Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi akibat pelepasan energi dari bawah permukaan secara tiba-tiba yang menciptakan gelombang seismik. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi atau lempeng bumi. Gempa bumi juga bisa diartikan sebagai suatu peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Frekuensi gempa bumi di suatu wilayah mengacu pada jenis dan ukuran gempa bumi yang dialami selama periode waktu. Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat Seismometer.
Gempa bumi megathrust adalah suatu fenomena geologis yang berpotensi mengakibatkan kerusakan yang sangat besar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini menyebutkan bahwa Indonesia berpotensi dilanda gempa berkekuatan besar atau megathrust. BMKG juga menyebutkan gempa di dua megathrust di Indonesia tinggal menunggu waktu. Megathrust dapat memicu gempa besar di wilayah Jawa dan Sumatra. Zona megathrust Mentawai-Siberut di Sumatera dan selat sunda. Gempa megathrust Mentawai-Siberut dan Selat Sunda diketahui terakhir terjadi di Tunjaman Nankai pada tahun 1946, usia seismic gapnya sekitar 78 tahun.
Sementara itu, gempa megathrust yang terjadi di Selat Sunda terakhir pada tahun 1757, sehingga usia seismic gapnya 267 tahun. Gempa Mentawai-Siberut terjadi pada tahun 1797, sehingga usia seismic gapnya 227 tahun. Artinya usia seismic gapnya telah lebih ratusan tahun, tentunya perlu menjadi perhatian bagi masyarakat untuk mengetahui dan paham mengenai megathrust ini. Itu mengapa masyarakat perlu kembali diingatkan perihal Megathrust yang mungkin akan terjadi.
BMKG Stasiun Geofisika Aceh Besar, juga menghimbau seluruh masyarakat Aceh agar tidak panik dan salah memahami kabar tentang gempa megathrust tersebut. Saat ini masyarakat Aceh masih trauma dari Tsunami tahun 2004 silam. Wajar jika masyarakat resah terhadap ancaman bencana alam tersebut, dimana pada saat itu Aceh telah porak poranda, masyarakat juga banyak kehilangan anggota keluarga. Tsunami yang menghancurkan tersebut bukan hanya meninggalkan jejak fisik, tetapi juga trauma mendalam bagi para korban dan keluarga mereka. Menghadapi ancaman gempa bumi megathrust yang terus menerus mengintai, penting bagi masyarakat untuk tetap tenang dan tidak terjebak dalam ketakutan berlebihan. Salah satu langkah penting dalam menghadapi potensi bencana adalah membangun ketahanan psikologis di masyarakat, yang dapat membantu mengurangi dampak trauma dan meningkatkan kemampuan untuk bertindak secara efektif saat menghadapi situasi darurat.
Merespon keresahan masyarakat, BMKG sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga yang bertugas menyampaikan informasi dan peringatan dini kepada instansi dan pihak terkait serta masyarakat berkenaan dengan bencana karena faktor meteorologi, klimatologi, dan geofisika, memberikan arahan atau kiat dalam mitigasi bencana gempa bumi. Pemerintah dan lembaga terkait harus terus meningkatkan edukasi dan pelatihan tentang kesiapsiagaan bencana, termasuk informasi tentang cara merespons saat terjadi gempa, pentingnya memiliki rencana evakuasi keluarga, dan perlunya memahami rambu-rambu peringatan tsunami. Selain itu, penyuluhan tentang cara mengelola stress dan trauma bagi masyarakat yang terkena dampak sangatlah penting. Kesiapsiagaan bukan hanya soal persiapan fisik, tetapi juga mental.
Masyarakat rentan terhadap gempa bumi megathrust harus di edukasikan untuk tetap tenang dan berpikir rasional, dengan pendekatan yang seimbang antara kesiapsiagaan yang matang dan ketahanan psikologis yang kuat, kita dapat menghadapi risiko gempa bumi megathrust dengan baik dan meminimalkan dampak dari bencana yang mungkin terjadi. Kesadaran dan persiapan masyarakat adalah kunci utama untuk menghadapi ancaman ini secara efektif, dan melalui kolaborasi antara pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan masyarakat, kita dapat meningkatkan ketahanan dan keselamatan kita di masa depan.
Pentingnya ketahanan psikologis dalam menghadapi bencana tidak dapat diabaikan. Trauma dari pengalaman bencana masa lalu, seperti tsunami Aceh, sering kali meninggalkan bekas yang mendalam pada masyarakat. Rasa takut dan cemas yang berlebih atau ketidakstabilan emosional mampu menghambat seseorang dalam bertindak dan berpikir rasional dalam mitigasi bencana. Oleh sebab itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran diri dan mental harus dimulai dari individu hingga organisasi-organisasi. Pelatihan psikososial, dukungan konseling, dan kegiatan pemulihan berbasis komunitas dapat membantu mengatasi dampak psikologis dan mengurangi kecemasan yang mungkin timbul saat ancaman bencana muncul kembali.
Menurut UU 24 Tahun 2007, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Infrastruktur dan sistem peringatan dini juga harus terus ditingkatkan. Pengalaman masa lalu mengajarkan kita bahwa waktu adalah faktor krusial dalam mitigasi bencana. Sistem peringatan yang cepat dan akurat dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk evakuasi sebelum dampak terbesar dari bencana terjadi. Pembangunan infrastruktur yang tahan bencana, seperti gedung-gedung yang dirancang untuk menahan gempa dan tsunami, serta jalur evakuasi yang jelas dan terencana, harus menjadi prioritas dalam perencanaan kota dan desa yang berada di wilayah rawan bencana.
Kolaborasi lintas sektor juga penting dalam upaya mitigasi bencana. Pemerintah harus memimpin dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan, sementara masyarakat dan sektor swasta dapat memberikan dukungan melalui sumber daya dan inovasi. Mari kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih siap dan lebih resisten terhadap risiko bencana, sehingga meminimalkan dampak yang dapat ditimbulkan oleh gempa bumi megathrust dan bencana lainnya.
Penting untuk menekankan bahwa kesiapsiagaan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan lembaga, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari setiap individu. Pendidikan tentang kesiapsiagaan bencana harus dimulai sejak dini, baik di sekolah maupun di organisasi. Program-program edukasi di sekolah dapat mengajarkan anak-anak tentang risiko bencana dan cara menghadapi situasi darurat dengan tenang. Keluarga juga harus didorong untuk membuat rencana evakuasi dan tas darurat yang berisi pakaian, makanan, obat-obatan, serta barang dan dokumen berharga lainnya.
Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam konteks mitigasi dan penanggulangan bencana, seperti gempa bumi megathrust, sangat krusial dan mencakup berbagai aspek penting. Kesehatan masyarakat berperan dalam membangun ketahanan komunitas, memfasilitasi persiapan bencana, dan mendukung pemulihan setelah bencana terjadi. Tenaga kesehatan masyarakat bertanggung jawab dalam meningkatkan edukasi dan kesadaran masyarakat mengenai risiko bencana dan langkah-langkah kesiapsiagaan, yang mencakup pelatihan dan simulasi untuk mempersiapkan individu dan komunitas menghadapi situasi darurat. Selain itu, mereka memastikan penyediaan layanan kesehatan darurat yang memadai, termasuk penanganan cedera dan penyakit serta penyediaan obat-obatan dan perlengkapan medis. Setelah bencana, kesehatan masyarakat berperan dalam memantau dan menanggulangi penyebaran penyakit yang mungkin timbul akibat kondisi sanitasi yang buruk. Dukungan kesehatan mental juga menjadi prioritas, dengan menyediakan konseling dan terapi untuk membantu masyarakat mengatasi trauma dan stres pasca bencana.(*)