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan di Indonesia bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, ia mengalami perkembangan pesat, didorong oleh cita-cita mencerdaskan bangsa. Di sisi lain, bayang-bayang bisnis menggerogoti, menjadikannya lahan empuk untuk menindas masyarakat bawah. Ironisnya, di tengah gempuran kemajuan, kesejahteraan guru, pahlawan tanpa tanda jasa, masih terabaikan. 

Tahun 2024, berbagai indikator menunjukkan paradoks pendidikan Indonesia. Angka melek huruf meningkat, sekolah-sekolah megah berdiri kokoh. Namun, di balik gemerlapnya angka dan infrastruktur, terbentang realita pahit. Gaji guru masih jauh dari layak, nasib honorer tak menentu, dan beban kerja menumpuk.

Mirisnya, di era digital ini, guru masih terbelenggu birokrasi yang rumit. Alih-alih fokus mengajar, mereka tersesat dalam lautan laporan dan administrasi. Kreativitas dan inovasi terkubur di bawah tumpukan kertas dan angka.

Kekurangan tak berhenti di situ. Kurikulum yang kaku dan berorientasi pada tes menghambat proses belajar mengajar yang holistik. Siswa dijejali hafalan dan angka, tanpa ruang untuk mengembangkan potensi dan karakter. Kreativitas dan kemandirian terkubur di bawah bayang-bayang nilai ujian.

Sementara itu, komersialisasi pendidikan semakin merajalela. Biaya sekolah selangit, buku-buku mahal, dan les tambahan menjadi momok bagi keluarga kurang mampu. Pendidikan seolah menjadi hak istimewa bagi yang kaya, sementara yang miskin terpinggirkan.

Di tengah keputusasaan ini, secercah harapan mulai terlihat. Berbagai kebijakan inovatif mulai digulirkan, seperti Program Guru Penggerak dan Merdeka Belajar. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan otonomi bagi sekolah dan guru, serta mendorong pembelajaran yang lebih berpusat pada murid.

Namun, masih banyak jalan terjal yang harus dilalui. Mentalitas lama masih mengakar kuat. Ego sektoral dan kepentingan pribadi masih mendominasi. Tanpa komitmen dan kolaborasi dari semua pihak, kebijakan-kebijakan ini tak ubahnya pepesan kosong.

Pendidikan abad ini membutuhkan transformasi radikal. Bukan hanya infrastruktur dan angka, tapi juga mentalitas dan paradigma. Guru harus diberdayakan, kurikulum harus fleksibel, dan komersialisasi harus dibasmi. Hanya dengan fondasi yang kokoh, Indonesia dapat mencapai cita-citanya: mencerdaskan kehidupan bangsa.

Catatan Penting:

  • Tulisan ini hanya gambaran singkat tentang kondisi pendidikan Indonesia di tahun 2024. Masih banyak isu dan data yang perlu dikaji lebih dalam untuk mendapatkan analisis yang lebih komprehensif.
  • Penting untuk diingat bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Bukan hanya pemerintah, tapi juga masyarakat, guru, dan murid, yang harus bahu-membahu untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun